- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 879
Solo - Siaran keagamaan di lembaga penyiaran selayaknya mengedepankan muatan meningkatkan ketaqwaan dan keimanan bagi ummat muslim yang tengah menjalankan ibadah di bulan Ramadan. Salah satunya dengan menyampaikan materi-materi keislaman dengan narasumber yang kompeten dan sudah tersertifikasi oleh lembaga yang berwenang. Sedangkan terkait adanya perbedaan khilafiyah, sebaiknya lembaga penyiaran tidak mengekspos secara berlebihan perbedaan di masyarakat tersebut. Hal ini disampaikan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Ubaidillah, di sela kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang digelar di kota Solo, (14/3).
Kita harus memahami, bahwa Indonesia ini beragam, ujar Ubaidillah. Untuk itu, adanya perbedaan khilafiyah dan furuiyah dalam agama juga harus dihargai, bukan untuk dieksploitasi sebagai materi siaran. Misalnya saja dalam penentuan awal Ramadan tahun ini sudah ada perbedaan dan itu sudah biasa terjadi di masyarakat kita. “Lembaga penyiaran tidak perlu mempertontonkan perbedaan tersebut, karena pada prinsipnya masing-masing organisasi masyarakat punya rujukan dan tuntunan hukum sendiri, yang diperbolehkan dalam agama,” terangnya.
Lebih jauh Ubaidillah berharap, media juga dapat hadir sebagai penjernih atas perbedaan yang terjadi di masyarakat. Bahwa perbedaan ini adalah sunnatullah yang akan terjadi. Termasuk juga jika nanti dalam penentuan 1 Syawal ada yang berbeda, tetap disikapi dengan toleransi dan penghormatan. “Sebagaimana dalil yang ada, Ikhtilaful ummati rahmah,” ujarnya.
Senada dengan hal ini, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari juga mengimbau agar siaran keagamaan di bulan Ramadan berpijak pada pemahaman keislaman masyarakat Indonesia secara umum. “Sehingga, selain menguatkan hubungan kepada Allah pada usaha peningkatan ketaqwaan dan keimanan, juga menguatkan hubungan sesama manusia,” ujarnya.
Abdul Kharis yang hadir sebagai narasumber GLSP berharap, siaran Ramadan di televisi dan radio turut menjaga situasi yang kondusif bagi masyarakat menjalankan ibadahnya secara optimal. “Bagi saya, tidak mungkin mendikte harus konten ini harus konten itu. Tapi silakan saja, asal tidak berseberangan dengan pemahaman sebagian besar umat islam seluruh Indonesia. Sifatnya lebih pada pendalaman apa yang sudah dipahami, kemudian juga memberikan penjelasan bagi mereka yang belum paham,” ujar politisi kelahiran Purworejo, Jawa Tengah. Lebih jauh dia menegaskan, KPI sebagai regulator punya aturan khusus yang harus diikuti lembaga penyiaran dalam pelaksanaan siaran di bulan Ramadan.
Berkaitan dengan hal tersebut, KPI memang telah mengeluarkan surat edaran tentang siaran Ramadan yang berisi lima belas poin arahan bagi televisi dan radio dalam mengelola program siaran di bulan puasa tersebut. Namun demikian, terang Ubaidillah, selain melakukan pengawasan dan pembinaan, KPI juga menyiapkan penghargaan pada program di televisi dan radio yang memiliki semangat menjaga kemuliaan bulan suci. Menurutnya, siaran Ramadan juga harus mengedepankan nilai-nilai silaturahim, toleransi dan kedamaian pasca pemilu dan kita semua tetap guyub dan utuh sebagai satu bangsa.