- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 20505
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus mengupayakan peningkatan kualitas tayangan sinetron (sinema elektornik) di layar kaca. Berbagai cara telah dilakukan agar mutu sinetron terutama yang dibuat anak negeri makin membaik, mulai dari pembinaan secara intensif hingga penjatuhan sanksi. Sayangnya, hingga saat ini, sebagian besar kualitas isi sinetron kita tetap sama alias belum beranjak ke level yang diharapkan.
Langkah lain juga dilakukan KPI guna mengerek kualitas tayangan sinetron yakni bersinergi dengan Lembaga Sensor Film (LSF). Upaya ini dinilai sangat tepat karena LSF memiliki kewenangan atas penyensoran dan pelebelan klasifikasi usia penonton dalam setiap judul dan episode sinetron yang akan tayang di televisi.
Sinergi ini telah dilakukan kedua lembaga dan yang terakhir dalam Rapat Koordinasi (Rakor) yang diinisiasi LSF pada Kamis (1/7/2021) di Jakarta. Rakor yang berlangsung secara luring dan daring itu turut mengundang Stasiun TV dan Rumah Produksi (Production House).
Di awal rakor itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan catatan semua keluhan publik terhadap tayangan sinetron di TV. Kebanyakan meminta kualitas konten tayangan ini ditingkatkan. “Setiap topik apapun dalam media sosial KPI, sinetron dijadikan bahan agar KPI memperbaiki kualitas sinetron. Itu kesimpulannya, sinetron menjadi rujukan netizen untuk diperbaiki,” katanya.
Agung kemudian menyinggung bagaimana Korea Selatan mampu berjaya lewat produksi film dan drama Korea-nya yang mestinya jadi contoh industri penyiaran di tanah air. Menurutnya, sinetron Indonesia dengan drama Korea tak jauh beda karena topik yang diangkat soal romantisme.
“Drama Korea menjual mimpi. Endingnya happy, gambarnya bagus, alur cerita bagus, tapi kalau dilihat secara detail kualitas sinetron kita kalah jauh dengan mereka,” ujar Agung dan perbedaan kondisi kualitas ini sering menjadi pokok bahasan di KPI.
Agung mengatakan pembatasan jumlah episode setiap judul drama yang dilakukan Korea dinilai sangat baik. Hal ini akan memberi ruang lebih luas bagi pelaku industri film membuat karya-karya yang bermutu dan tidak membosankan secara cerita.
“Di Korea dibatasi tidak lebihi dari sekian puluh episode. Kalau di Indonesia bisa ratusan. Bahkan ada yang sampai ribuan, bayangkan saja alur ceritanya. Inilah yang menjadi perhatian kami bagaimana kualitas sinetron kita menjadi lebih baik daripada yang ada sekarang. Saya yakin kita tidak kalah dengan Korea, saya yakin kita mampu membuat sinetron yang seperti Korea,” harap Agung.
Ketua LSF, Romy Fibrianto, menimpali bahwa forum rakor yang diadakan pihaknya dan mengundang perwakilan TV serta rumah produksi merupakan upaya bersama untuk membangun kualitas sinetron karena lembaga seperti LSF bagian dari ekosistem perfilman di tanah air. Menurutnya, pertemuan bersama ini (KPI, LSF, LP dan PH) harus dilakukan secara berkesinambungan.
“Sebagai tuan rumah, LSF menyambut baik untuk berdiskusi dan bertukar pikiran demi gagasan demi kemajuan industri perfilman dan penyiaran Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Koordinator bidang Isi Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, berharap seluruh lembaga penyiaran dan juga rumah produksi mau bersinergi mewujudkan tayangan sinetron dalam negeri yang berkualitas. Menurutnya, tayangan sinetron di televisi harus mampu memberikan nilai dan manfaat yang baik bagi masyarakat.
“Mudah-mudahan kebersamaan ini bisa membawa perubahan dan fungsi media supaya bisa terwujud, jadi tidak hanya memberikan informasi juga tidak hanya menghibur, tapi juga harus menjadi perekat dan kontrol social. Harus ada nilai dalam progman sinetron. Itu catatan saya,” tutupnya. ***/Editor:MR