Jakarta – Berdasarkan pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis KPI Pusat, Program Siaran “The Next Mentalist” yang tayang pada 24 November 2013 pukul 21.11 WIB di Trans7 telah ditemukan pelanggaran terhadap perlindungan anak dan remaja, mistik, horor, dan supranatural, serta penggolongan program siaran.
Pelanggaran tersebut adalah menampilkan secara close up adegan salah satu peserta yang berjalan di atas pecahan beling dan kemudian dilanjutkan adegan melumurkan pecahan beling tersebut ke bagian wajahnya.
Melalui surat No. 773/KPI/11/13 yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar P3 Pasal 14, Pasal 20, dan Pasal 21 ayat (1) dan SPS Pasal 15 ayat (1), Pasal 32, serta Pasal 37 ayat (4) huruf a dan b. Pelanggaran tersebut juga diberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
Selain pelanggaran di atas, KPI Pusat juga menemukan pelanggaran lainnya pada program yang tayang tanggal 17 November 2013, yaitu adegan salah satu peserta yang melakukan atraksi menggunakan alat sejenis bor pemantek paku dan selanjutnya di coba dengan memantek paku ke sebuah benda sejenis kayu dan terlihat alat tersebut menancap pada kayu. Setelah itu, peserta tersebut mencoba alat tersebut ke telapak tangannya. red
Jakarta – Film “Serigala Terakhir” yang ditayangkan di SCTV dinilai tidak memperhatikan ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) tentang pelarangan dan pembatasan adegan kekerasan.
Tayangan pada 17 November 2013 mulai pukul 22.35 WIB telah menampilkan secara detail adegan kekerasan, yaitu adegan memukul seseorang hingga mengeluarkan darah, adegan tawuran dan saling melempar batu batu, serta adegan memukul menghantam kepala seseorang pemain dengan batu dari arah belakang sehingga terlihat jelas mengeluarkan darah. KPI Pusat berpendapat bahwa penayangan adegan tersebut tidak layak untuk ditayangkan. Walaupun program tersebut telah ditayangkan beberapa kali,
Untuk itu, KPI Pusat memutuskan untuk memberi peringatan tertulis yang bertujuan agar segera melakukan evaluasi internal dengan cara melakukan editing pada adegan sebagaimana yang dimaksud di atas, sehingga diharapkan adegan tersebut tidak terulang kembali apabila film tersebut kembali ditayangkan. KPI Pusat juga meminta agar program-program seperti ini memperhatikan ketentuan jam tayang yang ada di dalam P3 dan SPS KPI tahun 2012. red
Jakarta - Komisi I DPR RI mengapresiasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang telah membuat draf pengaturan pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik. Bahkan adanya drat ini menunjukkan langkah maju KPI dalam menindaklanjuti tugas dan peran serta lembaga ini dalam pelaksanaan pemilu 2014. Sehubungan dengan hal tersebut, Komisi I DPR RI akan melakukan kajian mendalam terhadap draf keputusan tersebut,guna memberikan saran dan masukan secara komprehensif. Selain itu, Komisi I DPR mendorong KPI Pusat untuk melakukan pembahasan bersama terhadap draf tersebut dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Hal itu merupakan kesimpulan dari rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi I DPR RI dan KPI Pusat dengan agenda kesiapan KPI sebagai regulator penyiaran pemilu 2014, di ruang rapat Komisi I DPR RI (27/11).
Selain itu, menurut Ketua Komisi IMahfudz Siddiq, KPI harus segera merespon dengan cepat masukan dari masyarakat tentang pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik pemiliknya. Dalam pandangannya, KPI tetap dapat melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi pada lembaga penyiaran sekalipun draf ini belum disahkan. “Sekalipun draf ini merupakan derivasi dari Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), mekanisme penjatuhan sanksi dapat dilakukan dengan P3SPS yang sudah ada”, tegas Mahfudz.
Sementara itu, dalam penjelasan pada Komisi I, Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan bahwa aturan ini merupakan amanat dari Rakornas KPI 2013 lalu. “Sekalipun KPI tidak berkewenangan dalam pemilu, tapi KPI berkewajiban memastikan perlidungan atas kepentingan publik dalam pemanfaatan frekuensi pada tahapan pemilu”, ujarnya. Karenanya, setelah draf ini disusun, KPI meminta partai-partai politik, penyelenggara dan pengawas pemilu, asosiasi profesi penyiaran, serta lembaga penyiaran itu sendiri untuk memberikan masukan guna penyempurnaan aturan ini.
Menurut Idy Muzayyad, Wakil Ketua KPI Pusat, pada prinsipnya KPI berkewajiban menjaga frekuensi yang merupakan ranah public ini, agar digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, bukan kelompok politik kepentingan tertentu. Di samping itu, dalam momen pergantian kepemimpinan nasional ini, hak publik mendapatkan informasi yang utuh dan berimbang terkait politik dan pemilu harus terjamin. Sementara dampaknya bagi peserta pemilu, ujar Idy, tentu saja akan mendapatkan rasa keadilan dan akses yang proporsional terhadap penggunaan media penyiaran sebagai sarana komunikasi politik.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi I Ramadhan Pohan. Menurutnya, KPI memang harus fokus dalam melakukan pengawasan pada lembaga penyiaran. “Termasuk diantaranya menjelang pemilu ini, mengamankan kepentingan publik agar lembaga penyiaran tidak dipaksakan menjadi corong kepentingan politik tertentu, sehingga menutup akses publik mendapat informasi yang berimbang”, tukas Ramadhan.
Sementara itu Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan, Bekti Nugroho, menyampaikan bahwasanya KPI menginginkan pemilu berjalan dengan jujur dan adil. Untuk itu aturannya juga harus adil dan fair, tegas Bekti. “Karena ini merupakan penggunaan frekuensi, maka seluruh partai politik harus mendapatkan kesempatan yang sama”, tambahnya. Bahkan aturan ini juga dapat mengembalikan marwah partai politik dan lembaga penyiaran kembali kredibel, serta rasa keadilan masyarakat tidak tercabik-cabik.
Komisioner KPI Pusat lainnya yang juga hadir dalam RDP adalah Fajar Arifianto, Amiruddin, Rahmat Arifin dan Agatha Lily. Hal lain yang kembali ditegaskan oleh Komisi I adalah tentang tugas pokok dan fungsi KPI dalam mengawasi lembaga penyiaran. “Ada atau tidak ada pemilu, Undang-Undang Penyiaran dan P3 & SPS tetap berlaku, demikian juga draf yang nanti disahkan tentang pengaturan pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik yang merupakan derivasi dari P3SPS”, pungkas Mahfudz Siddiq.
Jakarta – Program Siaran “Eat Bulaga! Indonesia” yang tayang di stasiun SCTV diberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis kedua oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat karena ditemukan telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012. Sebelumnya program ini telah mendapatkan teguran pertama pada 26 September 2012.
Tayangan pada 20 November 2013 pukul 15.57 WIB telah menampilkan perlombaan menyanyi karaoke, dimana para peserta yang mengikuti lomba tersebut saat bernyanyi mendapat tantangan dengan cara ditakut-takuti menggunakan binatang seperti ular dan ulat sehingga peserta tersebut berteriak ketakutan. Selain itu, Hal tesebut dilakukan di hadapan para penonton studio yang sebagian besar adalah anak-anak berseragam Sekolah Dasar.
Dalam surat No. 776/K/KPI/11/13 yang ditandatangani Judhariksawan. Ketua KPI Pusat, memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar P3 Pasal 14 dan Pasal 21 serta SPS Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 37 ayat (4) huruf a. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan anak dan remaja serta penggolongan program siaran.
Selain pelanggaran di atas, KPI juga telah melakukan pemantauan dan menemukan pelanggaran sejenis lainnya pada program tersebut yang tayang tanggal 1 hingga 21 November 2013. red
Palembang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Selatan menyelanggarakan Seminar “Posisi KPI dalam Proses Digitasasi Penyiaran”. Hadir sebagai narasumber Azimah Subagijo (KPI Pusat), M. Riyanto Rasyid (Corporate Secretary KompasTV), dan Syafik Gani (General Manager PalTV). Kegiatan ini membicarakan tentang tindakan yang harus dilakukan agar proses digitalisasi penyiaran tidak menghasilkan banyak residu yang merugikan masyarakat banyak.
Azimah Subagijo menyampaikan, “Ada 3 opsi yang bisa dipilih. Pertama, Kemenkominfo mengajak stakeholder penyiaran termasuk KPI untuk memberi masukan dan persepektif dalam pembuatan peraturan digitalisasi penyiaran. Kedua, mendesak peraturan digitalisasi penyiaran yang lebih tinggi dari Peraturan Menteri yaitu Perppu agar tidak terjadi kekosongan hukum dalam proses digitalisasi penyiaran. Ketiga, mendesak DPR RI dapat menyelesaikan UU Penyiaran yang baru, namun dengan visi yang lebih jauh ke depan agar UU Penyiaran dapat eksis pada era teknologi yang lebih berkembang”. Menyikapi pernyataan yang dirilis oleh Humas Kemenkominfo, Gatot Dewa Broto, Azimah menyatakan, “Peraturan digitalisasi ini memang harus segera dibuat untuk menghindari emisi buruk yang terjadi akibat digitalisasi yang sudah terlanjur berjalan tanpa memperhitungkan aspek bisnis dan sosiologis. Penekanan dalam peraturan digitalisasi penyiaran adalah perlindungan pada hak negara dan masyarakat agar tidak menjadi korban akibat proses alih teknologi.”
Senada dengan itu M. Riyanto menambahkan bahwa digitalisasi penyiaran bukan hanya proses alih teknologi namun ada perubahan sosiologis yang terjadi akibat alih teknologi tersebut. Bukan hanya mengganti perangkat namun juga mengganti kebiasaan, sikap, dan mental. Digitalisasi penyiaran juga harus memperhatikan aspek bisnis yang akan berubah akibat alih teknologi. Teknologi ini tidak bisa dipaksakan untuk diimplementasikan di seluruh Indonesia dengan perlakuan yang sama. Harus ada kajian-kajian yang lebih mendalam untuk mengimplementasikan digitalisasi di Indonesia.
Kemudian lembaga penyiaran pun tidak punya pilihan selain menunggu peraturan pengaturan digitalisasi. Demikian disampikan oleh Syafik Gani dari PalTV yang hadir sebagai narasumber dan diamini oleh lembaga penyiaran lainnya.
KPI mendesak Kemenkominfo mendengarkan stakeolder penyiaran dalam pembuatan peraturan digitalisasi penyiaran. Kemenkominfo tidak bisa hanya mengakomodasi peraturan dari aspek teknis infrastruktur saja namun juga harus memperhitungkan aspek bisnis dan sosial yang terjadi akibat digitalisasi penyiaran. Masyarakat adalah end user penyiaran sehingga peraturan yang dibuat harus memperhatikan perlindungan terhadap masyarakat. Negara juga jangan terus menerus didikte oleh kemajuan teknologi. Menindaklanjuti kegiatan ini KPID Sumatera Selatan akan mengadakan lokakarya mengenai kesiapan Sumatera Selatan dalam menghadapi digitalisasi penyiaran.
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Seharusnya semua film tersebut diatas sudah tayang di bioskop Indonesia antara bulan Maret sampai bulan Mei sekarang. Alasannya belum tayang di bioskop apa?! Saya lihat di daftar tunggu tayang di website bioskop XXI ternyata yang memenuhi daftar tersebut film dalam negeri, bukannya saya ga suka film dalam negeri, tapi kalau dilihat jenis film2nya ya itu-itu saja genre yang di sajikan ga ada variasi yang lain jadinya monoton, imbasnya cuma ngajarin anak2 muda dalam hal percintaan saja ga ada sebuah film yang mengajari bagaimana caranya untuk bertahan hidup dimasa yang akan datang yang tentunya tidak semakin baik tapi semakin sulit dan berat. Tidak ada sama sekali film dalam negeri yang mengajarkan hal seperti itu. Meskipun kita tidak tahu apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang tapi kita harus menyiapkannya dari sekarang. Hal ini sama saja pembodohan generasi kita. Bagaimana tidak produser dan timnya tidak mau mengeluar modal yang besar tapi maunya untung yang besar. Kenapa film boxoffice selalu penuh dan ditunggu2 oleh penontonnya karena mereka mau mengeluarkan modal yang besar dan tim yang hebat dan tidak asal-asalan dalam membuat film, hal seperti itu yang kurang dari para pembuat film di dalam negeri. Apakah para anggota KPI ini tidak pwrnah menonton film yang ditayangkan. Lihatlah tayangan di televisi mana yang mengajarkan hal baik dan buruk, janganlah jadi katak dalam tempurung, lihatlah keluar seperti apa yang tayangan di luar, tentunya dari situ tau mana yang pantas untuk ditayangkan. Seperti sinetron2 yang ditayangkan saat ini peaan apa yang disuguhkan, dengan pembuatan film yang kurang bagus. Apa karena uang sehingga film2 seperti itu bisa tayang?!! Kalau iya berarti percuma ada KPI, semua dipwrbusak oleh uang. Maaf kalau tulisan saya menyinggung semua pihak terkait disini.
Ini adalah keluh kesah saya sebagai penikmat film dan acara televisi, tapi itulah yang terjadi saat ini, miris saya Melihatnya.
Pojok Apresiasi
Prawira Hendrik
MNCTV,antv,GTV Tidak Mendidik
Seperti:
- Sepatu Super(MNCTV)
- Adit Sopo Jarwo(MNCTV)
- Spongebob Squarepants(GTV)
- Watch Car The Movie(GTV)
- Karma Baik(antv)
- Karma The Series(antv)
- Shiva(antv)
- Pesbukers(antv)
- Oh Mama Oh Papa(antv)
Sebaiknya Ganti TV Lainnya.