- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Dilihat: 7
Jakarta - Tantangan dunia jurnalistik semakin kompleks di era digital sekarang ini. Kecepatan informasi yang beredar di berbagai platform sering kali mengaburkan batas antara fakta dan opini. Hal ini menuntut para jurnalis untuk tetap menjaga integritas dan marwah profesinya.
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, I Made Sunarsa menerangkan, jurnalistik memiliki peran krusial dalam memberikan informasi yang akurat, obyektif, dan berimbang kepada masyarakat. Namun, di tengah derasnya arus informasi di media sosial, praktik jurnalisme kerap mengalami tantangan besar, seperti penyebaran berita hoaks, disinformasi, serta tekanan kepentingan tertentu.
“Kredibilitas media terletak pada kemampuannya menyampaikan berita yang berbasis fakta, diverifikasi, dan berimbang. Jika marwah jurnalistik tergerus, maka kepercayaan publik terhadap media akan semakin menurun,” ungkap I Made Sunarsa saat menjadi pemateri dalam diskusi Konvensi Nasional Media Massa yang diselenggarakan Dewan Pers bertajuk “Disrupsi Berganda Terhadap Media Massa” di Jakarta, Kamis (20/2/2025).
Dalam konteks ini, sambung I Made Sunarsa, peran KPI sangat penting dalam mengawasi konten-konten yang disiarkan, terutama di media penyiaran. KPI memiliki tanggung jawab dalam memastikan bahwa berita yang disiarkan tidak hanya sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik, tetapi juga mematuhi regulasi yang berlaku agar tidak menyesatkan publik.
“Sebagai pilar keempat demokrasi, media dan jurnalis memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kepercayaan publik. Oleh karena itu, setiap jurnalis harus terus meningkatkan kapasitasnya, memahami perkembangan teknologi digital, serta berpegang teguh pada nilai-nilai jurnalistik yang berlandaskan kebenaran dan keadilan,” katanya.
Di tempat yang sama, Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo menilai. KPI dan Dewan Pers atau pemangku kepentingan lainnya perlu menggelar pertemuan penting untuk merumuskan aturan dan kebijakan baru yang selaras dengan kepentingan masyarakat dan negara. Menurutnya, pertemuan ini menjadi langkah strategis dalam menghadapi tantangan era digital yang semakin kompleks dan menjaga kedaulatan informasi nasional.
“Pentingnya keseimbangan antara kebebasan pers dan perlindungan terhadap kepentingan nasional. Regulasi yang jelas dan tegas diperlukan agar media di Indonesia tidak kehilangan arah dan tetap berorientasi pada kepentingan publik,” katanya.
Di era digital, media asing semakin mendominasi ruang informasi di Indonesia. Hal ini menyita perhatian Hary Tanoe yang menurutnya negara-negara lain telah lebih dulu menetapkan kebijakan ketat terhadap perusahaan teknologi asing, sementara Indonesia masih tertinggal dalam regulasi terkait.
"Jika kita tidak segera bertindak, media nasional akan semakin tergerus oleh perusahaan digital asing yang memiliki modal besar dan infrastruktur kuat. Oleh karena itu, regulasi yang akan dirumuskan harus mampu memberikan perlindungan bagi industri media dalam negeri agar tetap kompetitif," tutup Hary. Syahrullah