Balige – Bupati Kabupaten Toba, Poltak Sitorus, memberi apresiasi tinggi kegiatan literasi yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Balige, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Menurutnya, dengan literasi akan memupuk sikap bijak dalam diri siswa dalam memanfaatkan media di era sekarang.
“Anak-anak kita harus cerdas bermedia karena kalau tidak cerdas maka maka jika sampah informasi yang masuk maka yang akan keluar juga sampah. Siapa yang mau hatinya keluar tempat sampah. Jangan jadikan hatimu tempat sampah. Jadikan hatimu yang good news dengan berita yang memberikan motivasi, gairan dan hal baik lainnya,” kata Poltak dalam sambutannya di acara Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) KPI di SMA 1 Balige, Senin (13/3/2023).
Kegiatan literasi di kalangan siswa dinilainya tepat karena bisa mengubah cara pandang mereka dalam memanfaatkan media. Tidak hanya para siswa, cara pandang manusia yang cenderung mencari berita atau informasi yang negatif juga harus diubah.
“Ini harus diubah. Lewat pertemuan ini bagaimana media bisa membuat manusia itu Bahagia. Ayo anak-anak coba menjadikan media itu bisa membuat bahagia dan cerdas bermedia,” tuturnya.
Kepala Sekolah SMA 1 Balige, Aldon Samosir, menyampaikan terimakasih kepada KPI Pusat yang telah menyelenggarakan kegiatan literasi di lingkungan sekolahnya. Menurutnya, kegiatan seperti ini belum pernah dilakukan di SMA tertua di Kota Balige.
“Terimakasih kepada KPI yang telah mengunjungi sekolah ini. Sekolah ini termasuk sekolah negeri teruta ke 100 di Indonesia. Berdirinya tahun 1950,” katanya.
Kepala Sekolah berharap kegiatan ini dapat membangun siswa yang berbudaya dan bermartabat. Semoga peserta makin terbuka dan makin luas pikirannya tentang dunia ini,” tandasnya. ***/Foto: AR
Solo - Pembaruan regulasi (UU) dinilai akan memberi kepastian hukum bagi masyarakat maupun lembaga penyiaran. Kemajuan teknologi dan luasnya materi siaran saat ini memerlukan peraturan yang jelas dan tegas termasuk penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, saat ini pihaknya telah hampir rampung menuntaskan draf RUU Penyiaran. Draf peraturan ini menampung berbagai dinamika yang dikeluhkan termasuk tentang kelembagaan KPI.
“Mudah-mudahan bulan puasa draf RUU sudah selesai. UU Penyiaran yang baru dalam drafnya akan mengatur isi siaran atau mengatur penyiaran dalam hal ini termasuk kelembagaan KPI,” katanya melaui sambungan daring di Kegiatan Bimbingan Teknis SDM Lembaga Penyiaran Radio tentang P3SPS di Solo, Jawa Tengah, Jumat (10/3/2023).
Dihadapan ratusan penyiar yang tergabung dalam Persatuan Penyiar Radio Seluruh Indonesia (Persiari), Abdul menyampaikan alasan perubahan revisi UU Penyiaran karena kebutuhan masyarakat yang semakin dinamis.
Kebutuhan masyarakat akan hiburan, informasi dan berita, adalah dasar dari dibentuknya peraturan penyiaran. “Pada dasarnya suatu peraturan perundang-undangan dikeluarkan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan juga mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat,” kata Abdul Kharis.
Dalam sambutannya, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio mengatakan, kegiatan ini merupakan wujud lembaganya dalam memberikan edukasi kepada para pelaku penyiaran. Fungsi strategis media penyiaran harus diiringi dengan penguatan rambu-rambu penyiaran yang ada.
Agung berharap ke depan para pelaku industri kreatif radio dapat menjadi gerbong dalam menciptakan iklim siaran yang sehat dan berkualitas. “Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) merupakan tuntunan buat penyiar di TV maupun radio ketika mereka bersiaran. Di dalamnya terdapat hal yang dibolehkan dan dilarang,” tutur Agung.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, meminta para penyiaran dalam mengantarkan imajenasi pendengarnya untuk tidak mengabaikan fungsi-fungsi dari media penyiaran.
“Kalau radio hanya sarana memberikan hiburan abai pada fungsi hiburan, kontrol dan perekat sosial, saya yakin hingga hari ini radio masih eksis. Bobot dalam substansi isi konten siaran mengandung wahana pendidikan hingga hiburan,” kata Mulyo
Di tengah tantangan dari hadirnya media baru, Mulyo menambahkan, radio harus menampilkan sesuatu yang sensasional namun tetap memiliki ukuran yang pantas. Memiliki unsur positif diyakini akan memperoleh tempat terbaik di setiap pendengarnya. “Membuat program siaran yang baik. Dalam regulasi penyiaran tidak melanggar rambu-rambunya,” pungkas Mulyo. Syahrullah
Jimbaran -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga yang mewakili masyarakat dalam dunia penyiaran terus gencar melakukan literasi ke masyarakat dalam bentuk Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP). Kali ini, Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Bali berkesempatan menjadi tuan rumah dalam helatan tersebut.
Bertindak sebagai narasumber yakni I Made Sunarsa, Tulus Santoso dan Ni Made Ras Amanda Gelgel. Materi literasi difokuskan menguatkan peran masyarakat sebagai penentu arah industri televisi saat ini. Belum lagi perkembangan media baru dengan banyak pilihan yang dikhawatirkan membuat masyarakat meninggalkan TV dan radio. Padahal media ini merupakan sumber informasi yang diawasi dengan ketat sehingga sangat minim hoaks atau disinformasi.
“Pendengar radio semakin hari semakin turun. Dibalik itu, pengguna media sosial terus naik tiap tahun. Harusnya ini menjadi perhatian bagi kita semua,” jelas Tulus saat menyampaikan keperihatinannya akan media TV dan radio yang mulai ditinggalkan.
Fenomena ini menunjukkan kecenderungan masyarakat yang lebih menggandrungi media sosial daripada TV atau radio. Ditambah lagi terbentuk pendapat tentang isi kontennya yang tidak berkualitas, jenis acara yang monoton, hingga sudah merasa tidak mendapat manfaat dari media ini. Karena itu, semangat untuk melihat TV dan mendengar radio perlu ditumbuhkan lagi.
“Jadi kalau ingin informasi yang baik, hiburannya yang sehat, edukasinya ada, nonton aja siaran TV. Saya kira ini harus menjadi semangat kita bersama,” jelas Made Sunarsa.
Literasi merupakan aspek penting yang menjadi bekal masyarakat dalam menerima informasi. Terlebih pola penyiaran TV dan radio saat ini adalah menampilkan fenomena yang viral di media sosial. Pikiran kritis dalam literasi yang harus dikuatkan untuk menekan hal-hal buruk yang justru viral dan kemudian tayang di TV atau radio.
“Kita bicara literasi kita bicara tentang kritis, jadi kalau nonton kita tidak boleh menerima informasi begitu saja.” Jelas Ni Made, Akademisi Universitas Udayana (Unud).
Tumbuhnya sikap kritis masyarakat dibarengi minat menonton TV atau mendengar radio mestinya jadi kunci berbenahnya industri penyiaran. Tingkat literasi dan perhatian masyarakat terhadap TV maupun radio akan sangat membantu KPI dalam mengawasi dan menyanksi program siaran yang bandel.
“Saya kira KPI Pusat dan KPI Daerah yang jumlahnya puluhan tidak cukup untuk mengawasi siaran yang jumlahnya beribu-ribu jam. Gerakan ini (GLSP) mengajak masyarakat untuk aktif. Saat ini, KPI sudah berusaha tegas pada lembaga penyiaran dengan P3SPS dan lainnya. Saya kira KPI selain mengawasi pemberi pesan (lembaga penyiaran), namun juga (penerima pesan) masyarakat untuk cerdas dalam memilih program siaran,” harap akademisi Unud tersebut sebagai closing statement. Abidatu Lintang
Jakarta -- Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran No.32 tahun 2002 harus segera tuntas. Selain itu, RUU Penyiaran baru harus berisikan aturan-aturan yang progresif dengan definisi penyiaran yang luas. Jadi ketika UU tersebut berlaku, aturanya mampu menjangkau dan memahami seluruh aspek penyiaran termasuk di dalamnya perkembangan media dan teknologi.
Hal itu disampaikan Anggota KPI Pusat, Irsal Ambia, saat mengisi acara Diskusi Forum Legislasi yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen dan Biro Pemberitaan DPR dengan tema “RUU Penyiaran untuk Kedaulatan Bangsa dan Negara” yang berlangsung di Media Center DPR/MPR/DPD RI di Gedung Nusantara 3 Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/3/2023) kemarin.
“Kita mendorong UU Penyiaran baru segera dibahas dan bisa dihasilkan. UU baru ini tidak hanya bicara konvensional tapi juga punya pandangan digital pada platform new media. Ini tugas kita bersama dan teman-temen wartawan perlu mengutarakan ini,” tambah Irsal di depan peserta diskusi.
Tak hanya itu, Irsal berharap UU Penyiaran baru mampu mewujudkan keadilan berusaha untuk semua platfrom media. Dengan demikian, kompetisi antar kedua platform media itu akan berjalan baik dan sehat.
“Kewenangan KPI sekarang hanya yang konvesional dan yang baru belum tersentuh. Ini akan menjadi semacam regulasi yang adil. Mereka nanti akan berbadan hukum Indonesia dan ketika sudah maka mereka akan tunduk pada hukum Indonesia. Salah satunya mereka akan bayar pajak dan salah satu kepentingan pengaturan media baru adalah kedaulatan bangsa,” jelas Irsal.
Selain soal media baru, Irsal meminta RUU Penyiaran dapat mendorong demokratisasi penyiaran di Indonesia menjadi lebih baik. Hal ini salah satunya menyangkut persoalan kepemilikan media karena menyangkut aspek ekonomi dan politik.
“Fenomena seperti ini tidak hanya di Indonesia tapi juga terjadi di seluruh dunia. Ada hubungan antara politik dan ekonomi. Kemudian sedikit orang menguasai media. Mereka itu punya banyak radio dan TV. Yang penting dilakukan kita adalah belajar dari negara lain dengan membangun fire wall yang menjaga kepentingan politik sehingga tidak akan sangat mudah menggunakan ruang publik tersebut,” ujar Irsal.
Dia juga menyampaikan perlunya penguatan kelembagaan KPI sebagai regulator penyiaran. Selama ini, fungsi KPI belum optimal karena kewenangannya hanya terbatas pada konten siaran. “Semestinya kewenangan pengaturan secara holistik. Artinya, hal-hal yang di luar konten, seperti registrasi perizinan, dan sebagainya secara menyeluruh ada di sebuah badan. Intinya penguatan KPI baik strukturnya, KPI Daerah dan lain sebagainya," tutur Irsal.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, pihaknya sedang membahas draf RUU penyiaran dan berencana akan menyelesaikannya pada periode ini. Jika draf sudah selesai, Komisi I DPR akan menyampaikan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR.
"Proses di Komisi I hampir selesai untuk draf RUU-nya. Mudah mudahan dalam masa sidang besok ini draf RUU penyiaran sudah akan selesai," kata Abdul Kharis dalam Forum tersebut.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah meminta pembahasan revisi UU Penyiaran melibatkan partisipasi publik dan memperhatikan masukan publik tersebut. Hal itu agar pembentukan UU tidak cacat formil atau sesuai dengan aturan pembentukan perundang-undangan. "Bagaimana kemudian publik dirangkul sebanyak mungkin, jangan dikebut," papar Trubus. ***
Jimbaran – Literasi membentuk sikap kritis dan selektif masyarakat terhadap tayangan atau konten di media. Jika sikap ini makin kuat dan meluas, hal ini tak hanya mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi media tapi juga akan memengaruhi pola produksi konten di media tersebut.
Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, TV dan radio bahkan media baru seperti Youtube berharap tayangannya ditonton atau didengar masyarakat. Semakin banyak konten tersebut ditonton maupun didengar, maka konten tersebut makin sering dibuat.
“Rating dan share itu menjadi pertimbangan lembaga penyiaran karena berpengaruh kepada pemasukan. Jumlah pemirsa selalu menjadi lebih penting. Kalau di sosial media juga begitu acuannya, viewer dan subscribe. Selalu yang menentukan adalah penonton,” kata Hardly saat membuka acara Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa di Kampus Institut Teknologi Bisnis STIKOM Bali, di Jimbaran, Bali, Kamis (2/3/2023).
Oleh sebab itu, lanjut Hardly, pihaknya berupaya menempatkan posisi masyarakat (penonton) berada di atas atau yang menentukan dinamika siaran. Namun sikap menonton harus terlebih dahulu diarahkan agar memilih konten yang baik dan berkualitas. Melalui literasi pola tersebut tersebut dapat dibentuk.
“TV dan radio kalau membuat siaran lalu tidak banyak yang nonton tentu akan membuat hal-hal yang menarik supaya banyak dilihat. Karenanya, kita ingin membuat teman-teman semakin selektif melihat tontonan karena itu akan jadi rujukan industri untuk proses selanjutnya. Ini yang akan kita dorong,” pintanya kepada para mahasiswa.
Hardly menambahkan, KPI bisa saja menjatuhkan sanksi kepada konten lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran. Tapi hal ini tidak akan berkelanjutan jika tidak ada dukungan dari penonton. Artinya, meskipun tayangan tersebut sudah disanksi tetap bisa ada selama penoton tidak meresponnya.
“Karenanya kami berharap melalu gerakan ini, bukan hanya KPI tapi seluruh masyarakat Indonesia khususnya generasi muda, menjadi bagian untuk mendorong kualitas penyiaran dari waktu ke waktu menjadi lebih baik,” katanya.
Menurut Hardly, ada beberapa cara untuk mewujudkannya yang pertama dengan selalu memilih program siaran yang baik dan berkualitas. Artinya, tayangan tersebut bermanfaat bagi masyarakat. Kedua, sebarkan atau umumkan siaran baik dan berkualitas itu kepada masyarakat.
“Jadi yang kita viralkan itu siaran yang baik-baik. Kenapa kita perlu viralkan, agar semakin banyak orang yang tahu tentang program siaran baik. Jika orang makin banyak tahu, maka mereka akan menonton. Kalau makin banyak, maka industri juga akan bergerak memproduksi yang baik itu tadi,” ujar Hardly.
Berdasarkan hasil indeks kualitas program siaran TV yang dilakukan KPI bersama 12 Perguruan Tinggi di 12 Kota, dari 8 kategori program acara enam, 6 kategori dinilai berkualitas. Hanya tersisa 2 kategori program yang masih di bawah indeks berkualitas yakni Infotainmen dan Sinetron.
Ketua KPID Bali, I Gede Agus Astapa, mengatakan mencerdaskan masyarakat merupakan tugas bersama termasuk dalam hal memanfaatkan media terutam di era digital sekarang. “Mudah-mudahan dengan kegiatan ini masyarakat Bali khususnya, dapat semakin cerdas dalam memanfaatkan media. Apalagi pada 20 Maret nanti akan dilakukan analog switch off,” katanya.
Dia menyatakan masyarakat Bali terbilang sudah cerdas dalam memilih konten. Namun kecerdasan tersebut harus terus diasah yang salah satunya melalui literasi.
Dalam kegiatan diskusi GLSP, hadir narasumber antara lain I Made Sunarsa, Tulus Santoso dan Ni Made Ras Amanda Gelgel. Moderator acara diskusi dipimpin Nyoman Adi Sukerno. Turut hadir Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah. ***
Kepada :
Yang terhormat: Bapak/Ibu Pimpinan Komisi Pemilihan Umum.
Atas pelaksanaan debat perdana/ pertama yang telah dilaksanakan pada hari Selasa,12 Desember 2023. Dengan apresiasi dari kami untuk pihak KPU atas kesadaran kebutuhan kami warga Tuli dengan menyediakan layar Juru Bahasa Isyarat (JBI). Debat tersebut sudah berjalan sekitar 120 menit atau 2 jam dengan lancar. Namun kami warga Tuli merasa kecewa karena penyampaian informasi belum memadai karena kurang akses. Ada beberapa poin hambatan yang kami rasakan selama menyimak debat tersebut, berdasarkan keluhan warga Tuli yang diperoleh di media sosial, terutama IG dan Whatsapp:
1. Ukuran Layar dan Logo TV:
• Ukuran kotak JBI terlalu kecil.
• Logo TV menghalangi tampilan JBI.
2. Proses Penerjemahan:
• Penerjemahan JBI terlihat tidak/kurang profesional.
• Beberapa isyarat tidak dipahami atau kurang sesuai sehingga sering disalahartikan oleh pemirsa Tuli. Contoh isyarat kekuasaan mirip dengan isyarat Pemerkosaan.
• Proses penjuru bahasaan dalam bahasa isyarat sering tertinggal.
3. JBI untuk Setiap Pasangan Calon:
• Hanya satu JBI untuk tiga pasangan calon.
• Kesulitan JBI dalam menerjemahkan semua pasangan calon dengan baik.
• Pemirsa Tuli bingung identitas pembicara di antara tiga calon Presiden (Hanya ada satu JBI berperan sebagai tiga calon Presiden, menciptakan kebingungan dan ketidakjelasan dalam memahami siapa yang sebenarnya berbicara dan apa yang mereka sampaikan.)
4. Keterlibatan Organisasi Tuli:
• Tidak diketahui apakah KPU bekerjasama dengan organisasi Tuli.
• Ketidak terlibatan organisasi Tuli dapat mengakibatkan akses JBI yang kurang maksimal dan tidak inklusif.
5. Partisipasi dan Akses Penuh:
• Tidak jelas langkah-langkah yang diambil KPU untuk memastikan partisipasi dan akses penuh pemilih Tuli.
• Pemilih Tuli mungkin kesulitan memahami isi debat capres tanpa aksesibilitas yang memadai.
Kami menyampaikan beberapa solusi, sebagai berikut:
1. UKURAN LAYAR JBI
- Ukuran Layar yang kecil dan logo studio, Solusinya: kotak JBI diperbesar atau dibuatkan line tersendiri dengan OBS dan Zoom.
2. PROSES PENERJEMAHAN
- mohon KPU dapat melibatkan Tuli yang bergabung dalam organisasi Tuli Nasional (Gerkatin) yang tahu kwalitas JBI untuk menyeleksi JBI demi kesempurnaan penyampaian informasi yang tepat bagi Tuli.
3. JBI untuk setiap calon Presiden.
- misalnya layar TV dibagi 3 kotak, 1 kotak berisi 1 JBI untuk calon presiden nomor 1, 1 kotak lain berisi 1 JBI lagi untuk calon presiden nomor 2 dan seterusnya, lalu moderator harus diberikan 1 kotak lagi. Contoh dapat dilihat di youtube.
4. Melibatkan langsung organisasi Tuli/GERKATIN
5. Partisipasikan dalam akses penuh
- Dengan membuat workshop tentang aksesibilitas informasi untuk Tuli
Dari beberapa poin diatas kami sampaikan. Kami adalah Warga Negara Indonesia Tuli yang memiliki hak untuk memilih dan kami berharap dapat memilih calon pemimpin yang tepat dan tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Atas kerjasama dan perhatian, kami mengucapkan banyak terima kasih.
Hormat kami:
Bambang Prasetyo
(Ketua DPP Gerkatin)
1. Seluruh DPD dan DPC Gerkatin
2. Gerkatin kepemudaan
3. IDHOLA (Indonesian Deaf-HoH Law and Advocacy)
4. Pusbisindo
5. AJBII (Asosiasi Juru bahasa isyarat Indonesia.
6. ATMI (Assosiasi Tuli Muslim Indonesia)
7. PORTURIN (Perhimpunan Olahraga Tunarungu Indonesia)
8. FFTI (Federasi Futsal Tuli Indonesia).
Terus dukung dan tayangkan acara tv untuk anak anak yang ramah anak,daripada yang isinya sinetron tidak jelas,tetap dukung dan tayangkan film/acara anak kartun agar anak anak dewasa sesuai waktunya. Dan tidak kehilangan masa kecilnya.
Mohon untuk ketua KPI menindak lanjuti sinetron yang ada di stasiun televisi yang membuat anak anak bodoh.
Lebih baik acara seperti doraemon,shincan,Spongebob tetap tayang karena anak dapat berimajinasi.
Terimakasih