Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kunjungan Anggota DPRD dan KPID Jawa Barat (Jabar) periode baru di Kantor KPI Pusat (08/01/2025). Kunjungan ini dalam rangka mendiskusikan perkembangan terkait regulasi penyiaran terbaru.

Dalam sambutannya, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menyampaikan apresiasinya kepada KPID yang sudah secara aktif menyampaikan temuan terkait penyiaran di Jawa Barat. Terkait Undang-Undang (UU) Penyiaran, dia menyatakan, sudah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR. “Terkait revisi UU Penyiaran, pemerintah menyatakan melanjutkan revisi, jadi tidak memulai dari awal. Kami menunggu arahan lebih lanjut dari Komisi I,” ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Tulus Santoso, menyatakan perlunya partisipasi DPRD dalam bidang penyiaran karena memang sudah diamanatkan dalam undang-undang. Dirinya juga mengapresiasi keberhasilan Jabar menuntaskan tahapan seleksi komisioner hingga tahap pelantikan yang menandakan perhatian dari Komisi I DPRD terhadap penyiaran. 

“Tugas berat menanti teman-teman KPID Jawa Barat, mengingat jumlah lembaga penyiaran yang sangat banyak. Apalagi isu nasional saat ini dari Prabowo adalah tentang kebangsaan, persatuan, maka ada tantangan tersendiri.”

Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, mendukung apa yang disampaikan Tulus Santoso. Dia menyebut Jawa Barat memiliki beberapa hal yang perlu lebih diperhatikan. Antara lain, banyaknya jumlah lembaga penyiaran sebanyak 500 dari 3.000 lembaga penyiaran yang ada di Indonesia, keluasan wilayah, dan adanya daerah blankspot sehingga tidak bisa menerima siaran lembaga penyiaran.

Dia menambahkan jika di pagi hari itu, dalam diskusinya bersama Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid serta Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Angga Raka Prabowo, juga membahas tentang rating Nielsen, kemunculan lembaga penyiaran baru, serta respon lembaga penyiaran terhadap permintaan Prabowo agar lembaga penyiaran menayangkan dan atau memutarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. 

Dalam konteks penyiaran, Rahmat Hidayat membenarkan jika kondisi Jawa Barat lebih berat dibanding daerah lain. Dia memahami kebijakan terkait kearifan lokal, serta banyaknya jumlah pesantren yang mencapai 28% dari jumlah nasional yang menjadi potensi untuk bekerjasama dengan Kementerian Agama Kanwil Jawa Barat terkait penyiaran keagamaan. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah bagaimana caranya mendorong penyiaran menjadi lebih kreatif, inovatif, dan antisipatif terhadap perkembangan media hari ini dan di masa yang akan datang. 

Beberapa hal yang juga disampaikan sejumlah Anggota Komisi I DPRD Jabar terkait, kekhawatiran atas ketiadaan regulasi yang mengatur media sosial, serta keberadaan pedoman umum atau kebijakan khusus terkait yang harus dilakukan untuk mendukung penyiaran. Mereka berharap KPI Pusat dan KPID Jawa Barat bisa bersinergi. “Komisi I Insyallah konsisten. Ke depan jika kerja sama dengan KPI Pusat berjalan baik, kita akan concern untuk mendorong kegiatan KPID,” janji salah satu Anggota Komisi I.

Sementara itu, Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet, mendukung revisi UU Penyiaran karena adanya dukungan masyarakat terhadap penyiaran berkeadilan yang bertujuan melindungi masyarakat Jawa Barat dan industri penyiaran. Dirinya juga menekankan tentang adanya area blankspot yang membuat pihaknya melakukan advokasi ke stakeholder untuk membuat pemancar portable. Terkait siaran keagamaan, ia menyatakan sudah melakukan Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) dengan beberapa organisasi keagamaan. 

“Kita sepakat ingin satu visi dan misi yang terbaik untuk bangsa, ke depan harus ada terobosan terkait bagaimana kita mengamini kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga mereka (masyarakat) mencintai dan membanggakan negara sendiri. Ini juga tugas KPI, jangan sampai anak muda dijejali hal yang menjauhkan dari bela negara,” pungkas salah satu Anggota Komisi I mengakhiri kunjungan. Anggita

 

 

 

Jakarta -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah mengajak lembaga penyiaran televisi dan radio lebih masif mengedukasi publik tentang isu-isu kebencanaan. Ajakan ini disampaikan mengingat 20 tahun silam, Indonesia - tepatnya di Aceh- terjadi bencana yang sangat besar dan merugikan. 

“Hari ini tepat 20 tahun tsunami Aceh. Salah satu bencana yang sangat banyak menelan korban dan menyebabkan kerusakan. Tentu kita tidak menginginkan ini kembali terjadi lagi, maka diperlukan upaya edukasi dari televisi dan radio terkait kebencanaan,” katanya di Jakarta, Kamis (26/12/2024).

Tidak hanya itu, Ubaidillah juga melihat beragam bencana terus terjadi di beberapa daerah seperti di Sukabumi, Cianjur, dan Pandeglang. “Belakangan juga terjadi longsor dan banjir, pergerakan tanah. Sebagai wilayah yang rawan bencana, saya yakin kebutuhan masyarakat akan informasi salah satunya adalah terkait kebencanaan,” lanjutnya. 

Melalui edukasi kebencanaan, Ubaidillah berharap kerusakan dan kerugian yang menimpa warga terdampak bisa diminimalisir, utamanya korban nyawa. Terlebih, lanjutnya, masyarakat bisa menjadi tangguh bencana.

“Saat edukasi kebencanaan dilakukan, masyarakat akan mengetahui hal apa yang perlu dilakukan saat bencana tiba. Mitigasi dan penanggulangan bisa dilakukan oleh masyarakat secara mandiri,” tambahnya.

Ubaidillah juga berharap agar isu-isu kebencanaan ditayangkan melalui program-program yang minat penontonnya banyak dan waktu primetime oleh lembaga penyiaran. “Salah satunya, agar informasi mengenai edukasi kebencanaan ini bisa disisipkan di program-program yang bagus, yang penontonnya banyak, juga bisa di saat-saat waktu primetime,” pungkasnya. Memet

 

Tangerang – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus berusaha meningkatkan pemahaman lembaga penyiaran (TV dan radio) terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Pemahaman aturan siaran ini penting agar seluruh program acara yang disiarkan sesuai dengan ketentuan sehingga laik dan aman dikonsumsi pemirsa maupun pendengarnya.

Terkait hal ini, KPI Pusat menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI secara khusus di B Universe TV atau BTV. Sebagai salah satu TV yang bersiaran jaringan, KPI berharap sumber daya BTV mampu memahami dan mengadopsi aturan penyiaran dengan baik dalam setiap programnya.

“Harapannya setelah kegiatan ini, BTV bisa memperbaiki program siarannya. Karena selain sanksi juga ada apresiasi bagi program terbaik. Semoga pada apresiasi-apresiasi KPI berikutnya BTV dapat ikut dan menjadi yang terbaik,” kata Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, mengawali acara Bimtek di kantor BTV, Pantai Indak Kapuk (PIK) 2, Kabupetan Tangerang, Banten, Rabu (18/12/2024).

Menurut Ubaidillah, pemahaman aturan penyiaran berkaitan erat dengan penguatan SDM penyiaran. Jika SDM penyiaran baik, hal ini akan mendorong produksi siaran-siaran dan informasi yang baik dan berkualitas. “TV dan Radio bisa jadi katalisastor informasi dan SDM-nya juga harus kuat,” ujarnya.  

Di sela-sela sambutannya ini, Ubaid kembali mengingatkan peran lembaga penyiaran khususnya BTV untuk mengumandangkan rasa nasionalisme melalui penayangan rutin lagu Indonesia Raya setiap pagi. 

“Perlu segera dilakukan penyemarakkan lagu Indonesia Raya. Kita ingin meningkatkan nasionalisme, mulai dari berangkat kerja, sekolah, jadi bisa ditanamkan ke masyarakat,” pintanya sesuai dengan pesan Presiden Prabowo terkait penanaman rasa nasionalisme melalui penayangan rutin lagu Indonesia Raya di lembaga penyiaran.

Managing Director BTV, Apreyvita Wulansari, menyampaikan apresiasinya pada KPI Pusat atas kesempatan bimtek ini. Menurutnya, kegiatan ini sangat penting agar pihaknya dapat menerapkan standar siaran yang diterapkan KPI. 

“Ada teman-teman news, programming, editor, semua support ada di sini. Ada sekitar 85 orang. Saya menitipkan kepada bapak kepala sekolah untuk arahannya ke depan,” katanya usai sambutan Ketua KPI Pusat.

Pada kesempatan pertama paparan materi, Anggota KPI Pusat Aliyah, menyampaikan pesan dari Presiden Prabowo yang meminta lembaga penyiaran mengedepankan siaran yang berbobot, edukatif dan inspiratif, khususnya pada waktu anak-anak banyak menonton TV. 

Setelahnya, Aliyah menjelaskan sejumlah pasal terkait penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan, keagamaan, ras dan antar golongan. Dia juga menjabarkan pasal-pasal terkait penghormatan terhadap nilai, norma kesopanan dan kesusilaan serta perlindungan kepentingan publik dan layanan publik. Kemudian, ketentuan terkait perhormatan privasi dan perlindungan terhadap anak, remaja dan Perempuan. 

Usai materi dari Aliyah, Anggota KPI Pusat Tulus Santoso, memaparkan ketentuan tentang pelarangan dan pembatasan seksualitas serta pelarangan dan pembatasan kekerasan dalam siaran. 

Selain itu, Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini menjelaskan ketentuan siaran yang bermuatan mistik, horor dan supranatural. Menurut Tulus, program siaran yang menampilkan hal ini dilarang melakukan rekayasa seolah-olah sebagai peristiwa sebenarnya kecuali dinyatakan secara tegas sebagai reka adegan atau fiksi.

Mengenai ketentuan ini, tambah Tulus, program siaran yang menampilkan muatan mistik, horor, dan supranatural yang menimbulkan ketakutan dan kengerian khalayak dikategorikan sebagai siaran klasifikasi D (dewasa), sehingga hanya dapat disiarkan pada pukul 22.00-03.00 waktu setempat.

Pembekalan sesi kedua dilanjutkan Anggota KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan. Di sela-sela penjabarannya tentang ketentuan program siaran penggalangan dana, ia mengingatkan porsi konten lokal yang harus dipenuhi setiap TV berjaringan. Menurutnya, pemenuhan konten lokal merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi setiap induk jaringan seperti BTV. 

“Kita selalu mendorong lembaga penyiaran untuk meningkatkan kesadaran untuk meningkatkan porsi siaran lokalnya. Sehingga konten lokal yang tayang bisa bermanfaat dan sesuai dengan keinginan masyarakagt di daerah,” kata Koordinator bidang Pengelolaan Kebijakan dan Struktur Penyiaran (PKSP) KPI Pusat ini. 

Hasrul juga mengingatkan TV induk jaringan perihal konten lokal yang sering diulang. Temuan ini menjadi catatan pihaknya. Terkait hal ini, ia meminta TV induk jaringan agar lebih fokus dan mulai mengedepankan produksi konten lokal dalam siarannya. Saat ini, lanjutnya, jumlah TV induk jaringan ada 24 dengan 668 anggota. Adapun TV non SSJ ada 211. 

“Saya juga berharap kepada lembaga penyiaran TV untuk tetap menjaga ketepatan informasi meskipun sudah kalah cepat dengan media baru,” tuturnya di akhir paparan. 

Di waktu yang sama, Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa, menjelaskan pasal-pasal terkait program siaran jurnalistik. Perihal ini, dia menekankan pihak redaksi untuk lebih jeli dan paham semisal penyamaran identitas dan wajah korban dan keluarga korban pelecehan atau kekerasaan terhadap anak. Dia juga meminta para reporter untuk mengedepankan acuan jurnalitik serta rasa pada saat meliput korban bencana. ***

 

 

Jakarta - Penyiaran memiliki peran penting sebagai media komunikasi yang mampu menjangkau masyarakat luas, terutama dalam situasi krisis seperti bencana alam. Hal ini disampaikan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Ubaidillah, saat menjadi pemateri dalam seminar bertajuk “Crisis Communication in the Post Truth Era” yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Komunikasi Univeritas Pancasila, Jakarta (24/12/2024).

Ubaid menegaskan fungsi media penyiaran sebagai pusat informasi akan dapat membantu masyarakat menghadapi tantangan dan situasi darurat. Salah satu contoh nyata adalah saat terjadi bencana di Palu, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu. “Pada momen tersebut, radio menjadi andalan utama masyarakat untuk memperoleh informasi akurat terkait penanggulangan dan penanganan bencana,” katanya. 

Ketika bencana melanda, diceritakan Ubaidillah, kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat, dan dapat dipercaya menjadi sangat vital. Salah satunya radio, dengan jangkauan luas dan teknologi yang efisien, media ini menjadi medium yang paling efektif untuk menyampaikan informasi darurat, seperti lokasi pengungsian, jadwal distribusi bantuan, hingga imbauan pemerintah dan pihak berwenang. 

“Di Palu, media lokal bekerja sama dengan lembaga pemerintah dan organisasi kemanusiaan untuk memberikan informasi terkini kepada masyarakat yang terdampak,” ungkap Ketua KPI Pusat.

Di samping itu, lanjut Ubadilillah, selain sebagai sarana informasi dan edukasi, media penyiaran juga memiliki peran dalam membangun semangat kebangsaan. Hal ini terlihat dari konsistensi penyiaran dalam menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya setiap pagi. Inisiatif ini tidak hanya menjadi bentuk penghormatan terhadap negara, tetapi juga dalam upaya menanamkan rasa cinta tanah air pada masyarakat, khususnya generasi muda.

“Keberhasilan penyiaran dalam menjalankan fungsi komunikasi krisis tidak lepas dari dukungan kebijakan yang berpihak pada masyarakat. Political will berupa regulasi yang jelas dan implementasinya menjadi fondasi penting. Selain itu, pelibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat, memastikan bahwa penyiaran dapat berjalan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku,” tutupnya. 

Sebelumnya kegiatan ini diawali dengan penandantanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dengan Universita Pancasila yang diwakili langsung Rektor Univeritas Pancasila, Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo. Syahrullah

 

Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah mendukung Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto, yang menginginkan stasiun televisi menyiarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya secara serentak setiap pagi. Keinginan Presiden tersebut disampaikan melalui Wakil Menteri Komunikasi dan Digital RI Angga Raka Prabowo, saat bertemu dengan Ketua KPI beberapa waktu lalu.

Hal tersebut diungkap Ubaidillah saat memberi sambutan pada peringatan 50 tahun Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) di Aula Dewan Pers, (17/12).  “Saya rasa ini upaya yang sangat baik, maka perlu dimasifkan agar rasa nasionalisme masyarakat, cinta tanah air Indonesia semakin tinggi. Saya kira Pak Prabowo sudah tepat dalam hal ini, dan kami juga mendukung karena regulasinya juga ada,” ucapnya.

Kewajiban menayangkan lagu Indonesia Raya sesungguhnya sudah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Bagi lembaga penyiaran yang tidak bersiaran 24 jam wajib menyiarkan lagu Indonesia Raya di awal siaran dan lagu nasional lainnya pada akhir siaran setiap hari. Sedangkan untuk stasiun televisi yang bersiaran 24 jam, tambahnya, lagu Indonesia Raya harus diputar pada pukul 06.00 dan lagu nasional pada pukul 24.00. 

Dengan kondisi terkini yang menyebabkan keterpaparan informasi melalui media sosial sangat luar biasa, pemutaran lagu kebangsaan ini diharapkan dapat menjaga  nasionalisme di masyarakat, khususnya generasi muda. 

“Kalau serentak diputar tiap pagi sebelum anak berangkat sekolah, ini bisa menjadi energi yang bagus bagi mereka. Apalagi mereka kan sangat akrab dengan dunia digital yang akses informasinya tidak terbatas, meskipun kadang secara kebenarannya masih perlu dipertanyakan,” imbuhnya. Lebih lanjut, KPI akan bersama-sama menyiapkan skema aturan teknis, agar permintaan Presiden dapat segera terlaksana. 

Hak Cipta © 2025 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.