- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Dilihat: 1462
Bekasi – Dalam beberapa tahun pelaksanaan program Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV), nilai yang diperoleh kategori program siaran Variety Show selalu di atas ambang batas nilai 3.0 (batas kualitas) yang ditetapkan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Hal ini berbanding terbalik dengan perolehan nilai pada kategori program siaran infotaimen dan sinetron yang selalu berada di bawah angka kualitas.
Hal ini disampaikan oleh Anggota KPI Pusat, Evry Rizqi Monarshi, pada saat menjadi pembicara kunci dalam kegiatan “Sarasehan Nasional” untuk kategori Variety Show di Bekasi, Jawa Barat (11/12/2023).
Lebih jauh, Evry mengungkapkan, kerap ditemukan konten siaran yang mengandung hedonisme dalam program siaran infotaimen. Namun dengan hasil IKPSTV yang telah diekspos, ke depan masyarakat akan lebih selektif dalam memilih tayangan. “Pengaruh pamer harta dalam program siaran tersebut memberikan efek yang kurang baik jika masyarakat tidak dapat memfilter tayangan yang ditonton,” katanya.
Deputi Director Programming Indosiar, Ekin Gabriel menuturkan, terhitung mulai 2018 hingga 2021 secara bertahap rata-rata televisi telah merubah pola atau konsep program siaran acaranya. Faktanya kerap ditemukan slot siaran lembaga penyiaran televisi digunakan untuk bloking time yang diisi oleh promosi e-commers.
“Variety show yang agak menarik. Bahwa dalam 5 tahun belakang yang paling tinggi adalah variety show blocking ecomerce (jualan). Kita bersaing dengan akun sosial media. Rating dan sharenya turun 50 persen di 10 tahun terakhir. Kita agak sulit menayangkan variety show yang menggunakan cost yang besar. Kondisi sekarang anak-anak lebih suka menonton video-video pendek seperti menonton video tik tok,” katanya.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto menuturkan, media sosial menjadi ukuran seberapa jauh mengetahui tren yang sedang digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat diukur dengan seberapa banyak konten siaran yang diambil dari media sosial dalam tayangan di media mainstream.
“Semakin banyak konten siaran yang di masukan TV. Artinya, rujukan tren yang sedang eksis terjadi di televisi adalah cerminan dari sosial media di waktu yang sama. Sebagai informasi juga generasi di rentang usia 35 tahun ada pada ekosistem sosial media,” kata Janoe.
Dalam kesempatan itu, Janoe menilai tanggungjawab moral dalam beriklan sangat penting. Sayangnya, justru banyak iklan mensponsori program-program siaran yang nilainya di bawah 3.0. Menurutnya, pengukuran iklan sangat kuantitatif. Oleh karena itu perencana iklan harusnya melihat peta kerja atau work plan yang merujuk pada angka. Hasil pengamatan tersebut ditindaklanjuti dengan menempatkan iklan pada program yang dimaksud.
“Kalau planner memiliki integritas terhadap sebuah acara, baik dan buruknya, maka mereka punya pertimbangan. Pemilihan acara untuk beriklan, kemudian planner memilih acara di luar penilaian kuantitatif itu merupakan masalah integritas. Telah muncul sebuah kesadaran seorang pengiklan mulai memperhatikan quality dari iklan itu, bukan hanya persoalan rating,” paparnya. Syahrullah/Foto: Agung R