- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 3908
Pacitan - Dalam masa berlimpahnya informasi seperti sekarang ini, masyarakat harus membekali dirinya dengan kapasitas literasi yang menyangkut lima aspek. Yakni kapasitas akses, analisa, evaluasi, produksi dan apresiasi. Kemampuan ini menjadi lebih mendesak karena tahun depan, bangsa ini akan menghadapi kontestasi politik dalam bentuk Pemilihan Umum baik itu pemilu legislatif, pemilihan presiden atau pun pemilihan kepala daerah. Dengan adanya kapasitas literasi yang baik, masyarakat dapat memilih kepemimpinan nasional berdasarkan hati nurani dan juga informasi yang utuh sesuai kepentingannya.
Nuning Rodiyah selaku komisioner bidang kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang mengambil tema “Peran Lembaga Penyiaran Dalam Penyiaran Pemilu” di lingkungan kantor Bupati Pacitan, Jawa Timur, (20/3). Nuning memaparkan, peredaran berita palsu atau hoax pada tahun 2019 paling tinggi pada bulan April dengan muatan politik, pemilu dan pemerintah. Kehadiran GLSP ini untuk menguatkan masyarakat dalam menangkal informasi yang mencederai kehidupan berbvangsa dan bernegara, ujarnya.
Realita hari ini, ujar Nuning, penggunaan gawai oleh masyarakat Indonesia surplus hingga 33%. “Kalau tidak digunakan denga baik, ujungnya peranti elektronik ini hanya berbuah kesia-siaan belaka. Selanjutnya adalah tentang peredaran informasi hoax yang 87% disebarkan melalui media sosial. Masyarakat harus memiliki keterampilan menganalisa sebuah pesan yang diterima, baik tentang kebenarannya atau pun tentang kebermanfaatannya bagi hidup mereka. Dalam hal ini Nuning berharap agar lembaga penyiaran baik televisi dan radio, tetap teguh menjalankan peran mereka sebagai media penjernih informasi. “Kalau masyarakat mendapat berita hoax dari media sosial, silakan cek di televisi dan radio muncul atau tidak beritanya. Karena konten siaran di televisi dan radio senantiasa diawasi oleh KPI, sehingga segala sesuatu yang disiarkan ke ruang publik sudah melewati proses verifikasi,” tambah Nuning.
Dia juga mengharapkan televisi dan radio dapat menjadi katalisator pesan baik dalam Pemilu 2024. “Jangan sampai lembaga penyiaran hanyut dalam polarisasi dan dinamika pemilu yang ujungnya akan mengulang kejadian tv merah dan tv biru di tahun 2014,” ujarnya. Hal ini penting diingatkan, mengingat Pemilu 2024 mendatang adalah pemilu serentak baik legislatif, presiden atau pun kepala daerah. Tentu masalah yang akan dihadapi menjadi jauh lebih kompleks dan rawan memunculkan keterbelahan sosial di masyarakat, tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut hadir pula Ketua KPID Jawa Timur Immanuel Yoshua yang menyampaikan materi “Peran Lembaga Penyiaran Lokal Dalam Penyiaran Pemilu 2024 di Pacitan.” Yoshua menerangkan tentang skema lembaga penyiaran baik di Jawa Timur dan juga di Pacitan. Dirinya berharap, penyelenggara pemilu dapat menggandeng lembaga penyiaran yang sudah memiliki izin dalam melakukan sosialisasi atau pun pemasangan iklan kampanye bagi peserta Pemilu. KPID sendiri, ujar Yoshua, akan melakukan pengawasan terhadap siaran pemilu. “Kami harus memastikan penyiaran pemilu terselenggara dengan menghormati prinsip keadilan dan keberimbangan demi terwujudnya Pemilu yang demokratis,” ujarnya.
Narasumber lain yang hadir dalam GLSP adalah Ali Mufthi anggota DPR RI, Samsul Arifin dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Pacitan, dan Aswika Budhi Arfandy dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pacitan. Menurut Aswika, dalam Pemilu serentak tahun 2024, media merupakan bagian penting sekaligus sarana sosialisasi dan pendidikan pemilh. “Melalui media, informasi kepemiluan atau tahapan pemilu akan tersampaikan kepada masyarakat,” ujarnya. Untuk itu media sangat diharapkan menjalanjan fungsi check and balance dalam menepis berita-berita hoax yang beredar dan disebarkan secara masif di media sosial.
Terkait check and balance ini, Aswika memberikan contoh ketika Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan penundaan pemilu. “Berita keputusan PN Jakpus ini sangat masif di media, baik cetak, elektronik atau pun siber,” ungkapnya. Namun ketika KPU mengajukan banding atas putusan tersebut, beritanya tidak semasif awal. Padahal masyarakat juga harus tahu tindakan yang dilakukan KPU atas putusan PN Jakpus karena berhubungan dengan keberlangsungan Pemilu 2024.