- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 12835
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan tidak boleh ada glorifikasi dan amplifikasi atau membesar-besarkan dengan mengulang dan membuat kesan merayakan kebebasan Saiful Jamil dalam program siaran di televisi dan radio. Hal ini disampaikan KPI dalam pertemuan dengan tim manajemen Saiful Jamil di kantor KPI Pusat, yang meminta keterangan terkait kemunculannya di televisi, (4/11). Dalam pertemuan tersebut tim manajemen Saiful Jamil diwakili oleh Ayu Kyla dan H. M. Firmansyah. Sedangkan dari KPI Pusat yang hadir adalah Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Hardly Stefano Pariela dan Irsal Ambia, serta Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran, Mimah Susanti.
Dalam pertemuan tersebut Ayu menjelaskan kondisi di lembaga pemasyarakatan (lapas) saat dibebaskannya Saiful Jamil. Menurut Ayu, pihaknya tidak pernah mengundang kehadiran jurnalis sehingga membuat lapas Cipinang ramai menjelang pembebasan Saiful. Selain itu, Ayu juga menanyakan dasar hukum dari KPI melarang Saiful Jamil di televisi.
Menjawab pertanyaan dari tim manajemen Saiful Jamil ini, Hardly Stefano Pariela memaparkan tentang konsep ideal penyiaran yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penyiaran. “Kalau mau kita simpulkan dari pasal 2 sampai 5 undang-undang Penyiaran, intinya konten siaran, selain menghibur, juga harus memberikan edukasi yang positif pada publik,” ujar Hardly.
Salah satu tugas KPI adalah menetapkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Atas dasar ini KPI mengeluarkan surat edaran pada seluruh lembaga penyiaran untuk tidak melakukan amplifikasi dan glorifikasi atas peristiwa pembebasan Saiful Jamil. “Kita bisa berpolemik apakah Saiful Jamil yang menginisiasi peristiwa pembebasannya,” tambah Hardly. Tapi yang tampil di lacar kaca dan yang dilihat masyararakat adalah Saiful Jamil tampil bak pahlawan. Bagi kami, ini yang tidak etis dan tidak perlu disimbolkan dengan gegap gempita, tegasnya.
Sebagai sebuah lembaga negara, KPI terikat pada regulasi, dalam hal ini undang-undang penyiaran. KPI harus memastikan konten siaran di televisi dan radio memenuhi aspirasi masyarakat sebagaimana yang diamanatkan undang-undang. Keresahan akan tampilnya Saiful Jamil di televisi bukan dari hanya suara satu dua orang. Faktanya, tambah Hardly, yang menyuarakan itu termasuk lembaga-lembaga negara seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hingga anggota dewan. “Keresahan di masyarakat ini direpresentasi oleh lembaga negara yang juga punya legitimasi,” terangnya.
Sementara itu Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia mengingatkan agar tim manajemen Saiful Jamil memahami betul konstruksi hukum yang ada dalam undang-undang penyiaran. Jadi, kalau KPI ditanya apakah boleh melarang atau tidak, jawabannya ada di undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
Jika membandingkan dengan artis-artis lain, Mulyo Hadir Purnomo menyampaikan tindakan tegas yang sudah diambil KPI kepada lembaga penyiaran yang menayangkan aksi-aksi artis yang tidak pantas. Hal ini juga menjadi bagian dari usaha KPI mengakomodir aspirasi publik yang resah terhadap konten siaran yang nirsusila. Di sisi lain, jika pihak Saiful Jamil merasa dirugikan dengan pemberitaan di media yang memberi citra buruk, Mulyo menyarankan tim manajemen memanfaatkan hak jawab di media. Mulyo pun berpesan, Saiful Jamil harus membangun karakter dan citra yang positif agar penerimaan masyarakat menjadi lebih baik.