Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan terima kasih pada masyarakat Indonesia yang ikut berpartisipasi dalam Uji Publik dengan memberikan catatan dan masukan (kepada KPI terhadap program siaran dari 10 televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional, yang berakhir 31 Januari lalu. Partisipasi masyarakat yang disampaikan melalui surat elektronik tersebut mencapai 5.750 surat, baik yang disampaikan secara perorangan ataupun lembaga. Dari surat elektronik tersebut, KPI menerima kritikan, saran hingga apresiasi atas tayangan 10 (sepuluh) televisi swasta yang bersiaran jaringan secara nasional. Hingga saat ini, data partisipasi masyarakat ini masih diolah lebih detil, mengingat nantinya akan menjadi salah satu pertimbangan dalam proses Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) antara KPI dengan stasiun televisi.

Dalam proses perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) ini, KPI akan memberikan fokus penilaian di aspek program siaran yang didasarkan pada dua hal, yakni; 1. kepatuhan stasiun televisi pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS),  2. implementasi program lokal dalam sistem stasiun jaringan (SSJ).
Untuk kepatuhan pada P3 & SPS, evaluasi KPI terkait hal ini didasarkan pada 3 (tiga) komponen yaitu:
1.    Rekapitulasi sanksi yang dijatuhkan KPI kepada setiap televisi selama 10 (sepuluh) tahun terakhir.
2.    Penilaian dari tim panel ahli
3.    Masukan  masyarakat yang menjadi bagian dari verifikasi faktual secara sosiologis di masyarakat.

Terkait implementasi SSJ oleh 10 (sepuluh) televisi itu, KPI mengevaluasi relay dari stasiun induk maksimal 90 (sembilan puluh) persen. Sementara anggota jaringan memiliki kewajiban menyiarkan program lokal minimal 10 (sepuluh) persen. Atas implementasi program lokal dalam SSJ ini, KPI sudah melakukan evaluasi berdasarkan data Juni-Agustus 2015. Pada proses perpanjangan izin ini, KPI mendorong televisi untuk memperbaiki implementasi program lokalnya dalam SSJ. Hal ini dikarenakan ke-sepuluh televisi tersebut, berdasar data Juni-Agustus 2015, belum ada yang memenuhi regulasi.

Hingga Februari 2016 ini, KPI sudah melakukan verifikasi administratif dan faktual terhadap semua 10 (sepuluh) stasiun televisi tersebut. Agenda selanjutnya adalah Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk mengeluarkan Rekomendasi Kelayakan (RK). Selanjutnya, bagi televisi yang mendapatkan RK akan diikutkan dalam Forum Rapat Bersama (FRB) antara KPI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati menayangkan iklan produk yang ditujukan bagi khalayak dewasa. Pasalnya, KPI mendapatkan penayangan iklan untuk khalayak dewasa yakni iklan “Tongli” (iklan suplemen yang dapat meningkatkan stamina lelaki) dengan muatan yang tidak layak atau tidak pantas. KPI Pusat juga meminta untuk mengubah konten iklan tersebut sehingga tidak menyalahi ketentuan yang berlaku. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat imbauan yang ditandatangani Ketua KPI Pusat Judhariksawan ke seluruh lembaga penyiaran televisi, Kamis, 11 Februari 2016.

Menurut penjelasan di surat imbauan KPI, iklan “Tiongli” menampilkan seorang pria dewasa yang melakukan gerakan vulgar dengan dikelilingi beberapa wanita. Selain itu terdapat muatan jingle dengan lirik, “Oh, Bang Otong pengen hebat kayak Bruss Li, dipanggil-panggil eh Bang Otong sudah berdiri…”. KPI Pusat menegaskan muatan tersebut dinilai tidak pantas/layak.

Dalam edaran tersebut, KPI Pusat mengingatkan seluruh lembaga penyiaran bahwa iklan produk yang ditujukan bagi khalayak dewasa wajib ditayangkan pada jam tayang dewasa yakni pukul 22.00-03.00 waktu setempat. Selain itu lembaga penyiaran juga wajib memperhatikan muatan iklan, seperti lirik lagu, narasi, ataupun adegan, yang disiarkan agar tidak bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. ***

 

Jakarta – TV 5Monde Asie menyatakan akan berkomitmen mengikuti aturan penyiaran yang berlaku di Indonesia. Hal itu disampaikan perwakilan TV 5Monde Asie dalam pertemuan dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Kamis sore, 4 Februari 2016. Pertemuan ini difasilitasi oleh Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Dalam pertemuan tersebut, TV 5 Monde Asie didampingi empat Duta Besar antara lain Duta Besar Perancis Corinne Breuzé, Duta Besar Kanada Donald Bobiash, Duta Besar Kerajaan Belgia Patrick Hermann dan Duta Besar Swiss Yvonne Baumann. KPI diwakili langsung Ketua KPI Pusat Judhariksawan dan Komisioner KPI Pusat Agatha Lily. Sementara itu, dari Kominfo hadir Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemkominfo Kalamullah Ramli dan jajaran.

Di awal pertemuan, Dubes Perancis Corinne Breuze menyampaikan harapan agar siaran TV 5 Monde Asie dapat kembali bersiaran di Indonesia. Harapan ini dilandasi kebutuhan mereka akan informasi terkait negara asal mereka yang menggunakan bahasa Perancis.

Hal senada juga disampaikan Duta Besar Kanada untuk Indonesia, Donald Bobiash. Menurut Dia, Kanada menggunakan dua bahasa resmi yakni bahasa Inggris dan Perancis sebagai bahasa sehari-hari. Karena itu, adanya siaran TV 5 Monde Asie di Indonesia sangat berarti dan dibutuhkan oleh komunitas yang berbahasa Perancis.

Sementara itu, Ketua KPI Pusat Judhariksawan menjelaskan kronologi pihaknya yang meminta lembaga penyiaran berlangganan (LPB) untuk tidak menayangkan siaran TV 5 Monde Asie mulai 1 Juli 2015 lalu. “Dalam siarannya kami menemukan tayangan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai agama dan budaya Indonesia,” tuturnya.

Dalam Standar Program Siaran (SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  pasal 57 menyebutkan larangan bagi saluran-saluran asing dalam program siaran berlangganan, menampilkan hal-hal berupa ketelanjangan atau penampakan alat kelamin, adegan persenggamaan, kekerasan seksual, hubungan seks antarbinatan secara vulgar, kata-kata cabul, peristiwa kekerasan, peristiwa dan tindakan sadis, serta adegan memakan hewan dengan cara yang tidak lazim. 

Judha menegaskan, setiap program acara yang tayang di Indonesia harus mematuhi aturan penyiaran yang berlaku di Indonesia yakni Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. “Tayangan apapun boleh saja bersiaran, asal mengikuti rambu-rambu yang berlaku di sini. Kami hanya minta itu,” tandasnya.

Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat menyesalkan persoalan ini sampai pada tingkat Duta Besar. Menurutnya, komunikasi yang dijalin antara KPI Pusat dengan TV 5 Monde Asie sudah cukup baik. “Mereka hanya diminta buat komitmen saja,” tandasnya.

Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily mengatakan, aturan siaran yang ada di P3SPS sudah sangat jelas mengatur hal-hal yang boleh dan tidak disiarkan. Karena itu, agar TV5Monde Asie dapat tetap bersiaran di Indonesia harus menyesuaikan muatan siarannya dengan regulasi penyiaran yang ada di Indonesia. “Saya juga menyambut baik komitmen TV 5 Monde Asie untuk ikut regulasi siaran di Indonesia. Kami menunggu komitmen tersebut secara resmi,” katanya usai pertemuan tersebut. ***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berupaya mengaktifkan kembali penggunaan bahasa isyarat dalam program siaran di semua lembaga penyiaran televisi yang berjaringan secara nasional. Keinginan tersebut mencuat dalam pertemuan bertajuk fokus grup diskusi (FGD) dengan tema “Translasi Materi Program Siaran TV ke dalam Bahasa Isyarat” yang dihadiri perwakilan lembaga penyiaran, yayasan tunarungu, guru-guru Sekolah Luar Biasa (SLB), tranlator bahasa isyarat, dan stakeholder terkait lainnya, Rabu, 10 Februari 2016. Saat ini, hanya lembaga penyiaran publik TVRI yang masih bertahan menyisipkan penerjemahan bahasa isyarat dalam program acaranya.

UU Penyiaran menjamin bahwa hak memperoleh informasi adalah hak mutlak bagi setiap warga negara tanpa memandang kelompok Jaminan ini harusnya juga diberikan kepada mereka yang memiliki disabilitas seperti tuna rungu.

Komisioner KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin di awal pertemuan menyampaikan, dari 15 stasiun TV yang berjaringan nasional dan bersiaran selama 24 jam yang terpantau KPI hanya satu TV yang menyiarkan bahasa isyarat. Padahal, pasal 39 ayat 3 UU Penyiaran No.32 tahun 2002 menyatakan jaminan akan hak informasi dengan ketersediaan penerjamahan. Sayangnya, pasal dalam UU tersebut tidak tegas mewajibkan alias boleh dilakukan atau pun tidak.

“Namun dalam aturan yang dibuat KPI, kita menjamin hak-hak tersebut di dapatkan kelompok-kelompok yang dimaksud. Karena itu, kita mengundang semua lembaga penyiaran televisi untuk membicarakan hal ini,” kata Rahmat di depan peserta diskusi yang hadir di ruangan rapat utama KPI Pusat.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan, diskusi ini merupakan kelanjutan dari acara yang diadakan Kementerian Sosial. Dari acara tersebut disimpulkan bahwa penggunaan penerjemah bahasa isyarat untuk acara di TVRI harus dipertahankan. Pada tahun 1994, TVRI, RCTI, SCTV dan TPI menyiarkan penerjemahan dengan bahasa isyarat. “Kami ingin stasiun televisi swasta juga dapat menyiarkan bahasa isyarat dalam siarannya,” harap Idy.

Pernyataan senada juga disampaikan Koordinator bidang Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat Agatha Lily. Menurutnya, semua pihak termasuk lembaga penyiaran harus peduli terhadap saudara kita penyandang disabilitas tersebut. “Bermula dari ruangan ini, kita berharap lembaga penyiaran televisi berkomitmen untuk kembali menyiarkan penggunaan bahasa isyarat,” kata Lily.

Di tempat yang sama, Direktur Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, Kementerian Sosial (Kemensos) Nahar menyampaikan bahwa penggunaan bahasa isyarat dalam siaran sangat  diperlukan penyandang disabilitas. Bahasa isyarat diibaratkan jembatan bagi mereka memahami maksud dari isi siaran. “Jangan sampai terjadi ketidakpahaman dalam mentransferkan pesan. Ini bukan hanya persoalan mereka, tapi juga menjadi persoalan kita. Hak mereka harus kita perhatikan. Mari kita berbuat lebih baik untuk mereka,” papar Nahar penuh harapan.

Dalam kesempatan itu, Rahmita, perwakilan asosiasi mengharapkan TV swasta dapat menyediakan fasilitas bahasa isyarat bagi penyandang tunarungu. Pemenuhan bahasa isyarat di TV dapat berupa bahasa isyarat dan running text. Harapan yang sama juga disampaikan Surya Sahetapy, Hakim (Persatuan Tuna Rungu Indonesia), dan Bambang (Gergatim).

Sementara itu, perwakilan lembaga penyiaran yang hadir dalam diskusi menyatakan perlunya dibuat payung hukum atau regulasi dari pemerintah yang mencantumkan kewajiban penggunaan bahasa isyarat dalam siaran. Seperti yang disampaikan Dea dari RCTI, Eko dari Kompas TV. Irvan dari ANTV, dan Henny dari Metro TV.

Di akhir pertemuan itu, Wakil Ketua KPI Pusat mengatakan pihaknya akan segera mengeluarkan surat edaran bagi lembaga penyiaran televisi untuk menyiarkan penggunaan bahasa isyarat dalam siarannya. Penggunaan bahasa isyarat tidak diarahkan untuk program tertentu tapi lebih kepada mengawalinya pada program apa. “Kami tunggu aksi nyata teman-teman di lembaga penyiaran,” tandas Idy. ***


Jakarta - Terkait dengan rencana revisi UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berdasarkan evaluasi penyelengaraan Pilkada serentak 9 Desember lalu yang dianggap kurang semarak, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengusulkan agar pasangan calon diberikan juga hak untuk beriklan asalkan dalam batasan serta koridor yang jelas dan tegas.

“Itu hasil kajian kami setelah berdiskusi dengan sejumlah KPI Daerah. Banyak pertimbangan yang melatarinya, termasuk parisipasi pemilih yang agak menurun. Kalau dibandingkan dari sisi media, memang lebih semarak pileg dan pilpres, namun lebih tertib di pilkada. Bagaimana kita bisa menggabungkan pilkada yang semarak di media namun juga tertib,” kata Idy Muzayyad, Wakil Ketua KPI Pusat.

Menurut KPI, pembatasan iklan kampanye oleh KPU atas pembiayaan dari APBD ternyata sangat memberatkan. Keterbatasan anggaran seringkali menjadikan jangkauan sosialisasi melalui iklan tidak maksimal. “APBD yang terbatas berakibat kepada terbatasnya kemampuan KPU untuk mengiklankan pasangan calon dengan jangkauan media yang lebih banyak dan coverage yang lebih luas. Ini bukan salah KPU, tapi memang anggarannya terbatas,” kata Idy.

Bahkan Idy juga menemukan terjadi perbedaan yang signifikan antara satu daerah dengan daerah yang lain dalam hal penganggaran APBD untuk keperluan iklan pasangan calon. Di sejumlah daerah, TV dan radio juga mengeluhkan minimnya kesempatan mereka mendapatkan kue iklan pilkada.

Secara kongkrit, Idy mengusulkan agar pemasangan iklan pasangan calon tidak hanya bisa dilakukan KPU tetapi juga pasangan calon dengan batasan waktu, frekuensi dan durasi yang tegas. Aturan sekarang menyebutkan pemasangan iklan hanya oleh KPU dalam masa 14 hari sebelum masuk masa tenang dengan frekuensi 10 spot  kali 30 detik (TV) dan 60 detik (radio) per hari. 

“Kalau ke depan bisa juga pasangan calon diberikan kesempatan beriklan dengan batasan waktu yang jelas, misalnya dalam 14 hari sebelum masa 14 hari KPU memasang iklan pasangan calon. Jadi iklan bisa satu bulan, setengah bulan oleh KPU setengah bulannya oleh paslon misalnya,” ungkap Idy. Kekhawatiran bahwa kalau pasangan calon diberikan kesempatan beriklan akan terjadi ketidakpastian, itu tidak akan terjadi dengan batasan pengertian kampanye dan waktu pemasangan iklan yang tegas. “Kalau dulu (masa pilpres dan pileg) memang pengertian kampanye kurang tegas, sehingga banyak iklan yang sebenarnya iklan kampanye namun tidak dapat ditindak karena ternyata secara normatif tidak masuk kategori kampanye” tuturnya.

Dijelaskan idy, pengertian kampanye yang sekarang lebih jelas dan luas, karena mengandung unsur mengenalkan dan informasi lain apapun menyangkut pasangan calon sudah termasuk kamapnye. “Asal ada pasangan calon muncul di iklan media itu sudah dapat dikategorikan kampanye yang hanya boleh pada masa yang ditentukan. Ditambah dengan sanksi diskualifikasi yang membuat paslon tidak akan lagi main-main melanggar batasan waktu kampanye,” papar Idy.

Dari sisi keadilan kesempatan mengakses media terutama beriklan, bagi yang tidak berkemampuan lebih sudah difasilitasi oleh KPU. Namun kalau ada yang lebih mampu maka bisa beriklan sendiri sesuai dengan ketentuan. Lebih dari itu, iklan kampanye yang lebih luas itu sebenarnya juga menjadi wahana pendidikan politik bagi publik serta pemenuhan hak informasi pilkada masyarakat.(*)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.