Jakarta – Kerahasiaan identitas seseorang harus dijaga dalam setiap kegiatan jurnalistik. Dalam etika peliputan misalnya, pewarta harus mampu menempatkan identitas narasumbernya secara jeli sesuai dengan kaidah jurnalistik, terutama para Aparatur Penegak Hukum (APH). 

Terkait hal itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mochammad Reza, menjelaskan tentang manfaat dan perlindungan hak privasi di wilayah jurnalistik yang tunduk pada Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Salah satu poinnya adalah tidak menyiarkan materi siaran yang mengandung tindakan intimidasi terhadap narasumber.

“Dalam ruang lingkup penyiaran yang menjadi tupoksi KPI adalah memberikan batasan-batasan terkait liputan terorisme sesuai dengan Pasal 45 Standar Program Siaran KPI dengan ketentuan yang terkandung di dalamnya,” ujarnya saat memberikan paparan dalam Rapat Perlindungan Kerahasiaan Identitas Aparat Penegak Hukum Terkait Pedoman Peliputan/Penyiaran (Media Cetak dan Elektronik) Perkara Tindak Pidana Terorisme yang digagas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Jakarta, Selasa (22/11/2022).

Ke depan, sambung Reza, pihaknya menyadari perlunya menambah instrumen pendukung dalam ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) terkait hal di atas. Aturan yang ada di KPI saat ini, belum ada aturan perihal perlindungan terhadap narasumber (APH) di media penyiaran yang sifatnya larangan, pembatasan dan samaran. 

Terkait aturan khusus di wilayah jurnalistik, Reza menilai perlu pembicaraan spesifik antara KPI dengan Dewan Pers guna membahas dan meninjau seluruh aturan yang kemungkinan beririsan. “Secara umum merujuk dari hal tersebut, P3SPS sudah ada. Namun jika ingin detail dan dikhususkan yang mengarah ke wilayah jurnalistik tentu nantinya akan berkoordinasi dengan aturan Dewan Pers yang telah ada,” kata Reza 

Di sesi diskusi, salah satu peserta aktif delegasi dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Alex Adam mengatakan, pihaknya merasa perlu dan mendesak pemerintah agar segera menerbitkan sejumlah aturan untuk keamanaan identitas APH. Dia menjelaskan, jika teror terhadap para penegak hukum terkait kasus terorisme sering terjadi dan itu mengancam keselamatan jiwanya dan keluarga. 

“Saya merasakan betul jika sebuah keamanan identitas Hakim dan Jaksa di media agar dapat disamarkan. Tidak jarang kami merasa terintimidasi oleh kelompok terduga pelaku tindak pidana terorisme dengan kemudahan mereka dalam mencari informasi terhadap para penegak hukum,” tutur Alex. 

Rapat ini juga dihadiri beberapa pihak terkait diantaranya perwakilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Yuswardi, Kasubdit Penuntutan Kejaksaan Agung, Fri Hartono dan Perwakilan dari Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika (APTIKA) Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia. Maman

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan menjatuhkan sanksi teguran kedua untuk Program Siaran “Mega Bollywood” di ANTV. Program acara film dari India berjudul “Chennai Express” ini kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. 

Pelanggaran ditemukan tim pengawasan KPI Pusat pada 17 September 2022 pukul 14.58 WIB. Dalam film berklasifikasi R13+ terdapat adegan perkelahian secara eksplisit berupa saling pukul dan menendang hingga tersungkur ke tanah sampai berdarah-darah yang ditampilkan secara berulang dalam beberapa adegan. Meskipun telah dilakukan proses penyamaran terhadap visual darah, masih terlihat tidak dilakukan secara sempurna. Demikian dijelaskan dalam surat teguran kedua yang telah dilayangkan KPI Pusat ke ANTV, beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan adegan kekerasan secara eksplisit dalam film berklasifikasi R ataupun R13+ (remaja) jelas bertentangan dengan aturan. Isi atau adegan film dengan klasifikasi R harusnya menyesuaikan dengan psikologis segmen penontonnya yakni Remaja dan ini diatur dalam P3SPS.

“Isi film dengan klasifikasi umurnya tidak sesuai karena adanya terdapat adegan kekerasan tersebut. Perlu diketahui dalam aturan KPI, film atau program berklasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi film ini ditayangkan pada siang hari, waktu dimana anak-anak aktif dan kemungkinan besar menonton TV,” kata Mulyo Hadi. 

Menurut Mulyo, pelanggaran ini sering terjadi dan terulang karena kurangnya pemahaman peraturan penyiaran dan pemberian klasifikasi yang tidak tepat untuk penonton di TV. Pengaturan penyiaran lebih ketat karena memperhatikan perbedaan karakteristik penonton dan ruang tontonnya. 

“Penyiaran harus memberi rasa aman dan ramah kepada siapapun terutama anak-anak. Karenanya, penggolongan usia atau pelabelan klasifikasi tontonan ini harus ditentukan lebih jeli jika program tersebut ditayangkan di TV dengan acuan P3SPS. Hal ini untuk menghindari terjadinya pelanggaran serupa,” tegas Mulyo. 

Dalam Standar Program Siaran (SPS) KPI Pasal 37 Ayat (2) disebutkan juga bahwa program siaran klasifikasi R harus berisikan nilai-nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, nilai-nilai sosial dan budaya, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar. 

“Nilai-nilai tersebut semestinya ditanamkan dalam program siaran berklasifikasi R. Aturan ini dibuat untuk kepentingan anak-anak atau remaja kita. Mereka harus dilindungi dan juga ditanamkan nilai-nilai yang baik serta manfaat untuk menumbuhkan dan membentuk karakter mereka. Pasti ada pesan dalam setiap film tapi harus diperhatikan dengan cara apa pesan itu disampaikan agar tidak memberi contoh buruk kepada anak. Harapan kita pasti sama, melahirkan generasi yang kuat, baik, cerdas dan kompetitif dalam segala hal,” ujar Mulyo Hadi.

Dalam kesempatan itu, KPI meminta ANTV segera melakukan perbaikan internal agar pelanggaran serupa tidak terulang. “Kami berharap pelanggaran ini tidak terulang. Ini juga menjadi masukan untuk semua lembaga penyiaran,” tutup Mulyo Hadi. ***

 

 

Bandung – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai para siswa khususnya pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) berpotensi menjadi agen sosial dalam konteks literasi media. Pelajar SMA memiliki energi lebih banyak sehingga memengaruhi produktifitasnya dan lebih mudah berpikir kreatif.

Pendapat tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, saat membuka kegiatan Literasi dan Sosialisasi Pengawasan Isi Siaran KPI di Sekolah Kristen Yahya, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (19/11/2022).

“Ini yang menarik, karena anak mudah berpikir kreatif. Harapannya kepada mereka bisa menjadi agen literasi. Literasi ini bagaimana persoalan mengetahui bahwa siaran itu dibuat oleh manusia dan kedua bagaimana kita memiliki sifat kritis,” tambah Mulyo Hadi.

Namun begitu, sikap kritis dan cerdas memilah milih informasi ini tidak hanya diterapkan ke media penyiaran, tapi juga terhadap media baru. Kenyamanan dan keamanan media seperti TV dan radio dijamin oleh adanya Undang-undang Penyiaran, sedangkan media baru belum ada aturannya. 

“Hal yang mengkhawatirkan saat ini justru datang dari media baru. Kita menghadapi problematika, pengaruh dari media baru ini,” kata Mulyo Hadi. 

Terkait hal ini, KPI mendorong peran sekolah terutama para guru untuk ikut membantu dan mengawasi pola penggunaan dan pemanfaatan media baru. “Jika konten siaran TV sudah diawasi KPI karena kami konsisten menjalani tugas. Secara non stop memantau siaran TV dan Radio. Ada sekitar 17 stasiun TV yang kami pantau secara non stop, 24 jam secara shift,” jelas Mulyo.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Sekolah SMA Kristen Yahya, Yoyo, menyampaikan apresiasi dan rasa terimakasihnya kepada KPI yang telah menghadirkan acara literasi di lingkungan SMA Yahya. 

“Suatu kehormatan Sekolah Kristen Yahya untuk menerima kunjungan ini. Saya bangga dengan kunjungan dari DPR dan KPI. Kegiatan ini bisa menjadi masukan dan menambah wawasan terkait literasi dan digitalisasi penyiaran,” tandasnya. 

Usai sambutan, acara dilanjutkan langsung sesi literasi dan sosialisasi yang menghadirkan Anggota Komisi I DPR RI, Junico BP Siahaan, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, Komisioner KPID Jabar, Adiyana Slamet, dan Stand Up Comedy Kompas TV, Alif Rivelino. Acara ini dimoderatori Neneng Athiyatul Fauziyah. Turut hadir dalam acara, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah dan Hardly Stefano. ***/Foto: AR

 

 

Bandung -- Salah satu upaya menjaga penyiaran nasional agar tetap eksis dan tumbuh adalah dengan menempatkan TV dan radio sebagai acuan utama memperoleh informasi juga hiburan. Selain keberadaannya diatur tegas dalam Undang-Undang Penyiaran, perannya makin penting sebagai media penjernih di tengah keruhnya informasi (konten) yang berasal dari media baru.

Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, menyatakan peran serta masyarakat, dalam hal ini para siswa, sangat besar dalam menjaga keutuhan penyiaran nasional. Pasalnya, jika hal ini dibiarkan tanpa perhatian dan kepedulian, bukan tak mungkin penyiaran nasional berganti siaran asing.

“Penyiaran di Indonesia harus tetap tumbuh. Apakah kalian mau negara dikuasai asing? Atau yang ditonton buatan asing? Tidak mau ya. Berarti kita harus mendorong TV menyiarkan siaran yang baik,” kata Mimah di depan seratusan siswa SMAK Yahya.   

Mimah menyatakan perhatian terhadap siaran TV dan radio dalam bentuk kritik maupun apresiasi akan mendorong industri tersebut ke arah yang positif dan jadi lebih manfaat. “Kalau kita lebih banyak mengikuti Medsos tetapi melupakan TV kalian belum menjadi Indonesia. Supaya kalian cinta TV dan Radio, masuk ke produksi program siaran, maka Radio dan TV itu bisa bermanfaat,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Junico BP Siahaan, salah satu narasumber acara menyampaikan, persoalan media baru sebagai sebuah permasalahan besar. Hadirnya media baru mengubah cara menonton masyarakat dari yang sebelumnya berdasarkan jadwal menjadi leluasa tanpa batasan waktu. 

“Dulu kalau mau nonton “Kata Berkait”, kita harus duduk di depan TV jam 05.00-05.30. Tidak ada pilihan lain. Kalau sekarang, kapan saja saya bisa nonton. Dulu dan sekarang beda budaya, kita bicara masalah dulu hanya satu TV,” kata Nico, panggilan akrabnya. 

Namun begitu, Nico memandang perlunya kesamaan perlakuan dari segi hukum. TV dan radio diawasi oleh Undang-Undang Penyiaran sedangkan media baru belum ada payung hukumnya. “Soal regulasi, kita punya UU Penyiaran, sebab yang tayang di TV dan Radio menggunakan frekuensi dan itu merupakan SDM milik negara. Saat ini. lewat OTT, apa yang kita tonton seperti Youtube, Netflik ataupun Tiktok belum ada yang mengawasi,” paparnya. 

Dalam kesempatan itu, Nico mendorong penguatan literasi untuk menanamkan sikap kritis sekaligus apresiatif pada masyarakat terhadap media yang dikonsumsi. Menurutnya, literasi akan melatih cara berpikir seseorang sehingga tidak mudah puas terhadap informasi ataupun tayangan yang diterima. 

“Kita melatih berpikir kritis, jangan puas apa yang di depan kita. Critical thinking. Dengan itu kalian tidak mudah terbawa arus dan punya pisau yang lebih tajam,” tuturnya kepada para siswa. ***/Foto: AR

 

 

 

Ciputat -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memastikan setiap lembaga penyiaran (TV dan radio) boleh melakukan proses kreatifitasnya dengan cara apa saja. Bahkan, KPI tidak melarang lembaga penyiaran mengejar rating demi peningkatan finansial usahanya. Namun, yang paling penting dan ditekankan KPI adalah muara dari kreatifitas yakni moralitas konten siaran.

“Proses kreatifitas boleh melakukan apa saja, mengejar rating juga boleh. Karena ini bagian dari dinamika industri, namun harus berujung pada  moralitas dari program siaran yang punya kemanfaatan bagi publik,” kata Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat menjadi narasumber acara Literasi dan Sosialisasi Pengawasan Isi Siaran KPI di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (16/11/2022). 

Hardly menegaskan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan larangan untuk membatasi proses kreatifitas di TV dan radio. Menurutnya, proses kreatifitas merupakan hak lembaga penyiaran dan tugas KPI memastikan kreatifitas tersebut menghasilkan produk siaran yang membawa pesan moral yang baik. 

“Sejauh mana suatu program siaran itu membawa pesan moral yang baik pada masyarakat. Itu yang diawasi oleh KPI, tentunya berdasarkan regulasi,” tuturnya.  

Meskipun begitu, Hardly meyakinkan jika siaran di TV cenderung lebih aman dan nyaman bagi masyarakat ketimbang informasi atau siaran yang berasal dari media baru. Salah satu tolak ukur pihaknya memastikan siaran di TV aman dan juga baik adalah melalui pengukuran Indeks Siaran TV secara berkala. Dalam hal ini KPI bekerjasama dengan 12 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di 12 Kota. 

“Dari hasil riset indeks kualitas siaran TV tahun 2022 menujukkan, 6 dari 8 program kategori program siaran yang diteliti sudah berkualitas. Masih ada dua kategori program siaran yang indeksnya belum berkualitas, yaitu infotaiment dan variety show,” jelas Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini.

Terkait program siaran jurnalistik atau berita, Hardly mengaitkan dengan situasi yang terjadi saat ini dimana informasi dari media baru datang bak air bah. Meskipun paling sering diakses masyarakat, namun informasi melalui media baru tidak selalu benar.

“Segala dinamika di media penyiaran, khususnya di program siaran jurnalistik, berada dalam koridor etika jurnalistik dan P3SPS. Sehingga informasi melalui siaran TV dapat menjadi rujukan, karena akurasi dan kualitas informasinya lebih terjamin,” paparnya.

Hal ini juga sejalan dengan hasil riset status literasi digital Indonesia tahun 2022 yang dilakukan oleh kementarian komunikasi dan informatika. Hasil riset ini menunjukkan data bahwa media yang paling sering diakses masyarakat Indonesia adalah media sosial, namun media yang informasinya paling dipercaya adalah TV.

Menurut Hardly, program siaran berita di TV ibarat oase di tengah belantara disinformasi. Program siaran ini termasuk salah satu program siaran berkualitas berdasarkan hasil riset KPI beberapa tahun belakang. Pencapaian ini diperoleh setelah melalui rangkaian bahasan yang mengacu pada 6 dimensi pengukuran.

“Ke enam dimensi dalam kategori program siaran berita yakni pertama, tidak menyampaikan berita bohong. Kedua, mengedepankan prinsip praduga tak bersalah. Ketiga, akurat. Keempat, tidak menampilkan muatan sadis. Kelima, adil, berimbang dan tidak berpihak. Dan keenam, faktual dan tidak memasukkan opini redaksi. Hal ini menunjukkan dan menegaskan bahwa program siaran berita di televisi ibarat oase informasi di tengah belantara disinformasi,” tegasnya.

Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heriyanto, menyampaikan berbagai pandangannya terkait program siaran berita di TV. Menurutnya, media massa dalam hal ini TV harus menjadi media yang kredibel atau sebagai rujukan di tengah era keberlimpahan informasi seperti sekarang. 

Dia juga menekankan pentingnya penguatan sumber daya manusia (SDM) penyiaran untuk siap bertarung dan adaptif menghadapi dinamika zaman yang cepat berubah. Industri penyiaran pun harus mengikuti pola perubahan ini. Tapi yang paling utama, lanjut Gun Gun, media harus tetap independen serta menjalankan fungsi profetik media.

“Jika kemudian kita bicara soal jurnalistik sebagai bagian yang penting maka jurnalistik harus menghadirkan kebenaran faktualnya. Jangan menjadi alat melegitimasi pemebenaran dari kelompok-kelompok tertentu,” ujar Gun Gun. 

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institute, Karyono Wibowo, menekankan pentingnya literasi yang berkecukupan ke masyarakat tentang media dan pemberitan terlebih menjelang perhelatan Pemilu 2024. Pembekalan ini dapat menangkal propaganda hoax yang nantinnya akan digunakan para kontestasi untuk memengaruhi pemilih. “Literasi ini juga berkaitan dengan state of mine,” katanya.

Karyono juga memperhatikan pola penggunaan internet oleh kontestasi melalu media sosial. Menurut dia, literasi ini menjadi modal bagi pemilih untuk mendapatkan informasi yang benar. “Publik jadi tabayun atau kritis sebelum menyebarkan informasi. Dan program literasi bangsa kita masih rendah seperti menyimak dan membaca. Indonesia berada di urutan kedua terendah dalam membaca. Maka sangat penting kegiatan literasi-literasi seperti ini,” ujarnya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.