Praya -- Dua tahun lagi, Indonesia akan segera mengalihkan sistem penyiaran lawasnya dari analog ke digital. Meskipun terlambat melakukan ASO (analog switch off), transformasi teknologi siaran pada 2022 nanti akan memberi banyak keuntungan dan manfaat besar bagi masyarakat khususnya di wilayah terdepan (perbatasan), tertinggal, dan terpencil (3T). 

Selain manfaat, sistem baru ini dapat memberi jaminan terhadap keamanan dan kekuatan bangsa sekaligus juga memacu kesejahteraan masyarakat. Ada tiga aspek yang menyebabkan itu bisa terwujud. Pertama, adanya keadilan atau pemerataan informasi bagi semua warga negara. Kedua, menjaga kebudayaan. Ketiga, memicu peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Komisioner KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menilai tiga aspek tersebut termasuk poin krusial dari penyelenggaraan digitalisasi. Menurutnya, setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh informasi atau siaran di manapun tempat tinggalnya termasuk di perbatasan atau daerah 3T. Pemerataan ini dapat terwujud melalui digitalisasi.

“Kaitan dengan perbatasan, TV digital itu bentuk penyapaan kita terhadap saudara-saudara kita di perbatasan. Kalau kita melupakan mereka dan lebih banyak menerima siaran dari luar, ya tentu saja mereka lebih tahu ringgit daripada rupiah. Mereka lebih tahu bahasa upin ipin daripada bahasa kita sendiri. Lagu kebangsaan Singapura lebih diketahui daripada Indonesia Raya. Nah, digitalisasi ini kan bentuk penyapaan dan upaya untuk merangkul,” katanya dalam sesi dialog kegiatan Sosialisasi dan Publikasi “Menjaga Indonesia dan Perbatasan Melalui Penyiaran Digital” di Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (11/10/2020).

Kemudian soal kebudayaan nasional. Bahwa kebudayaan akan terpelihara dengan adanya digitalisasi sangat memungkinkan. Mulyo memberi contoh kasus masyarakat di Miangas, Sulawesi Utara, yang terbiasa menggunakan bahasa Tagalog ketimbang Indonesia. Hal ini terjadi karena mereka tidak disapa oleh siaran nasional. Sementara kontak fisik lebih banyak dilakukan dengan orang-orang Philipina.

“Yang banyak dilihat dan didengar mereka adalah orang-orang Philipina dengan bahasa Tagalog. Sementara TV Indonesia tidak masuk ke sana. Nah, untuk menjaga ke-Indonesiaan mereka harus tetap disapa. Salah satu penyapaannya dengan siaran nasional agar pelan-pelan kemudian dirasuki dengan bahasa Indonesia. Kalau setiap hari mendengar bahasa Indonesia, ya mau tidak mau akan ingat kembali bahwa saya ini orang Indonesia,” ujar Mulyo yang diamini pemandu diskusi yang juga Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia. 

Terkait kebudayaan ini, Mulyo juga menjelaskan pentingnya membuat konten yang penuh pesan kebangsaan dan nasionalisme. Upaya ini untuk mengembalikan lagi jatidiri masyarakat di wilayah perbatasan yang bingung atau sudah berpaling, agar merasa kembali menjadi orang Indonesia. 

“Dengan konten-konten yang sangat variatif yang dimungkinkan tumbuh pesat melalui digitalisasi. Sehingga, saudara kita di perbatasan itu benar-benar mencintai Indonesia dengan konten dalam negeri. Semakin mereka peduli bahwa saya orang Indonesia dan saya dibesarkan di Indonesia dan menginspirasi orang-orang yang selama ini tidak begitu banyak bersentuhan dengan jati diri wilayahnya. Adapun kebijakan pemerintah yang menyatakan daerah perbatasan itu sebagai beranda depan, ini merupakan kebijakan yang sangat positif,” tutur Mulyo.

Keuntungan lain yang hadir ketika sistem digital ini bergulir yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat. Saat ini, fenomena masyarakat yang mulai banyak berbisnis dari rumah begitu marak berkat kemajuan teknologi internet, akan semakin berkembang ketika sistem digital berlangsung pada 2022 nanti berkat digital deviden.

“Soal digital deviden juga akan dirasakan masyarakat dan makin berkembang dengan adanya digitalisasi. Kalau ada digital deviden masyarakat yang sekarang sudah dapat berbisnis dari rumah, akan jauh lebih berkembang sekaligus bisa berbisnis dari mana pun,” papar Wakil Ketua KPI Pusat ini. 

Cegah Disintegrasi

Rasa nasionalisme dan pengakuan diri sebagai orang Indonesia sangat bergantung dari perhatian dan informasi yang diperoleh. Tidak heran ketika masyarakat perbatasan ataupun di wilayah 3T merasa tidak menjadi bagian Indonesia karena tidak adanya informasi nasional di wilayah itu.  Terkadang hal ini memicu perlawanan terhadap konstitusi.

Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas, mengatakan masyarakat di daerah 3T harus mendapat perhatian besar dan salah satunya melalui penyediaan informasi. Menurutnya, ketika mereka tidak mendapat keseimbangan informasi dikhawatirkan menciptakan gerakan baru melawan konstitusi. 

“Contoh di Papua, kita kenal OPM tembak menembak, sebab daerah itu terisolir susah mendapatkan informasi. Semua dianggap bahwa Pemerintah tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat di masyarakat,” katanya.

Hadirnya penyiaran digital, lanjut Yan, akan mewujudkan pemerataan informasi di seluruh wilayah NKRI termasuk 3T. Masyarakat akan mendapatkan fasilitas dan pelayanan penyiaran yang sama. Dengan demikian, informasi yang diterima pun akan juga sama, baik itu di pusat, perkotaan maupun di daerah-daerah terpencil dan perbatasan. 

“Informasi ini menjadi edukasi bagi masyarakat. Mereka akan tahu siapa pemimpinnya dan kebijakan apa yang sudah dibuat pemerintah. Dengan begitu akan dapat meredam segala aksi teror dan perlawanan dan pertentangan konstitusi bisa diredam,” jelas Yan.

Sementara itu, Sekjen Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rosarita Niken Widiastuti, mengatakan penyiaran digital akan mengerakkan kesejahteraan masyarakat termasuk di perbatasan. Selain itu, sistem ini dapat mencerdaskan masyarakat di daerah tersebut. 

“Di wilayah perbatasan seperti di Sebatik, di sana banyak yang bekerja di perkebunan. Anak mereka banyak yang hidup dengan neneknya, maka pendidikan kurang diperhatikan. Lalu, kami menyelenggarakan sekolah di udara bersama TNI. Kami erat bekerjasama dengan Kepolisian. Jadi memberikan perlindungan pada masyarakat perbatasan untuk menjaga kedaulatan NKRI. Kalau upaya itu ada maka mereka akan jaga patok-patok kegiatan perbatasan,” katanya. 

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Anang Latif, menjelaskan tugas utama lembaganya dalam membangun infrastruktur dan menyelesaikan permasalahan telekomunikasi dan penyiaran. Terkait penyiaran, dia mengatakan bahwa daerah blankspot harus mendapat perhatian dan untuk itu harus ada desain yang tepat, apakah menggunakan perluasan cakupan penyiaran atau seluler 4G.

“Kami ini agen pemerataan. Berkat bantuan pak Yan pada tahun 2021, kami menyelesaikan persoalan pemerataan khususnya infrastruktur,” ujarnya.

Dia juga menyampaikan sejumlah program BAKTI, salah satunya menggunakan istilah Palapa. Program ini sudah selesai pada 2019 lalu dan seluruh ibu kota serta kabupaten sekarang sudah terhubung dengan jaringan broadband. “Lalu jaringan kami menuntaskan coverage seluler. Kami sedang meluncurkan satelit multifungsi bukan satelit telekomunikasi, tapi satelit broadband untuk seluruh Indonesia. Dalam kaitan program digitalisasi penyiaran, kami akan berkolaborasi dengan program infrastruktur BTS,” jelas Anang. 

Optimisme harus dibangun untuk menyambut digitalisasi, pemerataan siaran, gambar dan suara yang lebih jernih, pemerataan, dan kesejahteraan masyarakat. ***

 

Jakarta – Milenial dan internet merupakan dua hal tidak terpisahkan. Konten internet dengan kreativitas dan kreasinya banyak di dominiasi oleh anak muda. 

Anggota Komisi 1 DPR RI, Syarief Hasan mengungkapkan, tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini generasi millenial semakin ulet dalam mengembangkan berbagai usaha di bidang bisnis kreatif, mulai dari kuliner hingga fashion. Dominasi generasi milenial dalam bisnis kreatif di Indonesia terlihat dari besarnya jumlah rataan generasi milenial yang menjalankan bisnis kreatif saat ini.

“Generasi muda punya keunggulan pada kemampuan untuk menyerap lebih banyak informasi secara cepat melalui teknologi yang mereka kuasai lebih baik dibandingkan generasi sebelumnya,” kata Syarief saat menjadi pemateri dalam diskusi berbasis daring yang diselenggarakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dengan tema "Pemanfaatan Internet sebagai Media Penyebaran Informasi dalam Upaya Diri dari Bencana Pandemi Covid 19” di Jakarta, Senin (12/10/2020).

Lebih lanjut, Syarief yang juga Wakil Ketua MPR ini mengatakan, bisnis online merupakan bisnis yang paling laris di kalangan milenial. Dari tahun ke tahun, jumlah pemilik bisnis online semakin bertambah. Kekuatan yang akan menjadi dasar bagi generasi muda, di tengah-tengah kontraksi resesi ekonomi generasi muda harus jeli dalam ambil peluang dengan teknologi semakin berkembang.

“Meraih peluang, secara keseluruhan bahwa teknologi antara internet ini memiliki banyak manfaat yang bisa diperoleh. Di Indonesia, terdapat ribuan bahkan puluhan ribu orang yang menggeluti bisnis online karena memang cukup profitable, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan apresiasinya kepada BAKTI telah memaksimalkan layanan internet ke seluruh Indonesia dengan harapan setiap elemen masyarakat dapat menikmati teknologi komunikasi. 

“Bayangkan begitu luasanya bangsa kita, bagaimana upaya BAKTI dalam memaksimalkan upaya pemerataan layanan internet hingga ke pelosok bangsa,” kata Yuliandre.

Presiden International Broadcasting Regulathory Authority Forum (IBRAF) periode 2017-2018 ini mengatakan berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI) bahwa sebaran isu hoax atau berita bohong terkait covid-19 sebanyak 1.181 periode Januari hingga per 8 Oktober 2020. 

“Fenomena ini membuktikan bahwa adanya perilaku yang belum bijaksana dalam menggunakan sosial media, sesorang mendapatkan informasi kemudian disebarkan tanpa mengetahui sumber dan keaslian berita tersebut kemudian menjadi sesuatu isu yang mengglobal,” ungkap pria yang akrab disapa Andre ini.

Dalam prespektif penyiaran, Andre mengingatkan untuk berhati-hati dan menjunjung tinggi norma ketika memproduksi konten. Ia berpesan agar mampu memverifikasi data yang akan dibuat subjek. 

Andre menegaskan upaya KPI selalu memberikan Iklan Layanan Masyarakat yang sifatnya ajakan untuk bermawas diri dalam upaya penyebaran berita bohong. Dirinya mengkalim bahwa informasi yang ada lewat Lembaga Penyiaran sudah melakukan beberapa tahapan sehingga pihaknya yakin jika sudah masuk ke media konvensional bisa di pertanggungjawabkan. 

“Saring sebelum sharing adalah kekuatan anak muda. Jangan terlalu tergesa-gesa menyampaikan sebuah informasi dan yang paling penting adalah jangan merasa menjadi sosok yang pertama dalam menyebarkan informasi,” tutup Yuliandre. Man/*

 

Mataram --  Dalam waktu dua tahun ke depan di 2022, Indonesia akan melakukan perpindahan sistem penyiaran dari analog ke digital atau ASO (Analog Switch Off). Ini mengakhiri siaran analog secara nasional di tanah air untuk selamanya.

Terkait keputusan itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh masyarakat untuk siap dan secara bertahap mulai membiasakan diri dengan sistem siaran digital. Secara manfaat, teknologi siaran baru ini akan lebih menguntungkan publik ketimbang sistem siaran analog yang masih digunakan hingga saat ini.

“Mulai sekarang, kami berharap masyarakat sudah siap dengan peralihan sistem digital di 2022 nanti. Kami juga meminta masyarakat untuk mulai mengenal sistem siaran baru tersebut serta apa saja manfaat yang dapat mereka peroleh dari teknologi siaran secara digital,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, sebelum diluncurkannya kegiatan Sosialisasi dan  Publikasi “Menjaga Indonesia dan Perbatasan Melalui Penyiaran Digital” di Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (11/10/2020).

Menurut Agung, digitalisasi penyiaran adalah keniscayaan karena sistem siaran ini sudah digunakan hampir di seluruh negara di dunia. Di ASEAN, hanya Indonesia dan Timor Leste yang belum melakukan transformasi sistem teknologi baru ini.

“Sudah hampir lebih 60 tahun negara ini menggunakan sistem penyiaran analog. Padahal, jika dibanding negara di kawasan Asia Tenggara lainnya, kita termasuk pioneer yang akan melaksanakan sistem siaran digital ini lebih awal. Bahkan Thailand, yang menjadikan Indonesia sebagai contoh persiapan digital justru lebih dahulu melakukannya,” ungkap Agung.   

Dengan sistem siaran digital, masyarakat akan lebih mudah menangkap siaran televisi dimana pun berada. Kualitas gambar dan suara yang diterima juga jernih dan sangat jelas. Sistem siaran ini menyelesaikan persoalan blank spot siaran di tanah air.

“Sistem siaran ini bermanfaat bagi masyarakat terutama yang ada di wilayah terdepan atau perbatasan, tertinggal dan terpencil yang belum tersentuh oleh siaran nasional. Ini berarti dapat mendorong perkembangan dan juga menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara serta menangkal siaran asing yang meluber di wilayah perbatasan,” tambah Agung. 

Kendati demikian, upaya digitalisasi siaran televisi itu sudah dilakukan secara bertahap. Pada 2017, KPI bekerjasama dengan Kemeterian Kominfo secara resmi meluncurkan siaran perdana TV digital di wilayah perbatasan, tepatnya di Nunukan, Kalimantan Utara. Siaran itu juga dilakukan di Batam dan Jayapura.

Dalam kesempatan itu, Agung menjelaskan kegiatan sosialisasi dan publikasi digital yang diinisiasi KPI bekerjasama dengan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) diselenggarakan secara tatap muka dan daring (webinar) dengan peserta dari seluruh tanah air. Kegiatan yang dilakukan secara tatap muka menerapkan protokol kesehatan Covid-19 dan dibatasi hanya 50 orang yang mengikuti secara fisik. Selebihnya terlibat dalam jarring (daring). “Kami menerapkan semua rangkaian protokol kesehatan dengan juga melakukan test rapid bagi peserta dan panitia yang hadir secara langsung,” tegas Agung.

Dalam kegiatan sosialisasi ini hadir Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz, dan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio sebagai keynote speech. Adapun sebagai narasumber Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas, Sekjen Kemkominfo, Rosarita Niken Widiastuti, Direktur Utama BAKTI, Anang Latif, dan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo. Sebagai pemandu kegiatan sosialisasi, Komisioner KPI Pusat , Irsal Ambia. ***

 

 

 

Mandalika -- Peralihan sistem siaran analog ke digital atau Analog Switch Off (ASO) diharapkan akan mengundang para pemain baru untuk terjun berbisnis di industri penyiaran. Kehadiran mereka tentunya akan menambah khazanah konten di tanah air yang dapat dinikmati seluruh masyarakat termasuk di wilayah perbatasan.

Pendapat tersebut disampaikan Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz, saat membuka kegiatan Sosialisasi dan Publikasi “Menjaga Indonesia dan Perbatasan Melalui Penyiaran Digital” di Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (11/10/2020) siang.

Menurut Meutya, digitalisasi ini mengenal dua prinsip yakni diversty of content dan ownership. Keberagaman isi siaran diharapkan dapat mengangkat konten lokal dan kontekstual di daerah muncul ke publik. Adapun dengan keberagaman kepemilikkan, diharapkan tidak ingin hanya ada satu atau dua orang yang menguasi pikiran dan kepala 260-270 orang. 

“Kita berharap dengan digitalisas akan lebih banyak pemain yang masuk ke industri penyiaran dan memiliki keberagaman tayangan yang bisa disaksikan. Sehingga unsur mencerdaskan kehidupan bangsa dapat terpenuhi,” tambah Meutya.

Dia mengatakan, Indonesia yang harus dijaga setiap jengkal perbatasannya baik secara fisik maupun dari frekuensi penyiarannya. “Kita tahu, Indonesia adalah negara kepulauan dan bangsa yang besar kita sadari daerah-daerah di perbatasan masih mengalami beberapa tantangan diantaranya tantangan kesejahteraan, keamanan dan akses informasi,” jelas Meutya.

Terkait keterbatasan akses informasi, lewat digitalisasi diharapkan semua pihak dapat melakukan pembangunan infrastruktur penyiaran, baik dari pemerintah maupun dibantu oleh sektor swasta.

“Dengan demikian kami titipkan kepada BAKTI untuk membangun infrastruktur seluas-luasnya, semerata-ratanya dan seadil-adilnya dan kami menitipkan kepada KPI untuk melakukan pengawasan penyiaran untuk menghasilkan tayangan yang mendorong nasionalisme juga perlu,” ujar Meutya.

Dia juga meminta sosialisasi tentang digitalisasi dan ASO ini untuk digiatkan. Dan jika sudah ASO, pemerintah wajib membantu masyarakat yang tidak mampu dengan set of box sehingga proses digitalisasi akan lebih mudah bagi mereka yang memang perlu dibantu untuk melakukan transformasi. “Saya berharap ada pengawalan sehingga masyarakat dapat memperoleh set of box. Mudah-mudahan proses digitalisasi ini berjalan dengan baik,” pintanya.  

Hal senada turut disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio. Menurutnya, ketika Indonesia beralih ke digital akan membuat jumlah TV di Indonesia makin banyak. “ASO itu akan menciptakan demokrasi penyiaran yang bertolak belakang dengan konglomerasi penyiaran,” tegasnya.  

Meskipun pertumbuhan TV baru akan marak, hal itu tidak berarti kanal menjadi habis. Bahkan, ada sisa yang bisa dimanfaatkan untuk internet yang mengarah pada implementasi teknologi 5G. Menurut Agung, di banyak negara sudah 5G dan komunikasi antar lembaga atau orang sangat cepat seperti menonton TV. 

“Sekarang kita belum bisa bertranformasi ke 5G karena belum digitalisasi. Pada tahun 2022 nanti, kita akan dapat menikmati hal ini dan orang harus tahu itu karena orang akan lebih menikmati demokrasi penyiaran. Saya berharap dan berdoa jika sudah 5 G intenet kita lebih murah,” tuturnya.

Sementara itu, Gubernur NTB, H. Zulkieflimansyah, mengapresiasi kegiatan sosialisasi ini yang menurutnya memiliki ekstrernalisasi yang positif. Dia juga meminta agar daerah blank spot di NTB segera teratasi dengan baik demi menunjang perpindahan sistem dari penyiaran analog ke digital atau ASO (Analog Switch Off). “Mungkin tidak bisa tahun ini, mudah-mudahan awal atau pertengahan tahun depan,” jelasnya.

Adanya digitalisasi penyiaran, Gubernur berharap sektor pariwisata di NTB dan daerah lain dapat ditunjang dengan baik. “Masyarakat sudah menunggu sosialisasi tentang digitalisasi di bidang penyiaran. Mudahan dengan hadirnya sosialiasi pelaku media dan pelaku bisnis jadi lebih terbuka,” tandasnya. ***

 

 

Jakarta -- Program Siaran “Santuy Malam” yang ditayangkan Trans TV pada 7 Agustus 2020 pukul 20.13 WIB kedapatan melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2012. Akibat pelanggaran tersebut, KPI menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis untuk program acara yang dipandu oleh Sule.

Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran tertulis untuk program “Santuy Malam” yang telah dilayangkan ke Trans TV pada 29 September 2020 lalu.

Berdasarkan keterangan dalam surat teguran itu, KPI menemukan adanya adegan Sule memakaikan helm kepada Bopak yang berisi serbuk putih dan mengelap wajah menggunakan handuk yang sudah terolesi tinta hitam sehingga rambut dan wajah Bopak penuh dengan serbuk putih dan tinta hitam. Selain itu, terdapat adegan seorang pria yang terlentang di atas tandu dengan mulut yang dimasuki selang pompa angin manual, kemudian dipompakan angin dari pompa tersebut.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menilai adegan seperti itu tidak pantas dijadikan materi siaran karena tidak memberi nilai dan pembelajaran yang baik bagi penonton. Meskipun dalam konteks candaan, adegan-adegan seperti itu dikhawatirkan akan dianggap sebagai hal yang lumrah atau biasa dalam candaan sehari-hari.

“Kita tak ingin anak-anak dan remaja kita meniru candaan seperti itu. Menghibur boleh saja tapi ingat jangan memberi contoh yang negatif dan mungkin membahayakan pada mereka. Saya rasa ide menghibur dengan cara kasar seperti itu sudah lama menjadi temuan dan telah lama ditinggalkan. Banyak kreativitas lain yang bisa dilakukan namun tetap menghibur dan aman. Selain itu, mengerjai orang tertentu secara berulang-ulang dalam sebuah atau setiap tayangan juga rawan dikategorikan sebagai bentuk pem-bully-an,” jelas Mulyo.

Dalam kesempatan itu, Mulyo mengingatkan Trans TV dan juga lembaga penyiaran lain, agar senantiasa memperhatikan konsep atau isi program yang diberi klasifikasi R atau remaja. Menurutnya, acara yang berklasifikasi R harus lebih peka dan peduli dengan perkembangan psikologis para remaja. 

“Mungkin saja acara ini ditonton oleh anak-anak karena jamnya masih di bawah pukul 10 malam. Jadi alangkah baiknya jika program ini dapat menyampaikan pesan dan contoh yang baik, edukatif, menghibur, dan menumbuhkan rasa tahu remaja atau anak-anak terhadap sesuatu yang positif. Saya harap lembaga penyiaran memperhatikan rambu-rambu dari program yang dilabeli R ini,” tandas Mulyo. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.