Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  akan melaksanakan Rapat Pimpinan (Rapim) 2014. Pertemuan itu akan mengevaluasi seluruh penyiaran sepanjang pelaksanaan Pemilu 2014. Evaluasi atas tayangan lembaga penyiaran dan memberikan catatan untuk perbaikan pada tahapan regulasi penyiaran ke depan.

Rapim KPI adalah kegiatan  yang diselenggarakan setiap tahun. Acara yang mempertemuan seluruh pimpinan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dan Sekretariat KPID dari 33 provinsi di seluruh Indonesia. “Agenda penting Rapim di antaranya untuk menetapkan desain dan strategi KPI untuk menjamin publik dalam mendapatkan informasi yang benar. Maka diperlukan langkah dan sinergi kelembagaan antara KPI Pusat dan Daerah bersama dengan pemerintah dan lembaga penyiaran,” ujar Ketua KPI Pusat Judhariksawan.

Ada beberapa isu dan tema yang dibahas dalam Rapim KPI 2014. Di antaranya tentang netralitas dan keberimbangan informasi lembaga penyiaran, review revisi Undang-undang Penyiaran, isu digitalisasi penyiaran, standarisasi kompetensi profesi dan korporasi penyiaran, dan inisiasi pembentukan lembaga ratting alternatif bagi televisi.

Menurut Judha, pembahasan netralitas dan keberimbangan siaran lembaga penyiaran sangat penting, karena frekuensi yang digunakan lembaga penyiaran adalah milik publik yang dipinjamkan. Selain itu, pembahasan netralitas ini juga sebagai bentuk evaluasi usai pelaksanaan Pemilu 2014.

Dalam pelaksanaan Pemilu 2014, dalam catatan KPI terjadi polarisasi di lembaga penyiaran. Polarisasi itu terlihat dari tayangan yang menujukkan afiliasi dengan partai politik dan salah satu pasangan calon presiden. “Dengan kondisi seperti ini, apakah lembaga penyiaran bisa bersikap netral melalui informasi yang disampaikan kepada publik? Hal ini perlu dievaluasi secara menyeluruh, mengembalikan tugas , peran dan fungsi lembaga penyiaran sebagai media yang berpihak kepada publik , bukan ke salah satu peserta pemilu,” ujar Judha.

Rapim KPI 2014 juga akan membahas isu digitalisasi dan persiapan Penyiaran Indonesia dalam menyambut ASEAN Economic Community 2015. Hal ini menuntut kompetensi unggul dari profesi penyiaran. Masuknya pekerja asing dalam ranah penyiaran harus disikapi secara bijaksana. Bilamana ruang produksi isi siaran terbuka, maka kemungkinan terjadinya penyebaran gagasan dan ideologi yang tidak sesuai sangat mudah dilakukan. “Sehingga dibutuhkan kesadaran dan kearifan kebangsaan para penyelenggara penyiaran yang diberikan mandat dan amanah oleh Negara untuk menggunakan spektrum frekuensi,” ungkapnya.

Judhariksawan menyampaikan, pelaksanaan Rapim berlangsung dari Selasa – Kamis, (1- 4 September 2014) di Hotel Mercure Ancol, Jakarta.  Tema Rapim KPI mengambil tajuk, “Mewujudkan Lembaga Penyiaran yang Netral dan Independen Untuk Menjamin Masyarakat Memperoleh Informasi yang benar dan Berkualitas”.

“Sepanjang keberadaan KPI sejak 2004, ini pertama kalinya Presiden membuka acara Rapim KPI. Ini berarti tanda adanya perhatian Presiden pada dunia penyiaran dan memiliki peran dan posisi strategis dalam kehidupan berbangsa,” kata Judhariksawan.

Jawa Tengah - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah menyelenggarakan kegiatan "Peningkatan Kapasitas SDM Penyiaran". Peserta acara terdiri dari perwakilan lembaga penyiaran se-Solo Raya. Acara berlangsung di Hotel Agas, Surakarta selama dua hari, 28-29 Agustus 2014.

Adapun pemateri dalam kegiatan itu, Komisioner KPI Pusat Agatha Lily dengan moderator Komisioner Bidang Kelembagaan KPID Jawa Tengah Setiawan Hendra Kelana. 

Dalam paparannya, Agatha Lily menjelaskan, bahwa audiens terbentuk karena adanya respon terhadap isi siaran media. Selain itu juga karena adanya upaya media untuk melayani sejumlah individu atau kelompok yang tersebar di masyarakat. "Ada audiens yang pasif, aktif bahkan interaktif sehingga dampak media pun beragam," kata Lily. 

Lebih lanjut Lily menerangkan, untuk membentuk penyiaran yang berkualitas dan sehat tidak cukup hanya dengan mengandalkan KPI dalam menegur atau menghentikan sebuah program acara. Menurut Lily, peran masyarakat juga dibutuhkan, juga perlunya pemahaman bersama dari seluruh stakeholder penyiaran. 

Dalam penjelasannya, Lily memberikan contoh-contoh tayangan dan siaran yang melanggar P3 dan SPS, mulai dari jenis acara berita, hiburan, tayangan kartun anak, dan juga acara candaan dan lirik lagu yang tidak pantas yang disiarkan televisi dan radio. 

Dalam sesi tanya jawab dengan peserta, pernyataan Lily disambut dengan dukungan dari peserta dalam mendukung KPI menghentikan program-program acara jenis canda dan joget yang berlebihan. Selain itu juga mendukung isi siaran lebih banyak diisi dengan acara untuk hiburan dan pendidikan keluarga. 

Di akhir acara, Setiawan Hendra Kelana menambahkan, kegiatan itu diharapkan agar lembaga penyiaran yang ada di Jawa Tengah, khususnya di Solo Raya semakin profesional. Sehingga lembaga penyiaran bisa menyajikan siaran yang sehat dan bermanfaat untuk masyarakat dan tercapainya audiens yang berkualitas. (MRJ)

Nusa Dua - Dalam era teknologi informasi saat ini, media memiliki peran penting dalam distribusi informasi. Selain mengawasi kinerja pemerintah media dapat peran sebagai pendorong kebijakan publik dan ikut serta dalam pemberdayaan masyarakat. 

Hal itu dikemukakan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam Global Media Forum di Nusa Dua, Bali, Selasa, 26 Agustus 2014. Menurut Judha, media memiliki hubungan yang reflektif dengan masyarakat, baik karena dipengaruhi atau mempengaruhi.       

Media juga memiliki peran penting dalam konteks demokrasi, menurut Judha, bahkan arah kebijakan politik media memiliki posisi penting dan disebut sebagai pilar keempat demokrasi. "Karena itu media harus diletakkan dalam posisi yang ideal dalam menguatkankan sistem demokrasi, pendidikan, pembentukan watak dan jati diri bangsa, hingga kesatuan nasional," kata Judha.

Memiliki posisi yang stategis dalam alam demokrasi, bagi Judha, media juga harus dituntut profesional dalam menjalankan tugasnya, yakni mengabarkan kebenaran, netral, dan menyajikan informasi untuk menjadikan masyarakat kritis terhadap media itu sendiri.

Jakarta - Rapat Pimpinan (Rapim) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2014, besok, Selasa, 2 September 2014 akan dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pembukaan akan berlangsung di Istana Negara, Jakarta. Sedangkan untuk pelaksanaan Rapim akan berlangsung di Hotel Mercure, Ancol.

Komisioner KPI Pusat Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan pembukaan Rapim oleh Presiden dipastikan setelah berkoordinasi Kantor Sekretariat Negara sejak minggu lalu. Dari jadwal yang sudah disiapkan, menurut Fajar, acara pembukaan akan berlangsung pukul 10.00 – 11.00 WIB.  

“Dalam pembukaan nanti, selain peserta Rapim dan komisioner KPI Daerah, KPI juga mengundang sejumlah lembaga negara seperti DPR RI, Kementerian Koordinator dan jajarannya, Direktur Lembaga Penyiaran, Ketua Asosiasi Lembaga Penyiaran, para steakholder penyiaran, dan mitra kerja utama KPI lainnya,” kata Fajar di Jakarta, Senin, 1 September 2014.

Tahun ini adalah kali pertama Presiden SBY membuka resmi acara Rapim KPI. Menurut Fajar, sejak keberadaan KPI sejak 2004 sampai 2014, baru pada tahun ini acara KPI diresmikan oleh peimpinan negara. “Sebelumnya pada Rakornas KPI pada April 2014 di Jambi dibuka oleh Wakil Presiden dan bersyukur kali ini Presiden berkesempatan membuka Rapim KPI di Istana Negara.”

Sebagai informasi, Rapim adalah kegiatan  yang diselenggarakan KPI setahun sekali. Acara ini adalah pertemuan seluruh pimpinan KPI dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) serta Sekretariat KPID dari 33 provinsi di seluruh Indonesia untuk membicarakan dinamika penyiaran di tanah air.

“Agenda penting Rapim di antaranya untuk menetapkan desain dan strategi KPI untuk menjamin publik dalam mendapatkan informasi yang benar. Maka diperlukan langkah dan sinergi kelembagaan antara KPI Pusat dan Daerah bersama dengan pemerintah dan lembaga penyiaran,” ujar Fajar.  

Adapun agenda dan tema bahasan Rapim KPI, netralitas dan keberimbangan informasi lembaga penyiaran, review revisi Undang-undang Penyiaran, isu digitalisasi penyiaran, standarisasi kompetensi profesi dan korporasi penyiaran, dan inisiasi pembentukan lembaga ratting alternatif bagi televisi.

Banyuwangi- Masyarakat perlu mendapatkan pendidikan dalam menghadapi era media yang begitu dahsyat. Akses informasi yang demikian mudah menyebabkan masyarakat kebanjiran informasi yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk itu pemerintah-pemerintah di daerah harus segera tanggap melihat dampak negatif yang dihasilkan dari media yang saat ini sudah terjadi di kota-kota besar. Demikian disampaikan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, dalam sambutan kuncinya pada Workshop pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Banyuwangi (25/8).

Banyuwangi sendiri, menurut Abdullah, sudah mempersiapkan regulasi-regulasi untuk menangkal dampak negatif media, salah satunya dengan Peraturan Daerah (Perda) Ketertiban Umum yang baru disahkan. Abdullah menuturkan, belum lama terjadi kasus pemerkosaan anak di bawah umur yang ketika dipelajari penyebabnya adalah jauhnya anak dari orang tua karena bekerja menjadi TKI dan TKW, serta akses media yang mudah dijangkau oleh anak-anak.

Saat ini pemerintah Banyuwangi sudah menyiapkan sarana internet yang sudah dibebaskan dan muatan pornografi. Hal ini ujar Abdullah, sebagai usaha kompetisi pemerintah dengan warnet-warnet yang tumbuh subur di tengah masyarakat dan berpotensi mengganggu ketertiban. Selain itu, pemerintah Banyuwangi juga memberikan pendidikan penggunaan fasilitas wi-fi pada masyarakat, agar tidak disalahgunakan.

Selain bicara mengenai kekuatan media pada era konvergensi, secara khusus Abdullah menyoroti tentang keberadaan radio komunitas di Banyuwangi yang sangat banyak. “Radio komunitas sudah disalahgunakan fungsinya hingga menjadi ruang-ruang karaoke baru di udara, dan mengganggu ketertiban,” ujarnya.  Padahal Banyuwangi sendiri saat ini tengah berbenah untuk mencegah munculnya imbas negatif dari media yang saat ini sudah merebak di kota-kota besar.

Abdullah juga menjelaskan beberapa regulasi di daerahnya yang sempat mendapat kritikan dan ancaman tidak masuknya investasi. Diantaranya larangan bisnis karaoke tertutup dan larangan pendirian hotel-hotel melati. “Bisnis-bisnis seperti model karaoke itu memang cepat menghasilkan untung!”, ujarnya. Namun efek sosial yang muncul dan harus ditangani memiliki harga yang jauh lebih besar. Penutupan klub-klub malam di Banyuwangi juga bukan semata sebagai penjaga moral masyarakat, tapi juga mencegah peredaran narkoba da obat-obatan terlarang, tegasnya.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.