Narasumber Seminar Utama Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2018 di Grand Mercure, Senin (26/11/2018). 

 

Jakarta – Gugus tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye Pemilu 2019 berharap seluruh redaksi atau newsroom di lembaga penyiaran, netral dan independen. Jika ada jurnalis atau tim redaksi yang ikut bergabung dalam kegiatan perpolitikan, individu tersebut diminta mengundurkan diri sebagai wartawan. 

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arif Budiman menegaskan, orang-orang yang profesinya dapat mempengaruhi publik seperti wartawan harus mundur dari profesinya ketika terlibat dalam partai politik. Ini untuk menghindari adanya bias dan konflik kepentingan.

“Ini juga berlaku pada pegawai aparatur sipil negara yang bertugas sebagai pelayan publik yang ingin maju dalam Pemilu 2019. Hal serupa juga berlaku pada anggota TNI, mereka harus mengundurkan diri dari keanggotaan agar tidak ada konflik kepentingan publik,” jelas Arif Budiman pada Seminar Utama Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2018 di Grand Mercure, Senin (26/11/2018). 

Pendapat senada juga disampaikan Ketua Dewan Pers, Yosef Adi Prasetyo. Menurut dia, seorang jurnalis ketika sudah masuk ke partai politik sudah tidak memiliki legitimasi sebagai wartawan. Hal ini untuk menjaga independensi dan netralitas media tersebut serta selaras dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

“Media punya hak untuk mengembangkan informasinya. Karena itu, kami meminta seluruh news room tidak menjadi mesin politik dan tim sukses,” tegas Stanley, panggilan akrabnya. 

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, menjelaskan tugas tim gugus yang terdiri dari KPU, KPI, Bawaslu dan Dewan Pers memiliki cakupan pengawasan terhadap pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye Pemilu 2019. Menurutnya, kerja gugus tidak hanya mengawasi satu bagian seperti iklan kampanye.

Menurut Hardly, tim ini juga berupaya memberikan edukasi atau pendidikan politik pada masyarakat. Upaya ini tidak hanya untuk mencerdaskan publik, tapi akan mendorong tingkat keikutsertaan atau partisipasi publik pada Pemilu 2019 mendatang.   

“Kita juga harus komitmen bersama seluruh elemen termasuk media massa untuk memberi ruang tenang kepada masyarakat saat masuk masa tenang tersebut,” kata Hardly yang diamini Ketua Bawaslu RI, Abhan. ***   

 

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Jenderal (Purn) Wiranto.

 

Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Jenderal (Purn) Wiranto, meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjadi garda terdepan menjaga opini masyarakat untuk mencintai kedamaian dan persatuan. Hal itu disampaikannya sebelum membuka Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2018 di Grand Mercure, Jakarta Pusat, Senin (26/11/2018).

Wiranto menegaskan, untuk mewujudkan hal itu KPI harus mendorong lembaga penyiaran terutama televisi agar menyampaikan informasi yang memberi rasa aman dan menyejukan bagi persatuan dan kesatuan bangsa. 

“Mudah-mudahan ke depan KPI dapat memberi kontribusi yang banyak untuk merawat persatuan dan kesatuan bangsa dan juga memilihara opni publik agar baik,” pintanya.   

Wiranto menilai nilai persatuan dan kesatuan bangsa itu sangat mahal. Nilai ini sangat strategis dan apabila ada yang ingin memecahbelahnya, hal itu merupakan suatu yang merugi. “Jika persatuan dan kesatuan terjaga, stabilitas politik, keamanan dan ekonomi jadi ikut terjaga. Dan, siapa yang bisa menjaga itu, salah satunya ya lembaga penyiaran seperti televisi,” tuturnya.

Hingga saat ini, televisi masih dianggap dapat melakukan brainwash dan membangun opini di masyarakat. “Lembaga penyiaran khususnya televisi punya peran strategis karena daya pengaruhnya yang besar dalam membentuk opini dan mengubah cara pandang publik. Sampai saat ini, televisi masih menjadi media yang paling digemari masyarakat dibanding dengan media lain. Masyarakat kita ini masih tradisional dan senang dengan melihat visual ketimbang membaca,” kata Wiranto.

Kondisi Indonesia saat ini tidak bisa dikatakan landai-landai saja alias aman. Ancaman yang paling dikhawatirkan Wiranto justru bukan datang dari ancaman militer, tapi yang lebih multidimensional seperti kejahatan cyber, hate speech, hoax dan lainnya. 

“Peran strategis dari lembaga penyiaran dengan bekerjasama dengan pemerintah untuk menjaga opini publik agar sehat dapat merawat persatuan itu. Persatuan kesatuan menjadi kunci utama pembangunan kita. Jika kita tidak bersatu, dunia politik akan kacau dan keamanan pun juga kacau,” ujar Wiranto. 

Dalam kesempatan itu, Wiranto menyinggung soal berlarut-larutnya revisi UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Menurutnya, penetapan UU Penyiaran baru harus segera dilakukan karena dunia mengalami perubahan sangat cepat. 

“Ketika masyarakat dan lingkungan berubah, Undang-undang harus direvisi karena ada perubahan tersebut. Kalau tidak pakai Perpu saja. Tak kala kita sudah beralih ke digital, siaran konvensional sudah ditinggalkan. KPI masih ngurus yang lama, yang baru tidak tertangani. Ini kan sedih. Kita khawatirnya hal itu menjadi lahan yang subur untuk berbuat kejahatan untuk merusak bangsa karena tidak ada aturan yang mengatur,” tegas Wiranto. 

Sementara itu, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, dalam sambutannya mengatakan, adanya tumpang tindih antara UU Penyiaran dan UU Pemerintah Daerah membuat kesulitan KPID di daerah. Menurutnya, persoalan ini harus segera dicarikan solusinya dengan perubahan UU Penyiaran yang baru. “Saat ini kami sedang disorot soal pengawasan penyiaran kampanye Pemilu 2019. Kita sadar lembaga ini banyak celah untuk jadi lemah. Tapi bersama dengan gugus tugas hal ini dapat kami laksanakan dengan baik,” katanya.

Berkaitan dengan tugas KPI menghadapi even Pemilu 2019, Anggota Komisi I DPR RI, Andreas Hugo Paraera menyatakan, KPI harus menjadi penyeimbang terutama soal keberimbangan, netralitas dan keadilan media penyiaran.

“Bersama dengan KPU, Bawaslu dan Dewan Pers, kita berharap mereka mewakili kepentingan publik untuk jaga netralitas dan independensi tersebut. Kita ini jadi pemain, mereka yang jaga netralitas. Ini ujian kita untuk menjaga keseimbangan. Cek and balancing, untuk menjaga aturan yang kita buat. Kita serahkan kepada KPI untuk mewujudkan Pemilu yang damai dan aman jadi kenyataan,” kata Andreas. 

Menurut Andreas, adanya gugus tugas antara KPI, KPU, Bawaslu dan Dewan Pers sangat tepat untuk bersama sama mengawasi penyiaran Pemilu 2019. Pekerjaan tersebut harus dilakukan bersama-sama, tidak bisa sendiri. “Kita harus jaga aturan main dan konsisten agar Pemilu yang akan berlangsung nanti berjalan dengan damai dan adil dapat tercapai,” paparnya. *** 

 

 

Jakarta – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, secara resmi membuka Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2018 di Hotel Grand Mercure, Minggu malam (25/11/2018). Dia berharap Rapim kali ini menghasilkan rekomendasi yang dapat memecahkan semua masalah penyiaran di tanah air terutama kelembagaan dan anggaran untuk KPID.

Usai Ketua KPI Pusat menyampaikan sambutan, seluruh perwakilan KPID langsung mengungkapkan kesulitan mereka dalam menjalankan tugas dan fungsi kelembagaan, pengawasan penyiaran dan perizinan penyiaran akibat aturan turunan dari UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Akibat aturan itu, hampir sebagian besar kesekretariatan KPID di setiap provinsi bubar jalan. Hanya sedikit KPID ditopang sebuah kesekretariatan yang mapan. 

Meskipun kemudian KPID dibantu dana hibah Pemerintah Daerah, hal itu dinilai belum cukup membantu dan justru menimbulkan kekhawatiran baru karena pertanggungjawabannya yang resisten. “Soal anggaran hibah ini menjadi sangat dilematis. Ada KPID yang mendapatkan hibah cukup besar tapi justru sulit menggunakannya,” kata Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah.

Ketua KPID Riau, Falzan Surahman mengatakan, persoalan anggaran hibah membuat pihaknya sulit menjalankan fungsi dan tugas khususnya pengawasan isi siaran. Padahal, jumlah lembaga penyiaran yang mesti diawasi di Riau tidak sedikit dengan cakupan wilayah yang luas. Apalagi Provinsi Riau berbatasan langsung dengan Malaysia yang siarannya mendominasi wilayah di sekitar Bengkalis.

Menurutnya, guna menyelesaikan masalah ini harus dibuat langkah tegas. Salah satunya dengan merevisi UU No.23 tahun 2014. UU Pemerintah Daerah itu harus sejalan UU Penyiaran tahun 2002 yang sampai sekarang masih berlaku. “Di dalam UU Penyiaran, anggaran KPID ditopang langsung oleh APBD dengan bantuan sebuah kesekretariatan,” kata Falzan.

Selain itu, lanjut Falzan, penggunanan dana hibah harus di tuangkan dalam PKPI (Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia) agar ada penyeragamaan di seluruh daerah. Terkait hal ini, PKPI atau peraturan kelembagaan KPI harus mengalami perubahan.

Permintaan agar UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah serta aturan turunannya dan PKPI di revisi menjadi pembicaraan yang santer dalam Rapim KPI di hari pertama. Hampir semua Ketua KPID yang hadir dalam Rapim tersebut meminta adanya perubahan aturan yang menyebabkan kelembagaan KPID mengalami mati suri. Mereka bahkan meminta ada pertemuan khusus dengan Komisi I DPR RI untuk membahas hal ini.

KPID juga mendorong RUU Penyiaran agar segera ditetapkan. Berlarut-larutnya pengesahan amandeman UU ini menjadi salah satu penyebab kelembagaan KPID tidak berfungsi optimal. “Harus ada percepatan amandemen UU Penyiaran,” kata Falzan. ***

 

 

Jakarta – Permohonan izin penyiaran melalui sistem OSS (online single submission) yang diberlakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendapat apresiasi dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Berbasis biaya murah dan cepat, sistem ini diharapkan dapat memberi pelayanan yang menguntungkan semua pemohon izin penyiaran. Namun, ada beberapa catatan yang harus disempurnakan pemerintah cq Kemenkominfo sebelum mengaktifkan secara penuh sistem pelayan izin ini.

Ketua KPID Kalimantan Barat (Kalbar), Syarifuddin Budi, menilai secara umum sistem OSS Kominfo baik tapi ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Salah satu yang menjadi perhatian adalah pemohon dari lembaga penyiaran komunitas yang dasar pendiriannya bukan untuk kebutuhanh ekonomi alias investasi. 

“Sistem ini berbicara konteks investasi. Namun, kita harus tahu tidak semua pemohon izin berbicara soal investasi. Kita memang harus baik memfasilitasi yang mau investasi, tapi yang tidak untuk invetasi harus kita pikirkan juga. Ini bicara soal kebebasan ruang, soal membangun kebudayaan dan NKRI. Pihak yang tidak bicara soal investasi juga perlu terlibat seperti penyiaran komunitas,” jelasnya pada Direktur Penyiaran Kemenkominfo, Gerryantika Kurnia, di Rapim KPI 2018 yang berlangsung di Hotel Grand Mercure, Senin (26/11//2018). 

Sementara itu, Widodo Prihadi, juga dari KPID Kalbar mengatakan, ada kesulitan yang harus dipikirkan pemerintah terkait pelaksanaan sistem ini yakni persoalan sinyal di sejumlah daerah. Di wilayah Kalbar masalah sinyal masih menjadi kendala utama. “Kita pun sering kali harus mengedukasi pemohon untuk proses ini. Belum lagi ada masalah soal NPWP, dan jika ada perbedaan indentitas hal ini akan jadi sandungan. Masalah teksni ini sebaiknya pemerintah harus melakukan bimtek ke lapangan,” katanya. 

Ketua KPID Kaltim Syarifuddin memandang, sistem OSS harus dilihat secara menyeluruh karena ada persoalan bagaimana frekuensi ini sebagai sumber daya alam terbatas. “Jika semua harus dilakukan sehari, jadi siapa cepat dia akan dapat. Padahal peluang usaha penyiaran sangat terbatas,” katanya.

Selain itu, dia juga mengkhawatirkan sistem ini belum begitu siap diimplementasikan seperti yang terjadi di e-penyiaran. “Saat ini, karena kita masih mengacu pada UU Penyiaran yang masih berlaku hingga sekarang,” jelas Syarif, panggilan akrabnya.

Ketua KPID Jambi, Berry Hermawati, memberi apresiasi sekaligus tiga catatan untuk sistem ini.  Menurutnya, program ini dapat memangkas alur perizinan yang sangat panjang. Tapi dia mengingatkan program ini jangan hanya untuk menggugurkan kewajiban. “Perlu diingat jika pintu masuk perizinan penyiaran itu ada di KPID. Apakah dalam sistem ini masih ada, kalau tidak ada tidak apa-apa biar tidak ada kebingungan oleh pemohon,” jelasnya. 

Berry juga bertanya posisi pengawasan konten oleh KPID dalam sistem ini. Menurutnya, harus ada kepastian soal ini. “Tapi sebelum ini diterapkan, sebaiknya dikaji dan disosialisasikan. Pasalnya, ada perbedaan pandangan antara Jakarta dan di daerah seperti Jambi,” paparnya.  

Sementara itu, Komisioner KPID Sulawesi Selatan (Sulsel), Mattewakang memandang, setiap aplikasi yang dibuat pemerintah pusat harus memikirkan kerangka berpikir daerah. Menurutnya, pemerintah daerah akan melihat hal itu penting dan dilaksanakan jika memberi pemasukan bagi PAD. 

“Daerah harus punya peluang dalam urusan ini seperti soal lembaga penyiaran berlangganan. Jangan mereka gunakan sumber daya daerah tapi keuntungan ke pusat. Sebaiknya pemerintah memikirkan hal ini supaya daerah punya keuntungan soal ini,” pinta Mattewakang. 

Direktur Penyiaran Kemenkominfo, Geryantika mengatakan, proses perizinan semakin ke depan harus makin dipermudah. Upaya ini untuk mempermudah semua investasi masuk ke Indonesia. “Kita ingin menyehatkan izin penyiaran. Kita potong semua rantai izin dengan hanya satu lembar saja. Kita berpikir simple aja. Hanya dalam waktu seminggu izin sudah bisa keluar. Perubahan ini luar biasa. Di internal kominfo saja ada pekerjaan yang hilang. Kita harus berubah,” jelasnya. 

Melalui sistem ini, FRB dan EUCS dilakukan secara online. IPP diterbitkan segera setelah persetujuan FRB tetapi belum berlaku efektif (dahulu IPP Prinsip) dan pemohon wajib memenuhi daftar komitmen. 

Menurut Gery, soal perizinan penyiaran, pihaknya sudah tidak menjadikan sebagai hal utama . Dari sistem ini, yang Kominfo pikirkan adalah soal kualitas. “Jangan berpikir pemerintah akan mengkerdikan KPI dan KPID. Justru kita ingin buat KPI menjadi power full. Kita akan kolaborasi dengan KPID agar sistem ini bisa berjalan dengan baik. Kita harus berpikir lebih maju. Tujuan kita untuk melakukan perubahan. Kita tidak bisa lawan perubahan ini tapi bagaimana mengikuti dan menyesuaikan,” katanya. *** 

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan membahas tiga permasalahan penyiaran yang paling krusial dalam Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2018 yang berlangsung di Hotel Grand Mercure, Jakarta Pusat, 25-27 November 2018. Ketiga masalah yang dibahas itu yakni pelaksanaan OSS (Oneline Single Submission dan Sameday Service) untuk permohonan perizinan penyiaran, pedoman pengawasan penyiaran Pemilu 2019 dan Task Force serta anggaran hibah untuk KPID.

Ketua Panitia Rapim KPI 2018 sekaligus Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah mengatakan, ketiga masalah ini akan menjadi pokok bahasan utama dalam rapat pimpinan yang dihadiri Ketua KPID dan kepala dinas yang menaungi KPID. Menurutnya, tiga masalah menjadi hal yang paling mendesak untuk dibicarakan oleh KPI Pusat dan KPID dari 33 Provinsi.

“Pembahasan soal OSS yang merupakan bagian dari bidang perizinan. Lalu bagaimana membuat pedomanan pengawasan penyiaran dalam Pemilu 2019 mendatang serta task forcenya. Dan, yang tak kalah penting untuk dibahas  soal anggaran untuk KPID melalui pola hibah,” kata Ubaid, panggilan akrabnya. 

Rencananya, kegiatan Rapim KPI 2018 ini akan di buka oleh Presiden RI Joko Widodo.  Rapim KPI 2018 juga menyelenggarakan seminar utama yang menghadirkan narasumber Ketua Dewan Pers, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Senin (26/11/2018). 

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara, akan menjadi keynote speech saat pembukaan Rapim KPI 2018. *** 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.