Bekasi - Ruang diskusi antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator dengan lembaga penyiaran baik televisi dan radio, selalu terbuka, dalam rangka menjaga sehatnya ruang publik pada ranah penyiaran. Di penghujung tahun 2023, KPI Pusat berikhtiar melakukan perbaikan kualitas penyiaran dengan mengajak pengelola televisi dan radio melihat masalah isi siaran sepanjang 2023. Bagi KPI sendiri, banyaknya sanksi bukanlah sebuah prestasi, justru nol sanksi menunjukkan kepatuhan lembaga penyiaran atas peraturan perundang-undangan yang ada. Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan hal tersebut di awal diskusi “Pencegahan Masalah Isi Siaran pada Lembaga Penyiaran Melalui Pembinaan Tematik” , yang digelar KPI Pusat bersama lembaga penyiaran, (15/12). Forum ini sendiri merupakan usaha KPI mencegah terjadinya pelanggaran isi siaran, selain mengeluarkan surat edaran atau penetapan Peraturan KPI (PKPI). 

Pertemuan ini membahas temuan dan potensi pelanggaran sepanjang 2023, termasuk juga isu-isu penyiaran yang mendominasi. Anggota KPI Pusat sekaligus Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso mengatakan, forum kali ini akan membahas soal pembatasan program siaran asing, siaran bermuatan lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), penggolongan program siaran dan surat tanda lulus sensor (STLS), siaran politik, siaran jurnalistik, siaran iklan dan siaran bermuatan kekerasan dan seksualitas. 

 

Tulus menyinggung masih minimnya program siaran animasi lokal di televisi. Apa yang kemudian menjadi kendala bagi lembaga penyiaran dalam memenuhi ketentuan batasan program siaran asing? tanya Tulus. Menyambut pertanyaan ini, perwakilan lembaga penyiaran menyampaikan pembatasan program siaran asing cukup menyulitkan industri. Produksi animasi dalam negeri saat ini lebih mahal dibanding animasi asing. Ditambah lagi, ketersediaan episode animasi dalam negeri tidak dapat dipastikan. Secara hitung-hitungan ekonomi, program siaran asing memang lebih mudah didapat untuk membantu keberlangsungan industri penyiaran. 

Tulus menilai dominasi animasi asing untuk program anak harusnya dapat dicarikan penggantinya lewat program lokal. “Tidak harus animasi juga, apalagi ternyata biayanya menjadi lebih mahal dari program asing,” ujarnya. Misalnya seperti di Youtube, ada banyak konten anak yang dibuat dari aktivitas bermain mereka sehari-hari tapi muatannya kreatif dan positif. Sehingga tidak harus ambil dari luar dan persentase siaran lokal dari dalam negeri dapat terpenuhi,” ujarnya. 

Masih terkait siaran asing, Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah mengatakan, hadirnya keseimbangan antara program asing dan dalam negeri prinsipnya untuk memberi ruang bagi kreativitas dan inovasi anak negeri yang memproduksi tayangan. Selain itu, kebijakan tentang persentase tayangan program asing dan lokal diatur secara rinci dalam undang-undang penyiaran. “Saya setuju bahwa upaya bersama dari industri, pemerintah, dan masyarakat sangat diperlukan dalam mengatasi tantangan ini dan mendorong pertumbuhan industri animasi lokal,”ungkapnya. Semoga dengan upaya bersama, animasi lokal dapat lebih dikenal dan diapresiasi di tingkat nasional dan internasional. 

Sementara itu, pertanyaan tentang konten LGBT juga disampaikan oleh lembaga penyiaran, termasuk soal regulasi yang memayungi pembatasan tersebut. Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza yang juga hadir menegaskan, prinsipnya promosi LGBT dilarang muncul di televisi. “Hal ini juga melanggar komitmen perlindungan anak dan remaja,” ujarnya. Terkait regulasi yang menjadi sandaran, Aliyah mengungkap hal tersebut diatur dalam Surat Edaran KPI yang dikeluarkan di tahun 2016. Pertemuan juga membahas lebih rinci tentang yang boleh dan tidak boleh soal muatan LGBT di televisi dan radio. Diantaranya penampilan laki-laki bergaya keperempuanan, atau juga menampilkan panggilan-panggilan khusus bagi kelompok tersebut. “Yang pasti promosi LGBT di televisi tidak boleh, termasuk juga konten mengenai transpuan,” ujar Evri Rizqi Monarshi selaku Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan. 

 

Bahasan lain yang juga dimintakan penjelasan kepada KPI adalah soal penggolongan program siaran yang klasifikasinya berbeda antara KPI dan Lembaga Sensor Film (LSF). Perwakilan lembaga penyiaran juga menanyakan soal siaran iklan Keluarga Berencana yang pernah mendapat teguran dari KPI Pusat. Yang terakhir adalah pembahasan materi kekerasan, termasuk adegan berdarah-darah dalam tayangan. Ubaidillah yang pernah menjadi tim pemantauan KPI Pusat mengaku beberapa kali mendapati sebuah film nasional yang isinya penuh dengan kekerasan, kata-kata kasar, dan adegan berdarah. Sekalipun ditayangkan pada waktu tengah malam, KPI tetap menjatuhkan sanksi. Termasuk juga peningkatan sanksi ketika film yang sama ditayangkan kembali namun masih punya muatan kekerasan, meski dengan kadar yang lebih kecil. “Akhirnya, film tersebut diputar lagi dengan adegan yang bersih dari unsur-unsur yang dilanggar. Dari sana kita dapat mengambil pelajaran, ternyata bisa kok dihapus kekerasannya dan penonton tetap mengerti jalan cerita,” tuntasnya. 

 

 

 

 

 

Bekasi - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan selalu hadir sebagai problem solver dari setiap permasalahan sekaligus perekat bagi seluruh insan penyiaran di Indonesia. Hal ini dikarenakan penyiaran memiliki area sendiri dalam menyukseskan hajatan demokrasi, Pemilihan Umum di Indonesia. Sinergi yang baik antara KPI dan penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sangat berkaitan dengan pemanfaatan ruang udara di Indonesia dalam menciptakan iklim demokrasi yang sehat. Untuk itu, KPI harus mempertahankan integritasnya dalam mengawal dunia penyiaran.

Pesan ini disampaikan Abdul Kharis Almasyhari selaku Wakil Ketua Komisi I DPR RI saat membuka kegiatan Pencegahan Masalah Isi Siaran pada Lembaga Penyiaran Melalui Pembinaan Tematik, yang digelar KPI Pusat dengan menghadirkan perwakilan televisi dan radio sebagai peserta kegiatan, (15/12).   Pada kesempatan ini KPI mendiskusikan masalah konten siaran yang mendominasi temuan, aduan ataupun sanksi yang dikeluarkan sepanjang tahun 2023. Anggota KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso mengatakan, setidaknya da tiga kategori bahasan yang akan dibahas. Harapannya, di tahun mendatang, masalah ini sudah clear atau jelas bagi lembaga penyiaran, sehingga pelanggaran pun dapat dihindari. 

Adapun tujuh masalah tersebut tentang siaran jurnalistik, siaran politik, siaran iklan, penggolongan program siaran dan surat tanda lulus sensor (STLS), muatan kekerasan dan seksualitas, program siaran asing dan siaran yang bermuatan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Pada kesempatan ini hadir pula Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza, Koordinator Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) Muhammad Hasrul Hasan, Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Mimah Susanti dan Evri Rizki Monarshi, dan Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah. 

Saat membahas siaran politik, Aliyah mengingatkan tentang prinsip keberimbangan. “Jika mengundang calon anggota legislatif (caleg) dalam sebuah program, harus dapat mengikutsertakan seluruh perwakilan partai politik,”ujarnya. Dia mencontohkan sebuah program yang menghadirkan caleg perempuan dari berbagai partai politik, di salah satu televisi. Menurutnya, hal ini sangat dibolehkan, karena memberi ruang yang sama bagi semua pihak yang ikut jadi kontestan Pemilu. Uraian Aliyah ini menjawab pertanyaan peserta tentang kemungkinan menghadirkan salah satu caleg tanpa perlu menyebutkan asal partai ataupun nomor urut. 

Terkait program siaran jurnalistik, Tulus mengingatkan beberapa prinsip penting yang harus dijaga oleh pelaksana program. Misalnya, urai Tulus, saat meliput peristiwa kecelakaan lalu lintas, pertengkaran berujung caci maki tidak perlu tampil di layar televisi. Kemudian, untuk liputan kebencanaan, sudah saatnya televisi tidak lagi mengeksploitasi kesedihan dan kemalangan. “Kita harus belajar dari negara Jepang yang menjadikan liputan kebencanaan untuk kampanye mengembalikan semangat dan optimisme, bangkit dari musibah,” ujarnya. 

Catatan lain soal siaran jurnalistik juga disampaikan Evri Rizkqi Monarshi. Menurutnya, prinsip perlindungan anak dan perempuan tidak boleh diabaikan. Misalnya saat penggerebekan tempat lokalisasi, ujarnya. Selain itu, Evri mengingatkan kehati-hatian pada penayangan berita harus dilakukan juga saat materi berita diulang untuk program lain di waktu yang berbeda. 

Sementara itu Mimah Susanti menyinggung sanksi yang baru dijatuhkan KPI untuk program infotainment. Menurutnya, lembaga penyiaran seharusnya sudah paham tentang pentingnya program siaran yang bermanfaat. “KPI tidak melihat sisi manfaat dari tayangan yang kami jatuhkan sanksi kemarin,” ujar Santi. Tidak ada pentingnya membawa perseteruan artis di media sosial ke layar televisi, apalagi kalau pembawa acara tidak mengambil peran apapun.  

Pembahasan tentang masalah isi siaran bersama lembaga penyiaran, baik televisi dan radio, menjadi upaya dialogis KPI untuk memberi pemahaman tentang regulasi penyiaran. Harapannya, pengelola program siaran dapat memastikan konten yang hadir di ruang publik sudah sesuai dengan koridor perundang-undangan. Termasuk juga, dalam rangka Pemilu 2024 mendatang, lembaga penyiaran dapat memerankan peran sebagai pemberi informasi yang jernih, valid dan berimbang, demi kualitas demokrasi negeri yang akan menjalankan pestanya dua bulan ke depan. 

 

 

Jakarta -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Ubaidillah mengajak Ikatan Jurnalis Indonesia (IKAJI) untuk mengangkat narasi pemilihan umum (Pemilu) damai. Peran organisasi kewartawanan itu sangat penting dalam memberitakan berbagai informasi sekitar pesta demokrasi.

Pernyataan itu disampaikan Ubaidillah saat hadir dalam acara Deklarasi IKAJI di Gedung RRI, Jakarta Pusat, Rabu (13/12/203). Ubaid mengatakan, dengan jargon Fachrodin berkemajuan, IKAJI tidak perlu malu-malu menunjukkan bahwa organisasi itu lahir dari rahim Muhammadiyah.

Menurutnya, Muhammadiyah bersama NU memiliki peran penting dalam memajukan bangsa Indonesia. Banyak amal saleh dan kegiatan keagaman yang dilakukan. Tentu, berbagai kegiatan keagamaan itu harus didukung dengan pemberitaan, sehingga masyarakat bisa mengetahuinya.

"Ketika masalah Palestina, Muhammadiyah punya kepedulian besar. Itu harus ditopang oleh teman-teman jurnalis," paparnya saat memberikan sambutan, dalam keterangan pers yang diteria. Dia mengatakan, pemberitaan terhadap kegiatan sosial harus terus dilakukan.

Ke depannya, lanjut Ubaid, IKAJI bisa bersinergi dengan KPI dalam berbagai kegiatan. Saat ini, lembaganya hanya berwenang melakukan pengawasi terhadap televisi dan radio. KPI tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi media lain, seperti media sosial.

Sampai saat ini, kata Ketua KPI Pusat ini, belum ada pengawasan khusus terhadap media sosial. Menurutnya, pengunaan media sosial harus diatur, karena banyak sekali masyarakat Indonesia yang memiliki media sosial.

"Hari ini, medsos belum ada pengawasan. Itu harus diatur. Karena setiap pagi, yang kita buka pertama kali adalah HP. Kita ingin melihat ada berita apa hari ini. Maka medsos harus diawasi," ungkap alumnus UIN Syarif Hidayatullah itu.

Ubaid mengatakan, KPI sedang menunggu revisi UU Penyiaran. Dengan harapan, KPI bisa mempunyai keweanngan baru mengawasi media sosial. “Tentu kita perlu kerja sama dengan kampus, IKAJI. Jadi tidak hanya medianya, tapi juga organisasi profesinya,” paparnya.

Dia menambahkan, kondisi industri penyiaran sekarang ini tidak baik-baik saja. Bahkan, ada lembaga penyiaran yang tidak menyuguhkan berita. Sepanjang hari yang disiarkan hanya hiburan. Hal itu jelas menyalahi aturan. Dampaknya, beberapa lembaga penyiaran akhirnya mengurangi tenaga kerja. Lembaga penyiaran harus tetap menyiarkan berita. Apalagi menjelang pemilu seperti saat ini.

Dalam menghadapi Pemilu 2024, Ubaid mengajak IKAJI untuk terus mengusung narasi pemilu damai. Hal tersebut penting dilakukan agar pesta demokrasi lima tahunan itu berjalan dengan lancar dan aman. "Marilah menuju Pemilu 2024, dengan memberitakan narasi damai. Pemilu kegiatan lima tahunan, semoga kita mendapatkan pemimpin terbaik," katanya. Red dari berbagai sumber

 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada program siaran “Intens Reborn” yang tayang di stasiun televisi iNews. Sanksi tersebut tertuang dalam Keputusan KPI Pusat nomor 31 tahun 2023. 

Penjatuhan sanksi diputuskan berdasar pada temuan tim pemantauan KPI Pusat pada program “Intens Reborn” yang tayang 20 November 2023 mulai pukul 13.56 yang menampilkan cuplikan rekaman perseteruan antara Nikita Mirzani dan Dewi Persik. Dalam rekaman ini, Nikita membicarakan gaji pacar Dewi Perssik yang dinilai tidak sesuai dengan kenyataan. Selain itu, diungkap juga oleh Nikita, bahwa Dewi Perssik telah tinggal satu rumah dengan pacarnya tanpa ikatan pernikahan. Catatan lainnya adalah pada program ini tersemat klasifikasi R-BO atau Remaja dengan Bimbingan Orang Tua.  

Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso mengungkap ada beberapa pasal dari Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dilanggar oleh program ini. Diantaranya tentang kewajiban menghormati hak privasi dan kepentingan individu, perlindungan atas kepentingan anak dan remaja, juga ketentuan mengenai penggolongan program siaran. Bahkan, P3SPS juga memuat ketentuan untuk tidak mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik untuk mengungkap secara rinci, aib atau kerahasiaan masing-masing pihak yang berkonflik, ungkapnya. 

Anggota Bidang Isi Siaran KPI Pusat lainnya, Aliyah, juga mengingatkan  prinsip penyelenggaraan penyiaran sebagaimana amanat regulasi. Diantaranya bertujuan terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, serta mencerdaskan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera. Dalam pengawasan konten siaran, ujar Aliyah, KPI juga senantiasa memperhatikan aspek informasi, pendidikan dan hiburan untuk pembentukan moral, kemajuan dan kekuatan bangsa. 

Semua aturan yang dibuat ini, terangnya, bertujuan menjaga ruang siar publik yang aman dari konten negatif, termasuk promosi gaya hidup yang tidak wajar bagi remaja. Lebih jauh dia meminta pengelola iNews mengingat betul prinsip perlindungan anak yang juga berlaku di televisi dan radio. Tayangan yang disematkan klasifikasi R-BO, tetap punya kewajiban tunduk pada ketentuan untuk menyesuaikan muatan, gaya penceritaan dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. “Jangan lupa, P3SPS juga memuat larangan menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya. 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi administratif teguran tertulis kepada program siaran “Uang Kaget Lagi” di MNC TV. Program ini kedapatan menampilkan a.n Liliana Tanoesoedibjo, Chairwoman MNC Group sekaligus Ketua Umum Kartini Perindo (Persatuan Indonesia) pada tanggal 17 November 2023 pukul 19.31 WIB.

Tampilnya a.n Liliana Tanoesoedibjo dalam progam siaran “Uang Kaget Lagi” dinilai telah melanggar empat pasal di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat tegurannya yang telah dilayangkan ke MNC TV, beberapa waktu lalu. 

Anggota KPI Pusat Aliyah, menguraikan pasal-pasal yang dilanggar yakni mengenai kewajiban lembaga penyiaran menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran. “Kemudian, lembaga penyiaran diwajibkan memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik,” tambahnya.

Selain itu, setiap program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan tidak untuk kepentingan kelompok tertentu. Program siaran juga dilarang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan atau kelompoknya.

Anggota KPI Pusat Tulus Santoso menjelaskan, keputusan sanksi teguran ini diputuskan dalam rapat pleno penjatuhan sanksi KPI Pusat. 

“Dari teguran ini, kami meminta MNC TV khususnya dan lembaga penyiaran lain untuk lebih berhati-hati dan memahami aturan penyiaran. Pelanggaran ini bisa diminimalisir jika lembaga penyiaran mengikuti aturan yang ada dalam P3SPS. Kami harap ini tidak terulang kembali,” katanya. ***

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.