- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 3358
Jakarta -- Lembaga penyiaran, TV dan radio, merupakan satu dari tujuh kelompok strategis yang berpengaruh dalam moderasi beragama. Karena posisinya yang dianggap krusial ini, lembaga penyiaran dituntut untuk menguatkan komitmennya yakni dengan pengembangan mata acara keagamaan atau program siaran religi.
Pandang tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, ketika menjadi narasumber acara Seminar Internasional UIKA (Universitas Ibnu Khaldun) Bogor dengan tema “Islamic Broadcast Content As A Medium Of Da’wah In The 4.0” yang berlangsung di UIKA Bogor, Selasa (21/6/2022) lalu.
Adapun ke tujuh kelompok itu antara lain, Birokrasi, Pendidikan, TNI/Polri, Media, Masyarakat Sipil, Partai Politik dan Dunia Bisnis.
Menurut Nuning, komitmen moderasi beragama di lembaga penyiaran dapat dilihat dari isi tayangan. Siaran yang tidak ada unsur atau kandungan muatan yang mendiskriditkan kelompok atau agama tertentu dalam seluruh program siaran terkhusus di acara bertajuk keagamaan atau religi merupakan salah satunya.
Hal lain dari bentuk moderasi beragama di lembaga penyiaran melalui pemuktakhiran program acara religi. Selama ini, acara religi sering dianggap sebagai program acara yang dikhususkan untuk berdakwah. Padahal, program ini dapat dibuat dalam bentuk program acara seperti sinetron, variety show dan program lainnya.
“Moderasi beragama bisa melalui pengembangan mata acara religi yakni tidak hanya dikonsepkan dalam bentuk dakwah, tapi juga masuk dalam kategori-kategori program acara lainnya,” tutur Nuning.
Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bernegara.
Dalam kesempatan itu, Nuning menyampaikan pelbagai tantangan yang dihadapi pihaknya seperti komodifikasi agama dalam isi siaran. Kemudian, maraknya politik identitas menjelang kontestasi politik. Peningkatan kapasitas dan kualitas dari pengisi program siaran jadi tidak semata-mata hanya bertumpu pada engagement sosial media, tetapi kualitas harus menjadi prioritas.
“Bagi kami, yang pasti adalah memastikan program siaran religi tidak mengarah pada muatan-muatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan komitmen kebangsaan Indonesia dengan menjalankan fungsi pengawasan secara optimal. Memastikan lembaga penyiaran berkontribusi dan turut serta memasifkan budaya literasi dan memberikan referensi beragama dalam bingkai NKRI. Lalu, penguatan kapasitas literasi media dan moderasi beragama bagi masyarakat masyarakat melalui program siaran religi dan kegiatan lainnya,” tandas Nuning. ***