Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, saat menyampaikan materi tentang pengaturan kekerasan di P3SPS serta jurnalistik di dunia penyiaran pada Bimtek di Kota Dumai.
Dumai - Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini, memberi bimbingan teknis P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) bagi SDM Penyiaran se Kota Dumai, di Hotel Grand Zuri, Provinsi Riau, Kamis (11/10/2018).
Dalam Bimtek itu, Mayong Suryo Laksono, menyampaikan materi tentang pengaturan kekerasan di P3SPS serta jurnalistik di dunia penyiaran. Sementara itu, Dewi Setyarini memaparkan materi tentang perlindungan anak-anak dan pengaturan pornografi di dunia penyiaran.
Bimtek P3SPS digelar Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau untuk wilayah Kota Dumai dan sekitarnya, bertajuk kegiatan “Kursus P3SPS”. Kegiatan ini diikuti praktisi penyiaran baik televisi dan radio.
Dalam laporannya, Ketua Panitia Bimtek P3SPS, Asril Darma menyampaikan, kegiatan ini merupakan yang kedua dari tiga kegiatan tahun 2018. Sebelumnya, Bimtek dilaksanakan di Kota Pekanbaru pada Mei 2018.
“Peserta yang ikut kegiatan ini terbatas 25 orang. Hal ini semata terbatasnya anggaran. Padahal banyak SDM penyiaran yang ingin ikut juga,” ungkap Asril Darma.
Ketua KPID Riau saat sambutan pembukaan mengingatkan, tujuan diadakannya sistem penyiaran Indonesia adalah untuk memperkukuh integrasi bangsa. Oleh karenanya, media penyiaran dalam program siarannya diminta tidak menayangkan isu-isu memecah belah bangsa.
“Lebih khususnya lagi pada masa-masa pemilihan umum yang sebentar lagi akan kita laksanakan. Sampaikan info-info yang bermanfaat daripada info sesat dan hoax. Mari kita sukseskan Pemilu dan Pilpres yang akan datang,” urai Ketua KPID Riau Falzan Surahman.
Saat penyampaian materi, Komisioner KPI PUsat Dewi Setyarini, terlebih dulu menyampaikan materi perlindungan anak yang meliputi perlindungan terhadap pornografi dan seksualitas, perlindungan anak dari kekerasan dan perlindungan anak dari mistis, horor dan supranatural serta perlindungan anak dari masalah-masalah keluarga.
“Anak-anak masih punya masa depan. Amat disayangkan jika penyiaran kita menayangkan hal-hal yang bisa merubah perilaku anak menjadi negatif. Mohon agar Lembaga penyiaran sangat memperhatikan hal ini,” papar Dewi setyarini di hadapan peserta kursus itu.
Semetara Mayong Suro Laksono, menyampaikan materi Jurnalistik dan kekerasan di media penyiaran. Menurutnya, pasal kekerasan tidak dapat dihindarkan, apalagi berkaitan dengan adegan berkelahi di sebuah sinetron/Film. Namun ditambahkannya, agar Lembaga penyiaran tidak mengeksploitasi kekerasan dengan alasan tuntutan cerita.
“Justru dengan dalih tuntutan adegan itulah, kami akan memberikan sanksi. Apalagi durasi tayangan kekerasan itu mendominasi cerita sinetron/fim dan dieksploitasi,” katanya. Cup
Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema “Menjadikan Hasil Survei KPI sebagai Tujuan Perusahaan Periklanan untuk Memasang Iklan di Lembaga Penyiaran” yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Rabu (10/10/2018).
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) sepakat menandatangani memorandum of understanding (MoU) dalam waktu dekat. Kerjasama ini untuk mendorong peningkatan kualitas program siaran televisi sekaligus mendorong pengiklan menempatkan iklannya pada tayangan berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas program siaran TV yang dilakukan KPI.
Rencana MoU ini disampaikan keduabelah pihak dalam acara Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan tema “Menjadikan Hasil Survei KPI sebagai Tujuan Perusahaan Periklanan untuk Memasang Iklan di Lembaga Penyiaran” yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Rabu (10/10/2018).
Selain bicara MoU, dalam FGD yang ini, KPI mendapat dukungan dari Asosiasi Perusahaan Periklanan Indonesia (APPINA) dan Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI). Kedua Asosiasi ini berkomitmen ikut mendorong pengiklan menempatkan iklannya di tayangan berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas program televisi yang dilakukan KPI.
Berdasarkan hasil survei indeks kualitas program siaran televisi KPI periode pertama, ada empat kategori program acara yang nilainya di atas standar yang ditetapkan KPI yakni kategori Anak, Wisata Budaya, Talkshow dan Religi. Adapun empat kategori program antara lain Infotainmen, Variety Show, Berita dan Sinetron, nilainya di bawah standar alias kurang.
Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, kerjasama ini untuk mendorong dan mengubah cara pandang pengiklan beriklan di sebuah program acara. Selama ini, rating masih menjadi hal yang menentukan kelangsungan hidup sebuah program.
“Rating di Indonesia dilakukan oleh Nielsen Media Research (NMR) dan menjadi acuan utama stasiun televisi untuk memproduksi program acara. Angka rating yang tinggi dianggap sebagai satu-satunya indikator keberhasilan suatu program,” katanya.
Hasil rating itu, juga menjadi acuan bagi perusahaan yang ingin mengiklankan produknya. Pengiklan akan membeli spot iklan pada program-program yang dinilai mempunyai rating tinggi. “Akibat dominasi rating ini, program acara di lembaga penyiaran televisi menjadi sama alias seragam karena mereka ramai-ramai membuat acara yang serupa dengan harapan mendapat rating tinggi,” jelas Yuliandre.
Padahal, salah satu kelemahan dari rating yang jadi patokan lembaga penyiaran saat ini hanya mengukur aspek kuantitas, diukur dari banyaknya jumlah penonton untuk acara tertentu. “Angka itu tidak menilai apakah program acara itu penting atau tidak, baik atau tidak bagi pemirsa. Karenanya rating hanya mencerminkan program acara yang disukai oleh masyarakat,” kata Andre, panggilan akrabnya.
Di tempat yang sama, Sekretariat Jenderal P3I, Heri Margono, menyatakan akan memegang komitmen mendukung langkah KPI untuk meningkatkan kualitas siaran di Indonesia. P3I akan mendorong pengiklan dan biro untuk menempatkan iklan di program acara berkualitas berdasarkan hasil survei indeks kualitas KPI.
“Kami meminta seluruh anggota P3I melakukan ini dan menyebarkan pengaruhnya pada pengiklan yang lain. Kami sepakat untuk mendorong hal ini dan memberi penjelasan untuk memilih program berkualitas dan tidak hanya berpatokan pada rating saja,” kata Heri.
Dalam kesempatan itu, P3I mengingatkan mengenai dampak yang tidak pernah disadari pengiklan dan biro iklan ketika beriklan pada program. “Komitmen lain kami membuat brand safety untuk menghentikan beriklan pada program yang provakatif dan radikalisme,” katanya.
Budi Satriyo, dari Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), ikut berkomitmen langkah KPI untuk mendorong beriklan pada program berlualitas. “Kami akan sosialisasikan hal ini. Ini komiten menjadi komitmen bersama kami meskipun tidak semua pengiklan masuk anggota kami. Kita pun bisa mengedukasi pengiklan untuk lebih baik lagi,” katanya.
Terkait hal itu, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), diwakil Bambang Prawiranegara, menyatakan setuju dengan upaya peningkatan kualitas isi siaran. “Kami ingin berikan tayangan yang berkualitas. Kami akan upayakan ini dan ini menjadi komitmen kami. Harapan tayangan yang sehat dan berkualitas tetapiu ratingnya tetap terjaga,” jelasnya.
Sementara, dampak dari rating menyebabkan penonton televisi tidak punya banyak alternatif pilihan program. Meski saat ini total ada 15 stasiun televisi nasional (TVRI, Trans TV, Trans 7, Indosiar, ANTV, TV One, Metro TV, RCTI, SCTV, MNC TV, NET TV, Kompas TV, RTV dan JTV) plus puluhan televisi lokal, tetapi sajian dan program acara di masing-masing televisi tampak seragam.
Menurut Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, pemirsa televisi tidak punya daya dan posisi tawar menawar dengan stasiun televisi. Program acara yang dinilai tidak mendidik, tidak pernah diperhatikan oleh stasiun televisi. Selama program acara mempunyai rating yang tinggi, cukup alasan bagi stasiun televisi untuk tetap menyiarkan acara tersebut.
“Kami berharap publik dapat manfaat dan pengiklan dapat berpartisipasi untuk program yang baik dan berkualitas untuk hidup lebih panjang khususnya untuk program anak. Kita ingin dapat support semua pihak agar KPI dapat buat kebijakan yang bermanfaat untuk masyarakat,” kata Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat.
Menurut Ubaid, khalayak harus diberi kesempatan mendapat tayangan televisi yang berkualitas. Hal ini untuk mengembang sikap kurang kritis terhadap media televisi. Pemirsa televisi harus bisa membedakan mana program acara yang bagus dan mana yang buruk. “Oleh karena itu KPI berharap kepada para perusahaan periklanan di Indonesia ikut berperan aktif dalam menempatkan iklan pada program-program yang berkualitas,” tandasnya. ***
Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Dewi Setyarini.
Jakarta – Begitu banyak program penyiaran, khususnya televisi, berlomba-lomba menampilkan konten yang potensial akan disukai oleh publik. Banyak yang menilai hal itu dilakukan dengan mengesampingkan kualitas tayangan yang mereka produksi.
Hal ini pun diakui Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia, Dewi Setyarini.
Menurut Dewi, masyarakat sangat berharap adanya tayangan yang berkualitas. KPI pun selalu mendorong stasiun televisi untuk mengedepankan kualitas.
Meski begitu, KPI memahami bahwa iklan juga penting bagi stasiun televisi. "Mereka (stasiun televisi) juga terbentur untuk mendapatkan iklan, dan iklan itu tentu dari penonton terbanyak," kata Dewi, saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/10/2018).
Menurut Dewi, KPI pun bertekad untuk memperbaiki kualitas tayangan konten di media penyiaran Indonesia.
Upaya itu salah satunya diwujudkan dengan melakukan Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi. Survei ini dilakukan oleh para ahli media yang berasal dari 12 perguruan tinggi di Indonesia.
"Jadi survei indeks kami lakukan setiap tahun, bekerja sama dengan para ahli untuk menetapkan batas-batas atau indeks maksimal yang harus dicapai oleh televisi berkaitan dengan kualitas tayangan. Tidak hanya rating," ujar Dewi.
Dengan demikian, KPI berharap indeks kualitas yang diberikan dapat meningkatkan kualitas tayangan di televisi. "Kami berharap dari indeks ini mereka akan meningkatkan kualitasnya setiap tahun," kata Dewi.
Upaya kedua yang dilakukan KPI adalah memperbanyak edukasi literasi digital di daerah-daerah. Hal ini dilakukan untuk mengudakasi masyarakat agar cerdas memilah dan memilih tayangan yang layak untuk mereka konsumsi. "Kami memperbanyak literasi media, tahun ini kami bisa melakukannya di 12 kota, dua kali dalam satu tahun," ucap Dewi.
"Harapannya adalah menjadikan masyarakat lebih aware lagi, teredukasi, sehingga jika ada tontonan yang kurang baik, mereka tidak akan menonton," tuturnya. Red dari kompas.com
Medan - Komisi Penyiaran Indonesia merupakan lembaga independen dan memiliki tugas pokok sebagai pembuat aturan penyiaran, pengawasan isi siaran dan pembinaan bagi radio dan televisi.
Terkait itu, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara (Sumut) ingin mengajak masyarakat khususnya kalangan mahasiswa untuk mengkritisi isi media, terutama televisi dan radio dalam rangka menjaga nilai dan budaya Indonesia.
Ketua KPID Sumut, Parulian Tampubolon mengatakan, sesuai dengan UU RI Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, maka itu harus kita apresiasi untuk memberikan edukasi dan literasi kepada kalangan mahasiswa.
"Sebab, diperlukan kesadaran dari masyarakat agar peduli dan waspada terkait penyiaran berita belakangan ini yang dilihat kurang mendidik dalam perkembangan anak dan remaja," katanya di hadapan seratus mahasiswa Universitas Darma Agung Medan dalam acara "Edukasi dan Literasi Media Bagi Masyarakat dan Lembaga Pendidikan di Medan, Jumat (5/10).
Menurutnya, literasi media yang paling efektif memang ditujukan kepada orangtua, karena dapat mengawasi langsung anaknya, serta peran aktif KPI dalam pengawasan program media yang tidak boleh ditonton anak dan remaja.
Maka itu, diperlukan sosialisasi kepada orangtua dalam hal ini pihaknya juga mengajak mahasiswa dapat memberikan pemahaman dan seleksi tentang siaran media yang tidak bermanfaat bagi anak dan remaja. Apalagi, siaran media saat ini banyak yang kurang bermanfaat, dan perlu pengawasan efektif.
"Isi siaran saat ini tidak semua menyasar ke arah segmentasi anak dan remaja. Justru kebanyakan program tidak bersifat edukatif, meski ada yang edukatif tetapi secara rating tidak menguntungkan oleh pihak media," ujarnya.
Lebih lanjut, Rektor Universitas Darma Agung Medan, Jaminuddin Marbun yang diwakili Wakil Rektor 3, Lilis Gultom mengungkapkan, pihaknya sangat mengapresiasi KPID Sumut dengan adanya kegiatan ini agar masyarakat khususnya mahasiswa lebih paham tentang isu di media dan menyadari media justru dapat mempengaruhi gaya hidup dan sikap.
Melalui literasi ini nantinya dapat membangun kesadaran dan mewujudkan siaran yang lebih sehat
"Dengan adanya edukasi dan literasi media ini nantinya dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan kalangan civitas akademika agar lebih sadar untuk memilih siaran yang tepat dan bermanfaat," tambahnya. Red dari analisa
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) akan menindaklanjuti rencana menjadikan hasil survey indeks kualitas program siaran televisi KPI sebagai dasar pengiklan untuk memasang iklan di lembaga penyiaran. Rencananya ini akan dibahas dalam FGD (fokus grup diskusi) di Kantor KPI Pusat, Rabu (10/10/2018) besok. Acara FGD akan menghadirkan naraumber yakni Ketua Umum APPINA (Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia), Sancoyo, Sekjen P3I, Hari Margono dan Ketua Umum ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia), Ishadi SK.
Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, FGD akan membahas beberapa agenda sebagai tindak lanjut dari kesepakatan bersama KPI dan P3I mendorong pengiklan beriklan pada program siaran berkualitas berdasarkan hasil survey indeks KPI.
“Kami akan bersama-sama memberikan pemahaman dan dorongan kepada pengiklan untuk beriklan di program acara yang memang pantas, layak, berkualitas dan mendidik. Ini bagian dari tanggungjawab kita bersama mendorong pertumbuhan siaran yang bekualitas di seluruh lembaga penyiaran,” kata Andre, panggilan akrabnya.
Hasil survey yang dilakukan KPI memang berbeda dengan survey lembaga rating Nielsen yang menggunakan metode bersifat kuantitatif. Selama ini, acuan para pengiklan dalam beriklan di program acara adalah data dari Nielsen hasil survey di 10 kota. Adapun KPI menggunakan metode survey berbeda melibatkan responden dan tim panel ahli dari perguruan tinggi yang terpilih selektif dengan latar belakang keahlian dan ilmu berbeda.
Survey yang dikawal langsung oleh divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPI Pusat ini, melibatkan 120 orang panel ahli dan 1200 responden di 12 kota besar di Indonesia. Panel ahli yang terdiri atas berbagai tokoh dari berbagai bidang ilmu, memberikan pendapat dan masukan terhadap setiap program siaran yang menjadi contoh untuk dinilai, dalam sebuah forum diskusi tertutup. Sedangkan 1200 responden yang disurvey, merupakan masyarakat umum dengan berbagai latar belakang sosial, yang dimintakan pendapat singkat berdasarkan panduan survey yang dibuat.
Berdasarkan hasil survey indeks kualitas program siaran TV periode pertama (Januari-Maret) 2018, secara umum kualitas program siaran di televisi mendapatkan nilai 2.84, yang berarti masih di bawah nilai standar yang ditetapkan oleh KPI, yakni sebesar 3.00.
Dari hasil survey ini diketahui ada empat kategori program siaran, yakni Sinetron, Veriey Show, Infotainment dan Berita, nilainya masih di bawah 3.00. Bahkan, untuk program Infotainment, Sinetron dan Variety show, hanya mampu mencetak nilai 2.3-2.5.
Adapun empat kategori program yakni Anak, Wisata Budaya, Religi dan Talkshow nilainya sudah di atas rata-rata. Menurut Andre, sebaiknya pengiklan mengacu pada pada empat kategori acara yang nilainya tinggi. “Banyak program acara bagus dan berkualitas, namun sayang ketika pengiklan lebih memilih beriklan di program yang nilainya tidak sesuai standar indeks, program-program yang bagus justru stop karena tidak ada iklannya. Hal inilah yang harus kita rubah,” jelas Andre. ***
Dari dulu acara pesbuker selalu bermasalah karena para pemainnya suka mengumbar aurat sampe celana dalam pemain wanita nya kelihatan kemana2
Pojok Apresiasi
siti maharani
meskipun program tersebut adalah program adaptasi dari program mic on debt off yang berasal dari thailand namun menurut saya ini adalah program yang sangat bagus dan menyentuh karena lewat program ini banyak orang yang tertolong dalam himpitan hutang, semoga tayangan ini mejadi inspirasi bagi stasiun televisi yang lain maupun masyarakat, terimakasih