Jakarta – Program siaran “Spotakuler” yang ditayangkan stasiun tvOne diputuskan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 dan memperoleh surat sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama dari KPI Pusat. 

Teguran ini diberikan karena program siaran yang tayang pada 15 Juni 2021 di pukul 10.04 WIB pada saat membahas informasi tentang “Kisah Memalukan Selebritis” menampilkan visualisasi seorang pria buang air kecil di tempat umum (bandara). Hal ini dijelaskan KPI Pusat dalam surat teguran yang telah dilayangkan kepada TV One, beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menegaskan visualisasi tersebut jelas menabrak aturan penyiaran berkaitan dengan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijelaskan dalam Pasal 9 Pedoman Perilaku Penyiaran. Menurutnya, segala visualisasi ataupun tayangan harus memperhatikan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

“Kami berupaya menjaga agar hal-hal yang tidak sesuai dengan budaya dan kebiasaan (norma), tidak muncul dalam layar kaca. Siaran yang tidak pantas dan kemudian tersebar lewat media penyiaran sangat mungkin berpengaruh buruk bagi masyarakat, utamanya anak dan remaja kita yang semestinya diajarkan sesuatu yang baik dan berpaedah. Meski tidak tampak bagian vital, tapi tidak adanya upaya pengaburan menunjukkan ketidakperhatiannya tayangan tersebut terhadap norma kesopanan,” jelasnya.

Berdasarkan keterangan dalam surat teguran, visualisasi tersebut melanggar 8 (delapan) Pasal di P3SPS. Salah satu pasalnya terkait kewajiban lembaga penyiaran memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran. 

“Lembaga ini (KPI) dan aturan penyiaran sangat peduli terhadap perlindungan anak dan remaja dalam isi siaran. Apalagi program siaran “Spotakuler” berklasifikasi R atau remaja yang semestinya sudah dipahami pihak lembaga penyiaran untuk lebih jeli dan berhati-hati terhadap apa yang disiarkan dan kemungkinan dampaknya. Jangan sampai hal-hal yang tidak baik dan tidak sesuai norma sosial masuk di dalamnya,” jelas Mulyo Hadi.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta TV One dan seluruh lembaga penyiaran agar memahami dan jeli terhadap aturan yang ada dalam P3SPS KPI khususnya terkait pasal klasifikasi usia penonton. 

“Jika sebuah program siaran telah diklasifikasi R atau remaja harus diingat adanya larangan menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Aturan ini terdapat dalam Pasal 37 ayat 4 Standar Program Siaran KPI,” tandasnya. ***

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus mengupayakan peningkatan kualitas tayangan sinetron (sinema elektornik) di layar kaca. Berbagai cara telah dilakukan agar mutu sinetron terutama yang dibuat anak negeri makin membaik, mulai dari pembinaan secara intensif hingga penjatuhan sanksi. Sayangnya, hingga saat ini, sebagian besar kualitas isi sinetron kita tetap sama alias belum beranjak ke level yang diharapkan.

Langkah lain juga dilakukan KPI guna mengerek kualitas tayangan sinetron yakni bersinergi dengan Lembaga Sensor Film (LSF). Upaya ini dinilai sangat tepat karena LSF memiliki kewenangan atas penyensoran dan pelebelan klasifikasi usia penonton dalam setiap judul dan episode sinetron yang akan tayang di televisi.

Sinergi ini telah dilakukan kedua lembaga dan yang terakhir dalam Rapat Koordinasi (Rakor) yang diinisiasi LSF pada Kamis (1/7/2021) di Jakarta. Rakor yang berlangsung secara luring dan daring itu turut mengundang Stasiun TV dan Rumah Produksi (Production House). 

Di awal rakor itu, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan catatan semua keluhan publik terhadap tayangan sinetron di TV. Kebanyakan meminta kualitas konten tayangan ini ditingkatkan. “Setiap topik apapun dalam media sosial KPI, sinetron dijadikan bahan agar KPI memperbaiki kualitas sinetron. Itu kesimpulannya, sinetron menjadi rujukan netizen untuk diperbaiki,” katanya.

Agung kemudian menyinggung bagaimana Korea Selatan mampu berjaya lewat produksi film dan drama Korea-nya yang mestinya jadi contoh industri penyiaran di tanah air. Menurutnya, sinetron Indonesia dengan drama Korea tak jauh beda karena topik yang diangkat soal romantisme. 

“Drama Korea menjual mimpi. Endingnya happy, gambarnya bagus, alur cerita bagus, tapi kalau dilihat secara detail kualitas sinetron kita kalah jauh dengan mereka,” ujar Agung dan perbedaan kondisi kualitas ini sering menjadi pokok bahasan di KPI.

Agung mengatakan pembatasan jumlah episode setiap judul drama yang dilakukan Korea dinilai sangat baik. Hal ini akan memberi ruang lebih luas bagi pelaku industri film membuat karya-karya yang bermutu dan tidak membosankan secara cerita. 

“Di Korea dibatasi tidak lebihi dari sekian puluh episode. Kalau di Indonesia bisa ratusan. Bahkan ada yang sampai ribuan, bayangkan saja alur ceritanya. Inilah yang menjadi perhatian kami bagaimana kualitas sinetron kita menjadi lebih baik daripada yang ada sekarang. Saya yakin kita tidak kalah dengan Korea, saya yakin kita mampu membuat sinetron yang seperti Korea,” harap Agung.

Ketua LSF, Romy Fibrianto, menimpali bahwa forum rakor yang diadakan pihaknya dan mengundang perwakilan TV serta rumah produksi merupakan upaya bersama untuk membangun kualitas sinetron karena lembaga seperti LSF bagian dari ekosistem perfilman di tanah air. Menurutnya, pertemuan bersama ini (KPI, LSF, LP dan PH) harus dilakukan secara berkesinambungan. 

“Sebagai tuan rumah, LSF menyambut baik untuk berdiskusi dan bertukar pikiran demi gagasan demi kemajuan industri perfilman dan penyiaran Indonesia,” katanya.

Sementara itu, Koordinator bidang Isi Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, berharap seluruh lembaga penyiaran dan juga rumah produksi mau bersinergi mewujudkan tayangan sinetron dalam negeri yang berkualitas. Menurutnya, tayangan sinetron di televisi harus mampu memberikan nilai dan manfaat yang baik bagi masyarakat. 

“Mudah-mudahan kebersamaan ini bisa membawa perubahan dan fungsi media supaya bisa terwujud, jadi tidak hanya memberikan informasi juga tidak hanya menghibur, tapi juga harus menjadi perekat dan kontrol social. Harus ada nilai dalam progman sinetron. Itu catatan saya,” tutupnya. ***/Editor:MR

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) tentang daftar lagu yang memiliki muatan lirik yang berpotensi melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Surat tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil pembinaan yang dilakukan KPI Pusat kepada anggota PRSSNI dan beberapa radio berjaringan di Indonesia pada 28 Mei lalu. Dalam surat pemberitahuan tersebut, memuat 42 lagu dengan deskripsi potensi pelanggaran dan rekomendasi KPI kepada pengelola radio. 

Komisioner KPI Pusat yang merupakan Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Mimah Susanti menjelaskan, pada prinsipnya sebagai sebuah surat pemberitahuan KPI masih membuka ruang dialog dengan PRSSNI dan juga pihak lain untuk memberi masukan terkait muatan dari lirik-lirik lagu dimaksud. “Karena itu sangat mungkin terjadi perubahan dalam daftar tersebut, bertambah atau pun berkurang,” ujarnya. 

Dalam forum pembinaan dengan para pengelola radio, KPI menyampaikan banyaknya temuan potensi pelanggaran P3 & SPS di sejumlah radio. Di antaranya dari lirik lagu berbahasa asing yang memuat kata-kata cabul, kasar dan bertendensi pada seks bebas (free sex) serta lontaran lontaran kata tidak pantas dan cabul dari penyiar. Pada forum pembinaan beberapa waktu lalu memang tak ada masukan dan sanggahan, maka hasil kajian terhadap beberapa lagu tersebut dikirimkan untuk dicermati. Pada prinsipnya, Komisioner yang akrab disapa Santi ini menekankan, KPI memberikan peluang masukan atas hasil kajian tersebut.

Pasal 20 P3 KPI tahun 2012 menyebutkan, program siaran dilarang berisi lagu dan/ atau video klip yang menampilkan judul dan/atau lirik bermuatan seks, cabul, dan/atau mengesankan aktivitas seks. Aturan ini pula yang menjadi landasan dari beberapa KPID mengeluarkan larangan diputarnya lagu-lagu dangdut yang memiliki judul dan lirik porno, seperti yang dilakukan KPID Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan KPID lainnya beberapa tahun lalu. Di antara lagu dangdut yang dilarang adalah “Hamil Duluan”, “Pengen Dibolongi” dan “Mobil Bergoyang”. 

Dijelaskan pula olehnya, dengan adanya surat pemberitahuan yang berisikan daftar lagu yang potensial melanggar P3 & SPS, KPI berharap PRSSNI dapat melakukan penyuntingan lagu atau yang biasa dikenal dengan sebutan radio edit, untuk muatan lirik lagu yang bermasalah. Perhatian KPI terhadap konten siaran di radio dilakukan agar ada kesetaraan dalam pengawasan dan tidak terkesan pengawasan hanya dilakukan pada televisi saja. Mengingat kewenangan yang diberikan regulasi pada KPI adalah melakukan pengawasan konten di televisi dan radio, termasuk juga pada televisi berlangganan atau pay tv./Editor:MR

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan memberi sanksi administratif teguran tertulis untuk program siaran “Jalan Kesembuhan: Ningsih Tinampi” yang ditayangkan stasiun Net atau Net TV. Program siaran bergenre realty show dan berklasifikasi R13+ ini kedapatan melakukan pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.

Adapun pelanggarannya berupa visualisasi atas nama (a.n) Ningsih Tinampi yang tengah melakukan terapi kepada pasien. Dalam proses terapi tersebut terdapat adegan seorang wanita yang kesurupan hingga berteriak-teriak. Selain itu, terdapat adegan a.n. Ningsih Tinampi berkomunikasi dengan makhluk halus yang ada di dalam tubuh pasiennya dan menjadikan pasien yang sedang menderita sebagai objek candaan. Pelanggaran ditemukan tim pemantauan KPI Pusat pada tanggal 21 Mei 2021 pukul 04.37 WIB. Demikian dijelaskan KPI dalam surat teguran yang telah disampaikan ke Net, beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan keputusan pihaknya menjatuhkan sanksi teguran dikarenakan adegan di atas yang ada dalam acara tersebut tidak mengindahkan aspek-aspek perlindungan terhadap anak dalam isi siaran. Menurutnya, aspek protektif terhadap penonton usia di bawah usia dewasa ini menjadi tujuan lembaganya dengan harapan isi siaran memberi kenyamanan dan keamanan bagi penonton dengan klasifikasi usia tersebut. 

“Adegan kesurupan dan kemudian ada komunikasi dengan mahluk halus yang ada dalam tubuh pasien dan menjadikannya bahan candaan di tengah pasien tersebut sedang sakit jelas tidak memberikan nilai-nilai baik bagi penonton khususnya remaja. Semantara orang di sekitar pasien dibiarkan mengabadikan peristiwa tersebut dengan handphone-nya. Kerahasiaan identitas dan keluhan pasien harus diperhatikan. Prinsip perlindungan dan edukasi harus selalu ditegakkan,” kata Mulyo.

Menurut Komisioner bidang Isi Siaran KPI Pusat ini, siaran dengan klasifikasi R semestinya memuat gaya penceritaan serta tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. Bahkan, dalam Standar Program Siaran (SPS) Pasal 37 Ayat (2), program siaran klasifikasi R harus berisikan nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, nilai-nilai sosial dan budaya, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar.

“Karenanya, aturan  melarang tampilan atau muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tegas Mulyo.

Dia menambahkan, program-program siaran yang mengandung unsur-unsur mistik, horor maupun supranatural mestinya merujuk dan memperhatikan aturan penyiaran (P3SPS) serta surat edaran KPI tentang mistik, horror dan supranatural (MHS) tertanggal 5 September 2018 Nomor 481/K/KPI/31.2/09/2018. 

“Kami berharap kepada Net dan seluruh lembaga penyiaran agar memperhatikan dan membaca aturan main tentang siaran-siaran berbau MHS. Hal ini sangat penting untuk memberikan kenyamanan serta  keamanan bagi penonton kita khususnya anak dan remaja,” tandasnya. ***

 

 

Jakarta – Meningkatnya kasus positif Covid-19 di hampir seluruh daerah di tanah air menunjukkan adanya ketidakpeduliaan masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan (prokes). Untuk itu, komitmen dan dukungan seluruh stakeholder penyiaran khususnya lembaga penyiaran (TV dan radio) untuk terus mengingatkan serta memberi contoh masyarakat agar disiplin menerapkan prokes Covid-19.

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan posisi lembaga penyiaran sangat strategis dalam upaya menekan tingkat persebaran virus covid di tengah masyarakat. Menurutnya, lewat informasi dan iklan layanan masyarakat tentang pentingnya prokes, masyarakat dapat lebih mudah menerima dan mengikuti anjuran tersebut.

“TV dan radio itu sebagai agen sosialisasi yang efektif karena sifatnya yang top down. Karenanya, kami selalu mendorong lembaga penyiaran untuk terus menyampaikan informasi dan iklan layanan masyarakat tentang prokes. Tujuannya agar masyarakat patuh,” katanya saat membuka pertemuan daring antara KPI, Satgas Covid-19, Kemeterian Kesehatan, Kantor Staf Presiden (KSP) dengan Lembaga Penyiaran terkait Sosialisasi Vaksinasi dan Prokes Covid-19, Kamis (24/6/2021).

Meskipun begitu, Agung mengapresiasi seluruh lembaga penyiaran yang banyak berkontribusi menyampaikan dan memproduksi secara mandiri pesan-pesan tentang bahaya Covid dan penerapan protokol kesehatan. 

“Mereka telah berjuang melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk patuh dan taat pada prokes. Tapi banyak faktor kenapa pandemi ini masih berjalan dan angkanya sangat sensational,” ujarnya.

Sementara itu, pertemuan dengan seluruh stakeholder penyiaran yang diinisiasi KPI bersama Satgas Covid menyikapi makin meningkatnya jumlah angka positif dan kematian yang diakibatkan virus covid. Berdasarkan data yang disampaikan Dewi Nur Aisyah (Ketua Bidang Data dan IT Satgas Covid-19), ada tren kenaikan pasca Hari Raya Idul Fitri meskipun secara kesembuhan juga mengalami kenaikan dibanding rata-rata kesembuhan dunia.

“Kalau kami lihat kenaikan pasca libur idul fitri jauh lebih curam. Sehingga 20 hari terakhir terjadi peningkatan 66 ribu atau 70% kenaikan dalam 20 hari saja. 20 provinsi juga mengalami tren peningkatan dan ada 8 provinsi mengalami kenaikan pada kasus terakhir,” katanya dalam pertemuan itu.

Menurut Dewi, perlu langkah signifikan untuk menekan laju peningkatan kasus positif covid yang terjadi di hampir seluruh wilayah. Upaya pencegahan ini perlu melibatkan banyak pihak terutama lembaga penyiaran. 

Hal yang sama turut disampaikan Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19, Sonny Harry B. Harmadi. Menurutnya, pesan dan informasi tentang pentingnya prokes paling efektif melalui media. Media memiliki pengaruh luar biasa dan baik dalam membangun komunikasi resiko.

“Kita sekarang berupaya untuk menyampaikan informasi dalam bentuk budaya. Kita mohon bantuan ini. Kita diminta sampaikan materi edukasi yang lebih keras. Kita gandeng para kiai cukup banyak. Program reality show diharapkan bisa pakai masker selama dua minggu ini. Kami sangat harapkan ini. Walau tidak banyak pesannya, narasikan soal pentingnya 3 M. Kasih contoh pakai masker pakai,” kata Sonny. 

Dalam kesempatan itu, Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, menegaskan kembali komitmen lembaga penyiaran untuk mendukung upaya pemerintah dalam penanggulangan pademi. “Ada kekhawatiran luar biasa dengan virus corona. Mari sama-sama membantu pertama memberi informasi yang pasti dan kedua memberi gambaran prokes yang benar. Kita tiada berhenti untuk menyampaikan hal ini.  Dua minggu ini harus strik terkait dengan edaran yang sudah disampaikan KPI. Salah satu yang bisa mempengaruhi masyarakat adalah melalui lembaga penyiaran,” tandasnya. ***/Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.