- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 1509
Cirendeu – Permintaan agar proses pembahasan Revisi UU (Undang-Undang) Penyiaran tetap dilanjutkan bergaung dari kalangan sivitas akademika di Muhammadiyah. Selain keniscayaan, hadirnya UU Penyiaran baru yang komprehensif menyikapi perkembangan penyiaran saat ini menjadi alasan utama.
Demikian disampaikan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Prof. Ma’mun Murod, dalam sambutannya di acara Kick Off Konferensi Penyiaran Indonesia dan Seminar Nasional “Opportunnities and Challenges of Indonesian Broadcasting Industry in The Digital Transformation Era”di Auditorium Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK) UMJ, Kamis (04/07/2024).
Menurutnya, perubahan terhadap UU Penyiaran 2002 sudah sangat lama dinantikan. Sementara perkembangan dunia penyiaran termasuk teknologi komunikasi begitu luar biasa dan massif.
“Padahal usia 22 tahun bukanlah usia yang singkat. Kalau boleh saya meminta dengan sangat kepada Komisi I untuk bisa membincang segera mungkin untuk membahas undang-undang penyiaran baru yang lebih komprehensif menyikapi banyak hal terkait dengan perkembangan penyiaran di Indonesia,” ujar Rektor UMJ.
Alasan lain Prof. Ma’mun Murod menyinggung RUU Penyiaran supaya dilanjutkan berkaitan dengan peneguhan ideologi kebangsaan. Hal ini dilandasi oleh kerisauannya terhadap konten-konten negatif yang berasal dari media baru dan platform streaming yang tidak bisa dikontrol.
“Sekarang orang bisa membuat apa saja, yang fitnah, yang adu domba termasuk di dalamnya LGBT dan lain sebagainya. Positioning Muhammadiyah jelas, LGBT tidak bisa dibenarkan. Tetapi dengan tidak adanya UU Penyiaran yang komprehensif, susah sekali kita menghadangnya. Seperti juga tayangan vulgar di platform media sosial lain,” tegasnya.
“Karena itu, sekali lagi di forum ini, kami berharap, setidaknya kami mewakili kampus Muhammadiyah, untuk penting adanya pembahasan terkait UU Penyiaran yang baru. Supaya komprehensif dan tetap mengedepankan khas Indonesia terkait dengan Pancasila dan UUD 1945,” tambah Prof. Ma’mun Murod.
Di tempat yang sama, Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Prof. Muchlas, menyampaikan pandangan yang senada terkait kelanjutan pembahasan RUU Penyiaran. Bahkan, lanjut dia, momentum akan diselenggarakan Konferensi Penyiaran Indonesia dapat menjadi forum penyampaian masukan terkait produk hukum dalam RUU Penyiaran.
“Ini perlu masukan-masukan yang komprehensif. Tidak hanya dari aspek hukum saja tetapi juga dari aspek-aspek yang lain sosial, budaya, dan psikologis. Juga jangan sampai lupa aspek-aspek perkembangan terkini terkait peluang dan tantangan industri penyiaran di era transformasi digital ini,” katanya.
Dia juga menyoroti perubahan cara mengkonsumsi media dan informasi oleh generasi sekarang. Ini menjadi tantangan yang harus dipikirkan dan menjadi masukan dalam RUU Penyiaran.
Sementara itu, Ketua TV MU, Makroen Sanjaya, ikut mendukung dilanjutkan pembahasan RUU Penyiaran yang semestinya sudah dilakukan sejak lama. Perbedaan perlakuan antara media baru dan media lama menjadi salah satu pertimbangannya. Saya harap ketika merevisi ini harus tepat guna dan tepat sasaran,” katanya.
Makroen juga mendukung KPI untuk mendorong lahirnya lembaga rating alternatif. Menurutnya, hal ini untuk memastikan peratingan program tidak hanya dikuasai satu rating tunggal. “Karena soal rating ini tidak pernah selesai,” tutupnya. ***/Foto: Agung R