Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pertemuan berlangsung Kamis, 13 November 2014 di Kantor Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Turut hadir dalam pertemuan itu komisioner KPI Pusat, Judhariksawan, Bekti Nugroho, Fajar Arifinato Isnugroho, Sujarwanto Rahmat Arifin, Idy Muzayyad, Agatha Lily, Airudin, dan Danang Sangga Buana.

Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan tujuan utama pertemuan itu untuk menjalin sinergi yang lebih baik dan erat dengan pemerintah yang baru. Menurut Judha, hubungan KPI dengan pemerintah sebelumnya juga berjalan baik. 

Dari hasil pertemuan dengan Wakil Presiden, menurut Judha, KPI diminta tegas dalam menegakkan hukum penyiaran bila ditemukan siaran yang mengandung unsur kebohongan, fitnah, dan menyesatkan agar diproses melalui jalur pidana.

"Usulan dari Wakil Presiden agar KPI menjalin kerjasama dengan penegak hukum supaya penyelenggara siaran taat pada aturan yang berlaku," kata Judhariksawan.

Itu tidak lain karena banyak laporan dan keluhan dari masyarakat terkait isi siaran yang ditayangkan lembaga penyiaran. Menurut Judha, isi siaran memiliki pengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara serta membentuk karakter bangsa. 

Secara khusus, masukan dari Wakil Presiden adalah terkait dengan konteks penguatan posisi KPI. Untuk itu, menurut Judha, KPI akan bersinergi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang pengaturan frekuensi dan perizinannya. Selain itu akan berkoordinasi dengan penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan.    

Terkait dengan usulan dari Wakil Presiden itu, Judha menjelaskan, dalam  Undang-undang KPI adalah lembaga independen atau bentuk dari perwakilan masyarakat yang kewenangannya dalam bidang pengawasan isi siaran lembaga penyiaran. 

"Selaku pengawas, KPI memiliki wewenang dan menjadi tangan pertama yang menemukan tindak pidana dalam penyiaran. Jika KPI menemukan pelanggaran, KPI bisa meneruskan ke pihak penegak hukum yang berwenang," ujar Judha.

Lombok - Satuan Kerja Gugus Tugas Pengawasan Pemilu 2014 yang terdiri dari empat lembaga, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Informasi (KI) melakukan rapat evaluasi. Pertemuan empat lembaga itu membahas evaluasi kinerja dan efektivitas Gugus Tugas selama pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden 2014 serta antisipasi pelaksanaan pemilu pemilihan kepala daerah 2015 dan pemilu 2019.

Panitia pelaksana evaluasi masuk wilayah kerja Bawaslu. Pelaksanaan evaluasi berlangsung selama tiga hari di Lombok, Nusa Tenggara Barat, 12, 13, dan 14 November 2014. Acara itu juga menyertakan staf dan Kepala Bagian terkait dari masing-masing lembaga Gugus Tugas Pengawasan Pemilu 2014.  

Pimpinan masing-masing lembaga yang hadir dalam rapat evaluasi itu, yakni Komisioner Bawaslu Nasrullah dan Endang Wihdatiningtyas, Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Komioner KPI Judhariksawan, Idy Muzayyad, dan Fajar Arifianto Isnugroho, Komisioner Komisi Informasi John Fresly dan Yhannu Setyawan. 

Pimpinan Bawaslu Nasrullah mengatakan kinerja dan efetivitas satuan kerja Gugus Tugas empat lembaga di luar ekspekatasinya. Saat berlangsungnya pemilu kemarin, Nasrullah memprediksi satuan tugas  Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum (Gakumdu Pemilu) yang terdiri dari pengawas pemilu, kepolisian dan kejaksaan akan lebih efektif bila dibandingkan dengan kerjasama empat lembaga dalam Gugus Tugas Pengawasan Pemilu 2014.

“Dengan hasil kinerja dan efetivitas dalam pelaksanaan pemilu 2014 ini, maka kami menginisiasi agar Gugus Tugas Pengawasan Pemilu ini bisa dibuat di tingkat daerah untuk pelaksanaan pemilihan umum daerah 2015. Untuk pengawasan pemilu dari segi penyiaran sudah terlihat hasilnya,” kata Nasullah.

Dalam rapat evaluasi, Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengapreasiasi terbentuknya dan kinerja satuan Gugus Tugas Pengawas Pemilu yang melibatkan empat lembaga. Menurut Judha, dalam pengawasan pemilu 2014 lalu, KPI efektif dalam menggunakan tugas dan wewenangnya sesuai kesepakatan dalam Gugus Tugas dan amanah UU Penyiaran.

“KPI sering dituding melaksanakan tugas melampui wewenangnya. Dengan sinergi empat lembaga ini, kita saling menguatkan dalam pengawasan pemilu, khususnya KPI dalam pengawasan iklan kampanye pemilu di media penyiaran,” ujar Judha.

Menurut Wakil Ketua Komisi Infomasi Pusat John Fresly, seluruh lembaga yang tergabung dalam satuan Gugus Tugas Pemilu sudah bekerja sesuai bidangnya masing-masing dan menjaga akuntabilitas keterbukaan informasi dalam pelaksanaan pemilu 2014. 

Sedangkan Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menjelaskan, pelaksanaan evaluasi satuan kerja Gugus Tugas Pengawas Pemilu 2014 adalah adalah satu kesatuan dari evaluasi dari pelaksanaan pemilu 2014 yang berintegritas. Menurut Ferry dengan evaluasi menyeluruh dari seluruh bidang, baik bidang penyiaran pemilu, keterbukaan informasi publik pemilu dan yang lainnya akan menjadi catatan bagi KPU memperbaiki sistem dan membuat pelaksanaan pemilu lebih baik di tahun berikutnya.

“Efektivitas Gugus Tugas ini sudah terlihat hasilnya. Kalau bisa ini dipertahankan. Coba nanti kita bicarakan payung hukum dan Renstra-nya. Biar hasil kinerja yang baik ini tidak hanya berjalan di tingkat pusat, teman-teman di daerah juga bisa melakukannya dalam pemilihan umum kepala daerah 2015 sekaligus untuk bahan perbaikan untuk pelaksanaan pemilu 2019,” kata Ferry.

Dalam rapat evaluasi itu, seluruh pimpinan lembaga yang hadir akan sepakat akan melanjutkan kerjasama empat lembaga dan mencarikan payung hukum yang tepat. Selain itu juga akan ada perbaikan regulasi atau pembuatan regulasi baru untuk membuat koordinasi empat lembaga dalam pengawasan pemilu lebih efetif.

Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan, bila satuan kerja Gugus Tugas Pengawasan Pemilu akan dipertahankan, maka itu menjadi wilayah domain penyelenggara dan pengawas Pemilu yakni KPU dan Bawaslu. Fajar menambahkan, hal itu perlu disampaikan kepada publik. Terutama satuan Gugus Tugas, khusus bidang penyiaran perlunya kerjasama seluruh lembaga dalam mendidik publik untuk literasi media penyiaran terkait pemilu yang juga melibatkan keempat lembaga dalam sosialisasinya nanti.

“Dari evaluasi ini akan menjadi acuan kita bersama untuk tahap berikutnya. Terutama dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2015 dan pemilu 2019. Kalau bisa kerjasama empat lembaga ini, baik informasi dan ruang lingkup kerjanya dibuatkan dalam satu website, ini agar publik bisa mengaksesnya dalam satu wadah, karena itu hasil kerjasama dari empat lembaga,” kata Fajar.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan Fokus Grup Diskusi (FGD) mengenai Pedomanan Panduan Survei Minat, Kenyamanan dan Kepentingan Publik untuk Perizinan Lembaga Penyiaran di kantor KPI Pusat, Jakarta, Senin, 12 November 2014. FGD ini diselenggarakan khusus oleh bidang infrastruktur penyiaran dan perizinan KPI Pusat. FGD tersebut turut mengundang stakeholder terkait dan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID).

Pembahasan MKK dinilai penting karena menyangkut dasar pertimbangan dalam melahirkan lembaga penyiaran di wilayah layanan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan MKK publik. Ini sekaligus untuk memastikan dan menjamin adanya diversty of content penyelenggaraan lembaga penyiaran di wilayah layanan. Demikian dijelaskan

Anggota KPI Pusat, Amirudin, dalam presentasinya terkait pedoman kajian  MKK.
Yang tidak kalah pentingnya, lanjut Amir, kajian ini untuk mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat agar masing-masing lembaga penyiaran dapat hidup, bertahan, dan berkesinambungan.

Anggota KPI Pusat, Danang Sangga Buana, dalam presentasi memaparkan tentang potret potensi televise dalam minat, kepentingan dan kenyamanan pemirsa. Menurutnya, keinginan, minat, kepentingan dan kenyamanan pemirsa harus sejalan dengan keberadaan lembaga penyiaran dalam wilayah layanan.

Sementara itu, Azimah Subagijo, MKK akan mempermudah KPI dalam melayani masyarakat dalam proses perizinan dan pengawasan. MKK juga bisa menjaga kepentingan public dari persaingan industri yang tidak sehat. ***

Semarang - Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menggelar seminar nasional De Move On 14, Minggu, 9 November 2014, dengan tema "Di Balik Karyaku, Tersampaikan Pesanku". Seminar nasional ini menghadirkan narasumber anggota KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily dan aktor Herjunot Ali. Seminar yang dihadiri oleh 200 mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa Tengah ini berlangsung selama 2 jam.

Dalam kesempatan itu, Agatha lily menyampaikan latar belakang mengapa televisi diatur secara ketat antara lain karena menggunakan frekuensi milik publik yang jumlahnya sangat terbatas. Selain itu, lanjut Lily, siaran diatur untuk meredam pengaruh media audio visual yang luar biasa khususnya terhadap anak dan remaja yang mampu menembus ruang privat (pervasive presence theory).

Dasar yang disebutkan Lily tadi, menyebabkan berbagai negara menjalankan kebijakan mengatur frekuensi oleh regulator khusus. Lily juga mengatakan KPI memantau televisi selama 24 jam untuk mengidentifikasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi seperti muatan kekerasan, pornografi, mistik dan yang melanggar norma-norma kesopanan dan kesusilaan.

Hampir semua peserta sangat antusias dan mengajukan sejumlah pertanyaan mengenai apa saja yang tidak boleh disiarkan televisi. Terkait pertanyaan itu, Lily menjawab bahwa film bioskop yang ingin disiarkan di televisi harus melalui sensor di Lembaga Sensor Film agar tidak melanggar ketentuan P3SPS. Lily juga mengingatkan peserta seminar agar kritis dalam memilih tayangan televisi, "adik-adik mahasiswa, pilih tanyangan yang menghibur dan mencerdaskan".

Sementara itu, Aktor Herjunot berbagi pengalaman bahwa sebagai aktor harus juga mengerti aturan penyiaran. Dia merasakan kehadiran KPI penting untuk menjaga industri kreatif berkarya secara sehat. Bahkan Junot mendukung langkah tegas KPI menyikapi tayangan-tayangan sinetron yang membodohi masyarakat indonesia. (Ita)

Jakarta - Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia (UI) mengunjungi Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat pada Senin, 03 November 2014. Kunjungan itu dalam rangka studi banding tentang dunia penyiaran.

"Kami ingin mengetahui bagaimana peran KPI dalam mengawasi siaran di Indonesia dan ranah tugas lainnya. Selain itu, kami juga ingin mendapatkan penjelasan tentang nilai-nilai apa saja yang menjadi prinsip penyelenggaraan penyiaran yang beretika," kata Esti yang memimpin kunjungan.

Kunjungan diterima oleh Kasubag Pengaduan dan Pengawasan Siaran Heriyadi dan Koordinator Pemantauan Isi Siaran Irvan Sanjaya di Ruang Rapat Lantai 8 Gedung Bapeten, Jakarta Pusat. Acara berlangsung dalam format dialog. 

Pada kesempatan itu Heriyadi menjelaskan tugas dan fungsi KPI Pusat dan ranah kerja lainnya dalam pengawasan siaran. Sedangkan Irvan lebih banyak secara teknis menerangkan tentang KPI Pusat dalam pengawasan isi siaran. "Kami mengawasi siaran televisi berjaringan selama 24 jam. Dengan lima shift kerja, analis bertugas memantau dan mencatat semua isi siaran. Panduan yang kami gunakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang juga menjadi panduan industri penyiaran, termasuk dunia televisi dan radio," ujar Irvan.

Menurut Irvan, P3SPS menjadi rujukan dalam pengawasan penyiaran. Bila isi siaran dianggap melanggar dari aturan itu maka lembaga penyiaran akan diberikan teguran. "KPI berperan sebagai regulator. Bertugas mengawasi dan memberikan kebijakan. Jadi kalau ada yang melanggar akan kita panggil dan beri tahu pelanggarannya, kalau pelanggaran itu dinilai berat kita beri teguran," terang Irvan.

Forum berlangsung cair, beberapa mahasiswa tak segan mengajukan pertanyaan tentang KPI dan isu dunia penyiaran yang sedang hangat. Usai dialog mahasiswa diajak menuju ruang kerja KPI bagian pemantauan siaran dan monitoring yang berada di Lantai 6 Gedung Bapeten. Di sana para mahasiswa langsung diperlihatkan dan dijelaskan bagaimana pegawai KPI Pusat melakukan pengawasan isi penyiaran. (SIP)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.