Focus Group Discussion (FGD) penyempurnaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) “Hukum Acara yang Aplikatif dan Implementatif untuk Dipatuhi dan Ditaati” yang menghadirkan peserta Komisioner KPI Pusat, KPI Daerah, dan Lembaga Penyiran. Acara berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, Selasa, 2 Desember 2014.
Dalam Undang-undang Penyiaran KPI berwenang menetapkan standar program siarandan memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang dilakukan lembaga penyiaran. Dalam penjatuhan sanksi telah diatur hukum acara yang dituangkan dalam standar program siaran antara lain diatur: 1) Mekanisme penjatuhan sanksi; 2) Tahapan penjatuhan sanksi; 3) Mekanisme forum klarifikasi; 4) Mekanisme pengajuan keberatan; 5) Jangka waktu daluarsa sanksi; 6) Mekanisme pemutihan sanksi; 7) Batasan waktu antara sanksi pertama dan sanksi selanjutnya; (8) Para pihak yang harus hadir dalam forum klarifikasi.
Seiring perkembangan waktu, hukum acara yang mengatur hal itu perlu dilakukan penyempurnaan untuk lebih aplikatif dan implementatif untu ditaati dan dipatuhi oleh Lembaga Penyiaran. FDG akan hal itu dilakukan untuk mendapatkan masukan-masukan dari pemangku kepentingan dan pelaku di bidang penyiaran untuk penyempurnaan P3SPS demi perbaikan hukum acara yang sudah ada.
Jakarta - Komisi I DPR mengusulkan adanya peninjauan ulang kebijakan langit terbuka (open sky policy) dalam dunia penyiaran yang membuat akses siaran televisi dari berbagai negara dapat masuk dengan bebas. Padahal, banyak sekali muatan siaran televisi dari luar negeri tersebut yang bertentangan dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut terungkap dalam acara kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, di Jakarta (1/12).
Menyambut usulan tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengaku setuju jika kebijakan tersebut ditinjau ulang. Idy melihat hal tersebut ibarat membuka kotak Pandora, semua siaran dapat masuk ke ruang-ruang keluarga di masyarakat melalui televisi, tanpa adanya screening sama sekali.
Dalam kesempatan tersebut KPI menyampaikan tentang kebutuhan lembaga ini yang harus dilengkapi sejalan dengan kewenangannya mengawasi isi siaran. Tahun 2015 misalnya, KPI berencana melakukan pemantauan terhadap seluruh stasiun radio yang berjaringan, menambah pemantauan terhadap empat lembaga penyiaran swasta yang berjaringan, serta pemantauan terhadap lembaga penyiaran berlangganan. Untuk melaksanakan pengawasan yang memang merupakan perintah dari undang-undang penyiaran ini, KPI membutuhkan fasilitasi akomodasi perkantoran yang lebih memadai dari saat ini.
Hal ini juga senada dengan masukan dari Komisi I yang mengharapkan KPI didesain sebagai lembaga yang serius, bukan asesoris belaka. Karenanya, dukungan fasilitas yang optimal juga harus diberikan pada lembaga ini.
Pada kesempatan tersebut, KPI juga menjelaskan tentang masukan terhadap revisi undang-undang penyiaran. Diantaranya pelaksanaan sistem stasiun jaringan, pemindahan kepemilikan lembaga penyiaran, proses perizinan lembaga penyiaran, serta keberadaan lembaga penyiaran publik. KPI berharap undang-undang penyiaran menjadi undang-undang yang lex specialis, sehingga beberapa benturan regulasi yang dihadapi KPI selama ini dalam penegakan aturan penyiaran dapat dihindari. Selain itu, KPI juga menyampaikan tentang izin lembaga penyiaran swasta yang bersiaran berjaringan dari Jakarta yang habis pada tahun 2016.
Dalam kunjungan kerja tersebut, Komisi I DPR RI dipimpin langsung oleh Ketuanya, Mahfudz Siddik. Anggota Komisi I yang hadir dalam pertemuan itu di antaranya, Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries, Rachel Maryam, Biem Benyamin, Djoko Ujianto, Arief Suditomo, Bachtiar Aly, Gamari Sutrisno, Andhika Pandu, dan Sukamta. Sedangkan dari KPI Pusat, seluruh komisioner menghadiri pertemuan tersebut dan ikut mendampingi anggota Komisi I untuk meninjau pemantauan langsung yang dilakukan KPI selama 24 jam.
Denpasar - Perhelatan Rapat Koordinasi (Rakor) antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan Pemerintah Daerah (Pemda) di Bali pada 20 November 2014 telah menghasilkan kesepakatan bersama kaitan optimalisasi kordinasi pengaturan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) Kabel.
“Koordinasi dengan Pemerintah Daerah ini penting, mengingat menjamurnya LPB Kabel di daerah yang berhimpitan dengan penyediaan instalasi dan domain infrastruktural di daerah. Termasuk beragam pemikiran tentang sejauhmana TV berbayar kabel ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah,” ungkap Danang Sangga Buwana, Komisioner KPI Pusat selaku penanggungjawab acara tersebut.
KPI menginisiasi Rakor bersama Pemda ini, lanjut Danang, juga merupakan respons atas kebijakan beberapa Pemerintah Provinsi yang telah mengeluarkan Peraturan Daerah perihal LPB Kabel, semisal Provinsi Sulawesi Selatan. Dan akan menyusul Provinsi Kepulaua Riau dan Provinsi Lampung.
“Terkait Perda ini, mendatang dimungkinkan akan lebih banyak lagi regulasi daerah yang mengatur soal LPB Kabel, dan secara umum tentang penyiaran. Nah, karena dinamika yang sedemikian cepat perihal penyiaran di daerah ini, maka penting bagi KPI untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah di seluruh Indonesia agar kita benar benar dapat mengoptimalkan penataan penyiaran di daerah, khususnya tentang LPB Kabel,” tegas Danang.
Danang menambahkan, hasil dari Rapat tersebut, menghasilkan tiag rekomendasi, yakni: pertama, perlunya peningkatan koordinasi KPI dengan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam penataan keberadaan LPB melalui pelayanan perizinan dan pengawasan serta pembinaan LPB daerah. Kedua, melakukan kajian penyusunan Peraturan Daerah tentang Penataan Lembaga Penyiaran Berlangganan. Ketiga, membentuk forum koordinasi yang terdiri dari KPI, Pemda, Asosiasi dan pihak terkait lainnya untuk menangani problem-problem LPB yang muncul di daerah.
“Rakor di Bali adalah momentum yang pertama kali dilakukan secara khusus antara KPI dan Pemda dan akan ditindaklanjuti lebih intensif pada pertemuan pertemuan yang lebih khusus,” pungkas Komisioner KPI Pusat bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran ini.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima pengaduan dari Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Perlindungan Anak Dari Zat Adiktif. Koalisi yang terdiri dari Lentera Anak Indonesia, Remotivi, Tobacco Control Support Center, Komnas Pengendalian Tembakau, Indonesia Institute for Social Development, Yayasan Pusaka Indonesia, LP2K, Ruandu Foundation, dan Gagas Foundations menyampaikan pengaduan terkait adanya pelanggaran siaran iklan rokok di televisi.
Pengaduan diterima oleh tiga Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily, Fajar Arifianto Isnugroho, dan Amirudin di Ruang Rapat KPI Pusat, Senin, 1 Desember 2014.
Hery Chariansyah juru bicara Koalisi mengatakan anak-anak dan remaja adalah masa depan bangsa yang harus dijaga dari godaan iklan rokok dan pengaruh zat adiktif lainnnya. Menurut Heri, saat ini iklan rokok yang tampil di televisi sudah melanggar ketentuan penanyangan yang sudah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Pasal 59 Ayat 1 yang melarang iklan rokok tayang di luar pukul 21.30 - 05.00 waktu setempat.
Roy Thaniago dari Remotivi menjelaskan, dari hasil pantauan lembaganya pada 14 Agustus lalu, ditemukan 23 spot iklan rokok yang tampil di luar pukul 21.30-05.00 waktu setempat di 7 lembaga penyiaran. "Iklan rokok ini mencuri start iklan, rata-rata iklannya mulai muncul pada menit-menit rentan, mulai dari pukul 21.15, 21.20, dan seterusnya," kata Roy.
Poin pengaduan lainnya adalah tampilan peringatan kesehatan bergambar pada iklan rokok yang tidak sesuai ketentuan. Dalam aduan itu Koalisi meminta melalui KPI, agar memberikan sanksi kepada Lembaga Penyiaran yang menayangkan iklan rokok di luar ketentuan, melarang iklan rokok yang menggunakan Peringatan Kesehatan Bergambar yang menampilkan wujud rokok dan atau orang yang sedang merokok, dan memberikan perhatian kepada iklan rokok dengan membuat program pemantauan khusus.
Komisioner Bidang Isi Siaran Agatha Lily mengatakan pemahaman atas pengaduan itu sama dengan KPI. Menurut Lily, dalam UU Penyiaran menyebutkan Lembaga Penyiaran memiliki kewajiban melindungi anak-anak dan remaja dari jenis tayangan yang tidak sesuai dengan umurnya, termasuk iklan rokok. "Terima kasih atas pengaduannya, kami akan tindak lanjuti ini," kata Lily.
Sejak Mei dan Juni lalu, Lily menjelaskan, KPI sudah mengeluarkan Teguran Tertulis kepada Lembaga Penyiaran yang menampilkan iklan rokok di luar Pukul 21.30-05.00 waktu setempat. Selain itu menurut Lily, pada Maret lalu, KPI sudah mengeluarkan Surat Edaran ke seluruh Lembaga Penyiaran terkait iklan rokok yang juga menindaklanjuti berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 23 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada kemasan Produk Tembakau.
Lebih lanjut Lily menjelaskan, regulasi tentang aturan iklan rokok ini masih tumpang tindih dengan peraturan yang lainnya. Seharusnya, menurut Lily, apapun yang terkait dengan penyiaran masuk dalam ranah UU Penyiaran. "Kita perlahan saja, sambil menunggu revisi UU penyiaran yang baru tahun ini," ujar Lily.
Fajar Arifianto mengatakan dalam revisi nanti, KPI berharap agar UU Penyiaran bisa menjadi lex specialis, agar yang tampil dan tayang di televisi menjadi ranah dan wewenang KPI.
Amirudin menjelaskan, banyaknya iklan rokok yang mencuri waktu sesuai ketentuan akan dijadikan kajian dalam melihat jadwal jam tayang anak ke depan. Menurut Amir, jam tidur anak sekarang sepertinya sudah bergeser hingga saat mereka menonton televisi masih bisa melihat iklan rokok.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kehadiran anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari daerah pemilihan Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III. Anggota DPD dari Komisi III yang membidangi masalah agama dan budaya ini menyampaikan masukan kepada KPI Pusat terkait sanksi yang dijatuhkan KPI kepada program siaran Little Khrisna, Bima Sakti dan Mahabharata, beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan ini, komisioner KPI Pusat yang hadir adalah komisioner bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily, dan komisioner bidang kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho.
Arya berpendapat, sebaiknya KPI mengikutsertakan lembaga keagamaan untuk memberikan pertimbangan terkait program siaran yang dinilai melanggar aturan, namun bermuatan nilai-nilai agama dan budaya tertentu. Hal tersebut, menurut Arya, untuk menghindari adanya persepsi yang salah dari pihak terkait atas keputusan yang diambil KPI. “KPI dapat meminta pertimbangan dari Parisada Hindu Dharma misalnya, untuk tayangan yang memiliki muatan agama Hindu”, ujar Arya.
Kedatangan Arya ini sendiri didasari keresahan masyarakat Bali atas sanksi yang dikeluarkan KPI kepada beberapa tayangan yang bernuansa Hindu. Padahal, menurut Agatha Lily, sanksi-sanksi tersebut dikeluarkan KPI bukan didasarkan pada filosofi ceritanya. Tiga program tersebut mendapatkan teguran pertama lantaran memuat adegan kekerasan secara berulang-ulang, padahal tayangan ini muncul sebelum jam 22.00. Batasan waktu ini memang telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang melarang adanya muatan kekerasan dan pornografi. KPI mengkhawatirkan efek dari muatan kekerasan yang muncul dalam program siaran tersebut dapat diduplikasi oleh anak-anak yang ikut menonton. KPI sendiri menghargai adanya keberagaman nilai-nilai agama dan budaya yang diyakini seluruh masyarakat Indonesia. Hanya saja, jika nilai-nilai tersebut mengandur unsur kekerasan apalagi sadisme, tentu saja tidak dapat tampil di layar televisi.
Namun demikian, menurut Fajar Arifianto, KPI menghargai masukan yang diberikan anggota DPD ini. Fajar juga menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada masyarakat Hindu, khususnya di Bali yang sangat responsif terhadap muatan tayangan di televisi, sehingga membantu KPI dalam memberikan penilaian serta menjatuhkan sanksi pada program yang terbukti melanggar. Ke depan, untuk meminimalkan kesalahan persepsi, KPI tentu akan berkoordinasi dengan lembaga keagamaan terkait untuk program siaran bermuatan agama yang dinilai bermasalah.
Comment sy acara2 di antv. Knp acaranya content india meluluuuuuuu??? Apa diprbolehkn tv nyiarin acara content lokalnya sedikiiiiiiiit???? Wlopun content local tetep aj kbudayaan india yg di tmpilkan. Dari sinetron india trs mnrs. Trus film kartunnye jg kartun india. Di Pesbukers jg tarian india lgu india yg di expose. Tolong kpi buat aturan untuk smua tv. Knp kbudayaaan negara lain yg di diprtunjukkn en di lestarikan di Indonesia? Klopun mo putar acara india acara indonesianya juga ditmpilkn. Biar balance! Skian trims.