- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 445
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengapresiasi dukungan yang diberikan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), sivitas akademika UMJ dan seluruh pembicara seminar yang hadir terkait kelanjutan proses pembahasan Revisi UU (Undang-Undang) Penyiaran.
Pernyataan ini disampaikan Anggota KPI Pusat, Amin Shabana, usai pelaksanaan Kick Off Konferensi Penyiaran Indonesia dan Seminar Nasional “Opportunnities and Challenges of Indonesian Broadcasting Industry in The Digital Transformation Era”di Auditorium Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK) UMJ, Kamis (04/07/2024) kemarin.
Menurut Amin, dukung dari perguruan tinggi terhadap penguatan kelembagaan KPI menjadi faktor penting karena obyektifitas yang disampaikan melalui kajian akademisi yang ilmiah. “Kami sangat mengapresiasi dukungan ini. Dukungan ini sangat penting karena perguruan tinggi merupakan mitra strategis dalam cakupan akademis. Karena sudah sangat teruji terkait keakuratan masukannya,” katanya
Terkait hal itu, Amin berharap, perguruan tinggi lain yang menjadi mitra KPI ikut mendukung langkah UMJ mendorong keberlanjutan RUU Penyiaran. Revisi UU ini, katanya, menjadi pijakan KPI dalam menjalankan mandat publik.
“Undang-undang Penyiaran saat ini yang dilahir pada tahun 2002 sudah berusia 22 tahun. Sudah begitu lama dan pada saat pembuatannya ketika itu belum dipikirkan soal disrupsi yang memengaruhi hajat dan kehidupan masyarakat,” jelas Amin.
Dia menambahkan, ketika disrupsi makin membesar hal ini tidak diikuti dengan adanya pengawasan. Dinamika inilah yang mendorong perlu adanya pengawasan soal disrupsi dalam RUU Penyiaran.
“Kami juga banyak mendapatkan masukan dari masyarakat termasuk perguruan tinggi soal perlakukan yang sama atau berimbang. Jika negara melakukan pengawasan terhadap media penyiaran meskinya media baru harus ikut diawasi. Negara harus hadir, negara tidak boleh kalah oleh penyelenggara platform media baru,” tegas Anggota KPI Pusat bidang Kelembagaan ini.
Sementara itu, di tempat yang sama, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah menyampaikan, Konferensi Penyiaran ini adalah bagian dari keterbukaan ruang diskusi agar mendapatkan masukan dan pengayaan dari masyarakat terhadap penyiaran. “Penting melibatkan masyarakat. Kami juga melibatkan media dan masyarakat kampus,” katanya.
Melalui konferensi ini, Ubaidillah berharap, KPI Pusat mendapatkan saran dan masukan konstruktif dari masyarakat kampus untuk mengetahui pasal-pasal yang perlu penyesuaian dengan perkembangan zaman dan teknologi, serta yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan.
Menurut Ubaidillah, penguatan kelembagaan merupakan salah satu hal penting karena kondisi KPI khususnya KPI Daerah tidak sehat. Hal itu disebabkan oleh adanya UU tentang Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa urusan penyiaran bukan bagian dari urusan pemerintah daerah.
“Maka dari itu kami baik KPI Pusat maupun Daerah, mendorong agar dilanjutkan terus pembahasan RUU Penyiaran sehingga Undang-Undang yang sudah berusia 22 tahun ini bisa sesuai dengan perkembangan zaman,” tegas Ubaidillah.
Ia juga menerangkan, seminar ini merupakan bagian dari pembuka rangkaian Konferensi Penyiaran Indonesia. Acara ini menjadi tempat untuk masyarakat dan akademisi menyampaikan saran dan masukan.
Sebelumnya, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Ma’mun Murod, mendorong pemerintah, khususnya DPR RI, agar segera membahas RUU Penyiaran. Menurutnya, revisi ini penting dilakukan karena dunia penyiaran semakin berkembang.
“Amandemen UU Penyiaran sampai saat ini masih belum ada tanda berakhir, penyelesaian, atau wujud UU yang baru. Padahal usianya sudah lebih dari 22 tahun,” kata Ma’mun.
Selain itu, pentingnya RUU Penyiaran terkait dengan peneguhan ideologi kebangsaan. Hal ini dilandasi oleh kerisauan Ma’mun terhadap konten-konten negatif yang berasal dari media baru dan platform streaming yang tidak bisa dikontrol.
“Sekarang orang bisa membuat apa saja, yang fitnah, yang adu domba termasuk di dalamnya LGBT dan lain sebagainya. Positioning Muhammadiyah jelas, LGBT tidak bisa dibenarkan. Tetapi dengan tidak adanya UU Penyiaran yang komprehensif, susah sekali kita menghadangnya. Seperti juga tayangan vulgar di platform media sosial lain,” tandasnya. ***/Foto: Agung R