- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 866
Solo - Lembaga penyiaran diharap menjaga situasi yang kondusif pada bulan Ramadan dengan menghadirkan konten siaran mendukung suasana yang khusyuk bagi masyarakat beribadah. Di bulan ini, televisi dan radio diharapkan menghadirkan siaran religi yang mengedepankan prinsip Islam Rahmatan Lil ‘Alamin yang ada di Indonesia, sehingga sejalan juga dengan usaha peningkatan keimanan dan ketaqwaan di bulan mulia ini. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, usai penyelenggaran kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dengan tema “Menjaga Kemuliaan Ramadan Melalui Kualitas Program Siaran, (14/3).
Pesan dari Abdul Kharis ini, seiring dengan surat edaran yang dikeluarkan KPI Pusat tentang Pelaksanaan Siaran di bulan Ramadan tahun 2024. Dalam sambutan Ketua KPI Pusat Ubaidillah pada GLSP, lembaga penyiaran diharapkan memberi porsi yang lebih besar untuk siaran da’wah pada bulan Ramadan. Sebagai siaran yang menjadi ciri khas program di bulan Ramadan, program da’wah di televisi dan radio diminta menghadirkan narasumber yang kompeten agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Secara khusus, Ketua KPI meminta lembaga penyiaran juga memberi peliputan tentang usaha masyarakat yang marak saat bulan Ramadan. Harapannya, ekspos liputan media dapat membantu peningkatan perekonomian yang bergeliat di bulan puasa sekaligus mendorong pulihnya perekonomian pasca pandemi.
GLSP sendiri, menurut Evri Rizqi Monarshi selaku anggota KPI Pusat bIdang Kelembagaan, menjadi ruang yang mendekatkan masyarakat dengan KPI selaku wakil publik yang juga regulator penyiaran. “KPI juga harus punya strategi agar dalam menjalankan kewenangannya sebagai regulator, tetap berkesesuaian dengan undang-undang agar konten siaran tetap sehat bermartabat sesuai dengan karakter dan budaya bangsa,” ujar Evri, selaku penanggungjawab kegiatan GLSP.
Narasumber yang turut hadir dalam GLSP adalah Tulus Santoso selaku Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Asih Budiastuti dari KPI Daerah Jawa Tengah, serta Natasya Emilia Hidayat yang merupakan finalis AKSI Indosiar. Tulus mengungkap, setidaknya ada lima belas poin perhatian KPI dalam surat edaran tentang siaran Ramadan. Diantaranya tentang ekspos makanan dan minuman pada program kuliner yang diharapkan tidak muncul secara berlebihan dalam konteks penghormatan pada bulan Ramadan. Sedangkan terkait tampilan seksi dari para pembawa acara dan pengisi acara, diharapkan dapat dihentikan sejak bulan Ramadan ini. “Termasuk juga, tampilan laki-laki berpenampilan kewanita-wanitaan. Mudah=mudahan yang seperti tidak muncul lagi, bukan hanya dalam rangka penghormatan pada bulan Ramadan tapi juga perlindungan terhadap anak-anak dan remaja, “ujar Tulus.
Terkait kualitas siaran televisi, KPI berkomitmen penuh untuk menjaga agar konten yang hadir di ruang publik selaras dengan tujuan diselenggarakannya penyiaran. Edukasi kepada publik, seperti GLSP, dilakukan KPI dalam rangka memberi pemahaman terkait hak mereka mendapatkan konten siaran yang positif. Jadi bukan sekedar sanksi yang dijatuhkan pada lembaga penyiaran, guna memaksa mereka memproduksi konten yang aman, ujarnya. Namun juga meningkatkan selera masyarakat atas konten siaran. “Harapannya, jika selera masyarakat membaik, maka program siaran yang berulang kali melanggar regulasi siaran akan hilang dari televisi dan radio,” terang Tulus.
Bagi siaran yang berkualitas, tentu KPI juga akan memberi apresiasi yang dalam setahun digelar tiga kali. Yakni, Anugerah KPI, Anugerah Syiar Ramadan dan Anugerah Penyiaran Ramah Anak. Penganugerahan ini merupakan bentuk penghargaan bagi lembaga penyiaran yang sudah bergiat menghadirkan konten siaran yang berkualitas. Pada kesempatan itu, Tulus juga memaparkan rekomendasi program siaran di bulan Ramadan, dengan acuan penilaian tahun lalu.
Beberapa pertanyaan disampaikan peserta GLSP pada narasumber. Diantaranya mekanisme pengaduan publik kepada KPI, jika menemukan konten siaran yang mengganggu. Pertanyaan lainnya adalah kemungkinan adanya aturan konten di media sosial mengingat adanya peningkatan konsumsi media melalui platform media sosial. Menanggapi hal ini, Abdul Kharis menjelaskan perkembangan penyusunan revisi undang-undang penyiaran yang tengah dibahas Komisi I DPR RI. “Perbedaan mendasar aturan yang tengah disusun dengan undang-undang saat ini adalah memuat pengaturan konten pada media baru,” ujarnya. Harapannya, sebelum usai masa bakti DPR RI periode 2019-2024, revisi undang-undang penyiaran dapat disahkan menjadi undang-undang yang baru.