Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan memberi surat teguran pada Global TV perihal adanya pelanggaran pada acara “Buletin Indonesia Siang” dalam segmen “VIP” yang ditayangkan oleh stasiun tersebut pada tanggal 4 Mei 2013 mulai pukul 11.33 WIB. Demikian ditegaskan KPI dalam surat tegurannya yang tertuju Direktur Utama Global TV, Fernando Audy, Jumat, 24 Mei 2013.

Adapun pelanggaran yang dilakukan program tersebut adalah menampilkan dan menjadikan kehidupan pribadi (privasi) para istri Eyang Subur sebagai konsumsi publik. Dalam program tersebut juga ditampilkan muatan yang mengesankan pembenaran terhadap tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap hak privasi dan nilai-nilai agama.

Sebelumnya, KPI Pusat telah menerima surat No. U-176/MUI/V/2013 tertanggal 15 Mei 2013 dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) perihal Laporan Tayangan yang Bertentangan dengan Norma Agama & Hukum (surat terlampir). Surat ini pada intinya melaporkan tentang beberapa tayangan yang menampilkan 7 (tujuh) istri Eyang Subur yang digambarkan penuh kemesraan dan menimbulkan kesan pembenaran terhadap tindakan yang menyimpang dan bertentangan dengan ketentuan perkawinan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 42 Kompilasi Hukum Islam.

Dalam surat itu, KPI Pusat meminta kepada Global TV agar menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera merampungkan Peraturan KPI tentang Penyiaran Pemilu dalam FGD (fokus grup diskusi) yang berlangsung di kantor KPI Pusat, Jakarta, Kamis, 23 Mei 2013. Aturan ini nantinya menjadi acuan bagi lembaga penyiaran TV dan radio menayangkan siaran kampanye pada Pemilu 2014.

Penyusunan peraturan penyiaran program Pemilu tersebut juga melibatkan KPU Pusat dan Bawaslu Pusat. Hadir dalam FGD tersebut Anggota Bawaslu, Nasrullah, sedangkan dari KPU hingga acara dimulai   belum datang.
Selain KPU dan Bawaslu, hadir Tim Perumus yang dibentuk oleh Rakornas KPI di Bali tahun 2013 yang terdiri atas KPID Sulsel, KPID Sumut, KPID Kalsel, KPID NTB, KPID Papua Barat, dan KPID Yogyakarta.

PIC FGD Penyiaran Pemilu yang juga Komisioner KPI Pusat, Idy Muzayyad menyatakan masih banyak poin-poin yang belum disepakati seperti soal kampanye, soal proposionalitas, waktu tayang kampanye iklan dan beberapa hal lainnya. “Kita perlu membahas kritikal-kritikal poinnya,” katanya saat membuka acara tersebut.

Idy menjelaskan mengenai adanya irisan antara penyiaran dengan Pemilu yakni pada tahapan Pemilu, kegiatan Pemilu oleh atau di media penyiaran, pengaturan penyiaran Pemilu, dan pengawasan penyiaran Pemilu.

Selain itu, Idy memandang relasi media dan kegiatan tersebut (Pemilu) diperlukan untuk menjaga hak publik untuk mengetahui informasi kepemiluan secara utuh dan proposional terutama melalui media. Hak dan kewajiban media untuk memberitakan atau menyiarkan informasi kepemiluan secara adil dan berimbang. Hak peserta pemilu untuk menggunakan media sebagai sarana komunikasi politik dan kewajiban pendidikan politik kepada publik. Kemudian, hak dan kewajiban penyelenggara pemilu untuk mensosialisasikan pemilu berkualitas dan mengajak partisipasi masyarakat melaui media.

Sementara itu, Komisioner KPID DIY mengingatkan bahwa kepentingan publik menjadi diatas segalanya dalam membuat peraturan. Karena itu, dia berpendapat jika iklan politik ataupun iklan pemilu harus memberi nilai, pencerahan atau mendidik pemirsanya. “Selama ini, iklan politik tidak begitu,” keluhnya.

Ketua KPID Sulawsi Selatan, Rusdin Tompo, dikutip kpi.go.id dari kabarmakassar menjelaskan, tim perumus ini adalah untuk menjalankan amanah Undang-Undang No. 8 Tahun 2012, khususnya Pasal 100 yang mengatur tentang kewenangan pengaturan penyiaran Pemilu bahwa KPI dan Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu yang dilakukan oleh lembaga penyiaran atau media massa cetak.

Berdasarkan UU itu, KPI sebagai salah satu regulator penyiaran memiliki tanggung jawab untuk mengatur tentang mekanisme siaran kampanye politik di media penyiaran dengan memegang prinsip keadilan bagi semua peserta Pemilu.

Semua partai dan caleg mesti diberi akses yang sama dalam Pemilu 2014. Sehingga masyarakat mendapatkan informasi yg proporsional mengenai calon wakil rakyat mereka dan partai yang akan dipilih. Ini juga akan menjadi sarana sosialisasi dan pendidikan politik yang baik. Apalagi bila kemasan program dibuat kreatif, inovatif dan edukatif. Red

Jakarta - Pemerintah cq Kemenkominfo, Kemenkeu, Kemendagri, Kemenkum Ham dan Kemenpan akan mempersiapkan dan memberikan Dim sandingan Pemerintah terhadap RUU tentang Penyiaran kepada DPR RI pada Hari Senin depan, 27 Mei 2013. Komitmen tersebut disampaikan kelima perwakilan Kementerian yang diundang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI mengenai RUU Penyiaran, Rabu, 22 Mei 2013.

Diawal rapat, Ramadhan Pohan, Pimpinan Komisi I, menanyakan perihal keterlambatan DIM sandingan dari Pemerintah. Padahal, Komisi I sudah mengingatkan dalam rapat kerja dengan Komiinfo terakhir yakni pada 31 Januari 2013. Mengingat sampai akhir masa sidang ketiga tahun sidang 2012-2013, Pemerintah belum menyampaikan DIM Sandingan, maka Pimpinan DPR RI melalui surat tanggal 13 Mei 2013, telah mengingatkan Pemerintah untuk menyerahkan DIM sandingan terhadap RUU Penyiaran.

“Sampai sekarang kami belum menerima DIM sandingan. Bahwa terhitung sejak ditugaskan oleh Bamus DPR RI tanggal 31 Jan 2013, pembahasan RUU dilakukan pada dua masa persidangan dan paling lama diperpanjang paling lama, satu kali masa persidangan. Oleh sebab itu, DPR RI ingin mendengarkan kendala yang dihadapi terhadap DIM sandingan RUU Penyiaran,” kata Ramadhan di depan wakil Pemerintah dalam RDP tersebut.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Tifatul Sembiring mengatakan keterlambatan DIM sandingan dari Pemerintah dikarenakan pembahasan DIM tersebut memerlukan waktu sangat lama, karena jumlah DIM yang sangat banyak.

“Kami hitung 858 butir yang meliputi substansi krusial, masalah kelembagaan KPI, perizinan, kewenangan penyusunan peraturan perundang-undangan, kelembagaan LPP, konten atau isi siaran, sanksi penyiaran digital, dan kepemilikan LP. Sehubungan dengan banyaknya pembahasan, penyelesaian DIM tidak sesuai sesuai waktu yang ditetapkan, akhir April 2013, sesuai dengan hasil RDP antara DPR RI dengan Kemenkominfo tanggal 31 Januari 2013,” jelas Tifatul.

Saat ini, lanjut Tifatul, DIM RUU Penyiaran sudah selesai dibahas antar Kementerian dan telah disesuaikan dengan EYD (ejaan yang disempurnakan) dengan melibatkan ahli bahasa dari Badan Pembinaan Bahasa Depdikbud. “DIM itu sudah kami kirim kemarin ke Wapres dan Presiden. Jika beberapa hari ini ada persetujuan, kami akan segera mengirim ke komisi I DPR RI. Itu yang bisa kami sampaikan,” katanya.

Sementara itu, disela-sela rapat tersebut, Anggota Komisi I, Tantowi Yahya, menyatakan pemerintah tidak serius membahas persoalan ini. "Dalam hal ini, hubungan pemerintah dan DPR ternyata tidak satu platform, karena pemerintah menganggap ini tidak penting," ujarnya.

Politisi dari Partai Golkar ini menegaskan jika keberadaan UU Penyiaran baru sangat penting sebagai payung hukum Penyiaran di tanah air. Saat ini, katanya, terjadi kekosongan payung hukum, padahal dinamika yang terjadi menuntut segera adanya aturan. 

Pernyataan senada juga disampaikan Anggota Komisi I lainnya seperti Meutya Hafidz, Tri tamtomo, Evita Nurshanty, dan Susaningtyas. Rata-rata dari mereka menanyakan alasan keterlambatan dan dimana letak kesalahan tersebut. Menurut mereka, keterlambatan seperti ini tidak boleh apalagi hal ini menyangkut persoalan penting. Red

Jakarta – Trans TV penuhi undangan KPI Pusat untuk dialog sekaligus memberi klarifikasi terkait tayangan salah satu program acara di stasiun televisi tersebut yakni “New Rangking Bersama Beswan Djarum” yang ditayangkan pada 17 Mei 2013 pukul 07.23 WIB. Dialog dan klarifikasi berlangsung di kantor KPI Pusat, 23 Mei 2013, diikuti Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto dan Nina Mutmainnah berikut pihak Trans TV yang terlibat langsung dalam pembuatan program tersebut.

Diawal pertemuan, Ezki dan Nina menjelaskan bahwa dari segi materi program acara tersebut tidak bermasalah, yang bermasalah menurut mereka adalah tayangan tersebut di sponsori oleh perusahan rokok meskipun itu dalam bentuk lain dan acara tersebut ditayangkan pada pukul 7 pagi. “KPI banyak menerima aduan dari masyarakat terkait tayangan acara itu,” jelas mereka.

Dalam pertemuan itu,  turut hadir Ketua KPID Sulsel, Rusdin Tompo. Menurutnya, sangat sayang jika acara yang bagus dan edukatif disisipi dengan produk yang dilarang dalam UU Penyiaran dan aturan yang terkait. Red

Jakarta - Anggota Komisi I dari Fraksi PAN Muhammad Najib akan mendesak pembahasan revisi UU Penyiaran agar bisa selesai pada masa sidang ini. Karena, menurut dia, hal ini penting untuk memperbaiki tatakelola penyiaran yang lebih baik lagi bagi karakter bangsa.

Hari ini, Rabu (22/5), Komisi I menggelar raker dengan Menkominfo, Menkumham, Menkeu, Mendagri, Menteri Aparatur Negara untuk membahas persiapan pembahasan RUU Penyiaran tersebut.

"Inti dilakukannya revisi UU Penyiaran itu adalah untuk bagaimana ada progress agar dengan UU Penyiaran yang baru nanti bisa dirancang lebih baik lagi bagi dunia penyiaran ke depannya," ujarnya kepada JurnalParlemen.

Najib memberikan catatan untuk revisi UU Penyiaran ini, bahwa secara umum ke depan tidak boleh lagi ada monopoli frekuensi. Selain itu, perlu diatur sedemikian rupa, bagaimana lembaga penyiaran yang ada juga bisa menjadi lembaga pendidikan publik. Sehingga, siaran itu harus memberikan edukasi kepada publik, untuk pencerahan, pencerdasan bangsa, memberi inspirasi dan informasi yang mendidik bagi masyarakat.

"Karenanya perlu adanya konsep yang matang, untuk membangun dan pengaturan siaran agar lebih berkualitas lagi," tukasnya.

Najib menilai, lembaga penyiaran saat ini lebih memilih sebagai entertain atau penyiaran-penyiaran yang bersifat hiburan. Kemudian lebih mengejar keuntungan semata, sehingga mengabaikan dimensi-dimensi atau konsekuensi-konsekuensi negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. "Termasuk persoalan monopoli itu, agar ada versifikasi acara yang dinikmati masyarakat. Itu catatan umumnya," katanya. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.