Cisarua -- Meskipun Gugus Tugas (KPI, KPU, Bawaslu dan Dewan Pers) pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 telah ditandatangani saat Hari Pers Nasional (HPN) pada awal tahun ini. Hal itu tidak serta merta membuat peran pengawasan siaran di lembaga penyiaran oleh KPI menjadi maksimal. KPI masih menunggu peraturan lebih lanjut yang dibuat KPU dalam Peraturan KPU (PKPU).

Kondisi perlambatan ini membuat sejumlah pihak mengusulkan kepada KPI melakukan teroboson agar proses pengawasan siaran politik di media berjalan maksimal. Salah satunya dengan upaya Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar membuat Peraturan Bersama pengganti PKPU. Usulan ini dilontarkan Pembina Perludem, Titi Anggraini, dalam diskusi panel Bimbingan Teknis (Bimtek) Kepemiluan KPI Pusat di Cisarua, Bogor, Kamis (6/7/2023).

Dia menjelaskan, dalam UU No.7 tahun 2017 diatur bahwa pengawasan penyiaran kampanye dan pengawasan penyiaran Pemilu di lembaga penyiaran dilakukan KPI. Tetapi kemudian ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan KPU. “Semestinya serupa dengan hukum Pemilu terpadu atau sentra pengaduan dimana ada keterlibatan Bawaslu, polisi dan jaksa maka pengaturanya dilakukan dalam peraturan bersama,” urai Titi Anggraini.

Gambaran tersebut, menurut Pengajar Hukum Pemilu Studi HTN Fakultas Hukum (FH), Universitas Indonesia (UI) ini, bisa berlaku bagi pengawasan penyiaran dan kampanye di lembaga penyiaran oleh KPI dan Dewan Pers dan juga oleh KPU. Jadi, otoritas pengaturan tidak hanya diberikan sepihak kepada KPU.

“Karena ada keterlibatan KPI dan Dewan Pers maka pengaturan soal pemberitaan penyiaran dan iklan kampanye juga harus diatur bersama oleh KPU, KPI, dan juga Dewan Pers. Seperti halnya gakundu atau penegakan hukum terpadu juga diatur dalam perauran bersama antara Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Dengan demikian, akan tercipta koherensi atau pengaturan yang harmonis tidak menegasikan satu sama lain,” tambah Titi. 

Adapun yang terjadi sekarang, lanjut Titi, posisi KPI dan Dewan Pers ketika ingin melakukan pengawasan secara optimal akhirnya tersendara menunggu seperti apa pengaturan yang akan dilakukan oleh KPU. Padahal, lembaga yang diberikan otoritas pengawasan itu seharusnya mengatur bersama sehingga output pengawasan itu terhubung dengan pengaturan yang dibuat. 

“Jadi bagi saya kesetaran kewenangan dan juga optmalisasi mewujudkan asas Pemilu yang jujur dan adil sebagaimana diperintahkan pasal 22 E UUD (Undang-Undang Dasar) kita, maka pengaturan pemberitaan penyiaran dan iklan kampanye mestinya tidak hanya oleh KPU, tapi juga melibatkan lembaga yang diberikan kewenangan pengawasan dalam hal ini KPI dan juga dewan Pers,” tandasnya.

Menyikapi usulan tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, menyatakan akan menjadikannya sebagai masukan. “Kami mendengarkan usulan itu dan akan membahasnya dengan komisioner lain. Jadi, lihat nanti seperti apa tindakan yang akan kami lakukan. Juga nanti saya sampaikan dulu ke gugus tugas,” tegasnya.

Tidak perlu ragu

Molornya penetapan aturan kepemiluan oleh KPU semestinya tidak mengurangi optimalisasi pengawasan penyiaran Pemilu di lembaga penyiaran. Menurut Prof. Judhariksawan, KPI tetap dapat melakukan pengawasan secara maksimal tanpa harus menunggu lahirnya aturan (PKPU) baru. “Jika berlandaskan asas lex posterior derogate legi priori, jadi selama belum ada hukum baru maka hukum lama yang berlaku,” katanya di tempat yang sama.

Bahkan, jika menilik UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, KPI tidak perlu ragu menjalankan kewenangan pengawasan terhadap siaran Pemilu. Terdapat sejumlah pasal yang menyokong kerja pengawasan KPI antara lain di Pasal 36 ayat 4 dan 5, Pasal 46 ayat 4, 8 dan 10. 

“Bahwa di dalam Pasal 36 ayat 4 disebutkan isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. Juga iklan (termasuk iklan politik) materinya siarannya yang akan disiarkan wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI,” jelas Prof. Judhariksawan.

Kemudian, kewenangan tersebut juga dikuatkan dalam P3SPS KPI tahun 2012 di Pasal 71 (SPS) yakni program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilu dan Pemilukada. Program siaran wajib juga wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta Pemilu dan Pemilukada dan program  siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilu dan Pemilukada. 

“Dalam ayat berikutnya disebutkan bahwa program siaran juga dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta Pemilu dan Pemilukada kecuali dalam bentuk iklan. Program siaran juga wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan serta peraturan dan kebijakan teknis tentang Pemilu dan atau Pemilukada yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang,” papar Judha, sapaan akrabnya.

Jika berlandaskan aturan di atas, Ia menyatakan KPI dapat melakukan pengawasan siaran Pemilu secara optimal mulai sekarang. “Ini menjadi penggugah teman-teman. Saya gelisah karena KPI tidak melakukan tindakan apapun. Karena saya anggap iklan kampanye sudah sangat jelas,” tandas Judhariksawan. ***/Foto: Agung R

 

 

Cisarua – Menghadapi Pemilu (Pemilihan Umum) 2024, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terus mengasah kemampuan tim pengawasan isi siarannya. Hal ini untuk memastikan kesiapan tim dalam mengawasi penyiaran kepemiluan di lembaga penyiaran (TV dan radio). 

Anggota KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, mengatakan pengawasan siaran KPI harus siap lebih awal meskipun Peraturan KPU (PKPU) yang menjadi salah satu rujukan pengawasan kepemiluan masih dalam proses pembahasan. 

“Kita masih menjalin komunikasi dengan KPU dan Bawaslu dan kita juga sedang mengawal PKPU. Kita juga akan berdiskusi bagaimana juknis gugus tugas ini,” katanya di depan seluruh Tim Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Kepemiluan KPI Pusat di Cisarua, Bogor, Kamis (6/7/2023).

Selama tiga hari ke depan, lanjut Tulus, Tim Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat akan berdiskusi dan mendengarkan banyak masukan dari berbagai pihak dan ahli terkait siaran kepemiluan. Dia juga menyampaikan bahwa KPI tengah menyiapkan buku Pedoman Pengawasan Pemilu yang dalam waktu dekat akan selesai.

“Sembari jalan kita juga sedang menyusun buku pedoman. Sembari menunggu hal itu, hari ini kita banyak diskusi agar ketika semuanya sudah siap, kita tidak tergagap-gagap lagi. Saya harap kita selain mendiskusikan siaran kepemiluan, kita mesti jaga kebersamaan ini,” ujar Tulus. 

Di tempat yang sama, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah menyampaikan bahwa keterlibatan KPI dalam gugus tugas pengawasan siaran kepemiluan sudah sejak lama. Bahkan, pengawasan siaran KPI telah siap dari sejak awal.

Ia juga mengingatkan untuk berhati-hati dan jeli dalam melakukan pengawasan terdapat seluruh isi siaran termasuk siaran kepemiluan. Masukan dari narasumber akan menjadi catatan KPI dalam pengawasan siaran. “Ini menjadi catatan penting kita,” tandasnya.

Anggota KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah, meminta seluruh tim pengawasan siaran KPI untuk mengawasi seluruh konten di lembaga penyiaran meskipun pedoman atau peraturan dari KPU belum terbit. 

“Ini yang perlu di-highlight (perhatikan) teman pemantauan. Tetap dilakukan di tengah kita mengawasi siaran yang lain. Kita harus update laporan kepemiluan,” katanya.

Beberapa perwakilan peserta bimtek menyatakan apresiatif terhadap bimbingan yang disampaikan para narasumber. Menurut mereka, masukan ini sangat penting karena akan memberi sudut pandang lain saat memantau terutama dalam kaitan penyiaran kepemiluan. Mereka menyakan telah siap memberikan pantauan terbaiknya terhadap siaran termasuk penyiaran kepemiluan.  

Dalam bimtek tersebut, para peserta mendapatkan bimbingan dari para narasumber diantaranya Prof. Judhariksawan (Ketua KPI Pusat Periode 2013-2016), Titi Anggraini (Pembina Perludem), Ezki Suyanto (Anggota KPI Pusat Periode 2010-2013), dan perwakilan dari Ombudsman RI. ***

 

 

Jakarta -- Dua program siaran yang tayang di Stasiun BTV mendapat sanksi teguran tertulis pertama dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Kedua program yakni Program Siaran “EPIK: Enjoy Populer Musik” dan Program Siaran “Film Pendek Indonesia” kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI karena tidak menyematkan klasifikasi acara dalam tayangan. 

Hal itu ditegaskan KPI Pusat dalam dua surat teguran tertulis untuk BTV yang telah dilayangkan beberapa waktu lalu. 

Dalam surat teguran dijelaskan, pelanggaran pada Program Siaran “EPIK: Enjoy Populer Musik” BTV ditemukan pada tanggal 3 Juni 2023 mulai pukul 09.02 WIB. Adapun pelanggaran pada Program Siaran “Film Pendek Indonesia” BTV terjadi di tanggal 3 Juni 2023 mulai pukul 13.01 WIB. Sepanjang penayangan dua acara itu, Tim Pemantauan KPI Pusat melihat tidak terdapat klasifikasi acara. Bahkan, muatan serupa ditemukan pada acara “Film Pendek Indonesia” yang tayang pada 5 Juni 2023 mulai pukul 09.32 WIB.

“Setelah diverifikasi, rapat pleno penjatuhan sanksi tidak menemukan adanya penyematan klasifikasi acara dalam dua program acara tersebut. Hal ini jelas bertentangan dengan aturan dalam P3SPS tentang penyematan klasifikasi acara dalam setiap tayangan,” kata Anggota KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, Selasa (4/6/2023). 

Berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Pasal 21 Ayat (1), bahwa lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara. 

Kemudian, dalam PKPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran Pasal 33 Ayat (2) menyatakan bahwa klasifikasi program siaran sebagaimana dituliskan dalam bentuk karakter huruf dan kelompok usia penontonnya, yaitu: P (2-6), A (7-12), R (13-17), D (18+), dan SU (2+) secara jelas dan diletakkan pada posisi atas layar televisi sepanjang acara berlangsung untuk memudahkan khalayak penonton mengindentifikasi program siaran.

“Pencantuman klasifikasi acara dalam setiap program acara itu bagian dari aturan di P3SPS. Hal ini untuk memastikan dan memudahkan masyarakat menonton siaran yang tepat dan sesuai dengan kategori atau umur. Kami berharap sanksi teguran ini jadi bahan masukan dan koreksi untuk BTV dan juga lembaga penyiaran lain agar taat dan memahami aturan yang ada dalam P3SPS,” papar Tulus. *** 

 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) siap melakukan pengawasan secara maksimal terhadap siaran dan iklan politik jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di lembaga penyiaran. Hal ini untuk memastikan proses Pemilu di media massa (TV dan radio) berjalan dengan baik, adil, seimbang, proporsional dan menyejuknya. 

“Pengawasan ini menjadi salah satu program prioritas kami dan pemantauan ini dilakukan secara langsung secara 24 jam setiap harinya,” kata Anggota KPI Pusat, Aliyah, dalam diskusi bertajuk “kebebasan, Etika dan Netralitas Pers” yang diselenggarakan Dewan Pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Rabu (5/7/2023). 

Selain pemantauan, KPI juga memberikan catatan hasil dari pemantauannya kepada KPU (Komisi  Pemilihan Umum) mengenai data lembaga penyiaran yang terindikasi tidak memiliki izin siaran pada saat Pemilu. Hal ini dilakukan untuk proteksi dini guna meminimalisir media yang dirasa akan menyesatkan informasi. Kasus ini paling banyak terjadi di daerah. 

“Jadi ada lembaga penyiaran yang tidak berizin dan perlu pengamatan yang jeli apakah konten yang dimuat itu berbau sosialisasi atau kampanye,” ujar Aliyah.

Berkaca Pemilu 2019, ditemukan iklan kampanye partai politik seolah-olah memberikan ruang kepada salah satu kandidat peserta Pilpres (Pemilihan Presiden) dan hal ini terindikasi menjadi temuan dugaan pelanggaran. Bahkan, lanjut Aliyah, pernah ditemukan satu iklan komersil yang menghadirkan tokoh dari salah satu pasangan calon tersebut. 

Menghadapi Pemilu mendatang, KPI bersama dengan Tim Gugus Tugas terus menyamakan persepsi terkait dengan definisi pedoman sosialisasi Pemilu di luar tahapan kampanye. 

Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Pers dua periode (2010-2013 dan 2013-2016), Bagir Manan, meminta para kandidat agar memberikan informasi dan gagasan dalam program pemilu kepada masyarakat. “Jangan hanya memajang gambar senyum atau pose kebangsaan, namun ketika tampil di media justru minim ide dan gagasan,” ujarnya. 

Dia menilai media dan fungsi pers saat ini telah berjalan dengan baik. Selain itu, media memiliki peran layaknya dua mata pisau jelang Pemilu 2024 mendatang. Satu sisi media bisa sebagai pengawas jalannya Pemilu, tapi di sisi sebaliknya media juga menampung dan dimanfaatkan oleh kepentingan yang merusak fungsi media itu sendiri. “Oleh karena itu, media juga harus bisa mendorong lahirnya aktor intelektual sesuai dengan kapasitasnya,” tuturnya. Syahrullah

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyambut baik pelaksanaan analog switch off (ASO) atau penghentian siaran TV analog berganti siaran TV digital secara menyeluruh di seluruh wilayah layanan siaran di Pulau Jawa per 1 Juli 2023. Sayangnya, proses migrasi siaran ke TV digital ini urung diikuti beberapa lembaga penyiaran TV. Hal ini menyebabkan akses informasi dan manfaat siaran digital ke publik tersendat, termasuk dalam hal pencegahan dampak bencana atau early warning system (EWS). 

“Kami masih menemukan beberapa stasiun TV yang bersiaran di wilayah Jawa belum melakukan perpindahan siaran ke digital per Juli ini. Padahal, wilayah Jawa termasuk daerah rawan bencana termasuk gempa bumi atau tsunami. Jadi semestinya harus ASO total, supaya sistem peringatan dininya (EWS) segera difungsikan,” kata Anggota KPI Pusat, Muhammad Hasrul Hasan, Sabtu (1/7/2023).

Ia menjelaskan, manfaat dari ASO atau siaran TV digital sangat banyak termasuk menerima informasi cepat atau peringatan dini bencana gempa atau tsunami. “Teknologi dalam siaran TV digital terdapar sistem peringatan dini bencana. Namanya, early warning system atau EWS dan itu cuman ada jika kita sudah ASO,” jelas Hasrul. 

Terkait hal ini, Hasrul berharap seluruh stasiun TV yang belum melakukan ASO untuk secepatnya berpindah. Menurutnya, kepentingan utama dari pelaksanaan ASO adalah pelayanan dan pemenuhan informasi untuk masyarakat. “Harapannya kalau di Jawa selesai, berarti penonton siaran TV digital secara nasional akan mendekati 90 persen. KPI berharap ASO bisa declare di momen puncak Hari Penyiaran Nasional pada 12 Agustus 2023 di Lagoi, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau,” ujar Hasrul.

KPID pantau pelaksanaan ASO

Pelaksanaan ASO per 1 Juli di wilayah Jawa Barat (Jabar) ikut dipantau KPID Jabar secara mandiri. Terkait hal ini, Ketua KPID Jabar, Adiyana Slamet, menyampaikan apresiasi kepada lembaga penyiaran yang sudah melaksanakan migrasi secara menyeluruh di wilayah Jawa. Menurutnya, ASO merupakan keharusan berdasarkan ketetapan dalam UU No.11 tahun 2020 Pasal 60A yang semestinya dilakukan secara menyeluruh pada 2 November tahun lalu. 

Karenanya, KPID Jabar berharap ketegasan dari Pemerintah Pusat untuk secepatnya menuntaskan ASO di 7 wilayah layanan siaran di Jabar. Pasalnya, wilayah layanan 1 Jabar (Bandung dan sekitarnya) sudah ASO per Desember 2022 lalu. “Hal tersebut juga harus diikuti seluruh TV yang berijin di Indonesia, karena kita semua harus taat pada regulasi yang ada,” tegas Adiyana yang dihubungi kpi.go.id melalui pesan pendek.  

Dia menambahkan, KPID Jabar sudah beberapa kali mengingatkan semua pihak untuk segera menuntaskannya. “ASO ini kebijakan strstegis. Adapun TV yang belum menaati regulasi, kami berharap pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika bisa melakukan langkah-langkah strategis, bagaimana bisa ada TV yang tidak taat regulasi,” ujar Ketua KPID Jabar sekaligus mengingatkan komitmen pemegang MUX agar secepatnya mendistribusikan bantuan STB untuk masyarakat pra-sejahtera.

Sementara itu, Ketua KPID Jawa Timur (Jatim) Immanuel Yosua Tjiptosoewarno, menyampaikan sejumlah masalah yang timbul dalam pelaksanaan ASO di wilayah provinsi paling timur di Pulau Jawa tersebut. Menurutnya, dari 10 wilayah layanan siaran di Jatim, baru 1 wilayah layanan yang telah total berpindah ke siaran digital yakni wilayah Jatim 1 (Surabaya dan sekitarnya).

“Untuk cover siaran digital di 10 wilayah siaran memang sudah siaran digital maupun simulcast (analog dan digital), namun daya pancarnya belum optimal sehingga di beberapa wilayah siaran belum dapat diterima dengan baik. Kami juga sedang melakukan pemantauan untuk daerah lain yang rencananya kick off ASO per 1 Juli ini terutama untuk daerah Madiun, Kediri dan Malang,” jelasnya.

Perihal stasiun TV yang belum melakukan ASO, KPID Jatim tetap akan melakukan imbauan dan memaklumi jika kondisi tersebut akibat adanya persoalan di lapangan. Menurutnya, kewenangan untuk melakukan sebuah tindakan administratif ada di tangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). 

“Kami menemukan beberapa penyebab kenapa masih ada yang bersiaran simulcast seperti pengiklan tidak mau pasang iklan dengan harga sama kalau analog dimatikan. Kalaupun mau digital mereka pasang dengan harga 50 persen. Ini dialami TV lokal,” ungkap Yosua. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.