- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 5319
Bekasi - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan selalu hadir sebagai problem solver dari setiap permasalahan sekaligus perekat bagi seluruh insan penyiaran di Indonesia. Hal ini dikarenakan penyiaran memiliki area sendiri dalam menyukseskan hajatan demokrasi, Pemilihan Umum di Indonesia. Sinergi yang baik antara KPI dan penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sangat berkaitan dengan pemanfaatan ruang udara di Indonesia dalam menciptakan iklim demokrasi yang sehat. Untuk itu, KPI harus mempertahankan integritasnya dalam mengawal dunia penyiaran.
Pesan ini disampaikan Abdul Kharis Almasyhari selaku Wakil Ketua Komisi I DPR RI saat membuka kegiatan Pencegahan Masalah Isi Siaran pada Lembaga Penyiaran Melalui Pembinaan Tematik, yang digelar KPI Pusat dengan menghadirkan perwakilan televisi dan radio sebagai peserta kegiatan, (15/12). Pada kesempatan ini KPI mendiskusikan masalah konten siaran yang mendominasi temuan, aduan ataupun sanksi yang dikeluarkan sepanjang tahun 2023. Anggota KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso mengatakan, setidaknya da tiga kategori bahasan yang akan dibahas. Harapannya, di tahun mendatang, masalah ini sudah clear atau jelas bagi lembaga penyiaran, sehingga pelanggaran pun dapat dihindari.
Adapun tujuh masalah tersebut tentang siaran jurnalistik, siaran politik, siaran iklan, penggolongan program siaran dan surat tanda lulus sensor (STLS), muatan kekerasan dan seksualitas, program siaran asing dan siaran yang bermuatan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Pada kesempatan ini hadir pula Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza, Koordinator Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) Muhammad Hasrul Hasan, Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Mimah Susanti dan Evri Rizki Monarshi, dan Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah.
Saat membahas siaran politik, Aliyah mengingatkan tentang prinsip keberimbangan. “Jika mengundang calon anggota legislatif (caleg) dalam sebuah program, harus dapat mengikutsertakan seluruh perwakilan partai politik,”ujarnya. Dia mencontohkan sebuah program yang menghadirkan caleg perempuan dari berbagai partai politik, di salah satu televisi. Menurutnya, hal ini sangat dibolehkan, karena memberi ruang yang sama bagi semua pihak yang ikut jadi kontestan Pemilu. Uraian Aliyah ini menjawab pertanyaan peserta tentang kemungkinan menghadirkan salah satu caleg tanpa perlu menyebutkan asal partai ataupun nomor urut.
Terkait program siaran jurnalistik, Tulus mengingatkan beberapa prinsip penting yang harus dijaga oleh pelaksana program. Misalnya, urai Tulus, saat meliput peristiwa kecelakaan lalu lintas, pertengkaran berujung caci maki tidak perlu tampil di layar televisi. Kemudian, untuk liputan kebencanaan, sudah saatnya televisi tidak lagi mengeksploitasi kesedihan dan kemalangan. “Kita harus belajar dari negara Jepang yang menjadikan liputan kebencanaan untuk kampanye mengembalikan semangat dan optimisme, bangkit dari musibah,” ujarnya.
Catatan lain soal siaran jurnalistik juga disampaikan Evri Rizkqi Monarshi. Menurutnya, prinsip perlindungan anak dan perempuan tidak boleh diabaikan. Misalnya saat penggerebekan tempat lokalisasi, ujarnya. Selain itu, Evri mengingatkan kehati-hatian pada penayangan berita harus dilakukan juga saat materi berita diulang untuk program lain di waktu yang berbeda.
Sementara itu Mimah Susanti menyinggung sanksi yang baru dijatuhkan KPI untuk program infotainment. Menurutnya, lembaga penyiaran seharusnya sudah paham tentang pentingnya program siaran yang bermanfaat. “KPI tidak melihat sisi manfaat dari tayangan yang kami jatuhkan sanksi kemarin,” ujar Santi. Tidak ada pentingnya membawa perseteruan artis di media sosial ke layar televisi, apalagi kalau pembawa acara tidak mengambil peran apapun.
Pembahasan tentang masalah isi siaran bersama lembaga penyiaran, baik televisi dan radio, menjadi upaya dialogis KPI untuk memberi pemahaman tentang regulasi penyiaran. Harapannya, pengelola program siaran dapat memastikan konten yang hadir di ruang publik sudah sesuai dengan koridor perundang-undangan. Termasuk juga, dalam rangka Pemilu 2024 mendatang, lembaga penyiaran dapat memerankan peran sebagai pemberi informasi yang jernih, valid dan berimbang, demi kualitas demokrasi negeri yang akan menjalankan pestanya dua bulan ke depan.