- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 4090
Ciputat - Memasuki tahun politik menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024, tantangan bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah melakukan pengawasan konten siaran di televisi dan radio sebagai media arus utama. Hingga hari ini, hampir seluruh lembaga penyiaran sudah menyiarkan tayangan politik sebagai bagian sosialisasi agenda politik nasional. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab KPI dalam memastikan tayangan yang dihadirkan lembaga penyiaran, tetap berada dalam koridor aturan. Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan hal tersebut usai penandatanganan kesepahaman antara KPI dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, di Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, (23/5).
Sebagai Ketua KPI Pusat periode 2022-2025, Ubaidillah menyadari betul tanggung jawab KPI mengawal siaran televisi dan radio pada tahun-tahun politik ini sangat besar. Per hari ini, ujarnya, KPI memantau sebanyak 43 televisi yang terdiri atas 20 televisi eksisting yang bermigrasi dari analog ke digital, dan 23 televisi digital. Selain itu, KPI Pusat juga melakukan pemantauan terhadap 15 stasiun radio dan 5 lembaga penyiaran berlangganan (LPB).
Dia menjelaskan di hadapan peserta “Literasi Media dan Politik Jelang Pemilu 2024: Mitigasi Konflik SARA dan Penguatan Partisipasi Warga”, apa yang ditonton KPI dalam melakukan pengawasan sama dengan yang ditonton masyarakat. Meski sekarang kita tahu, generasi Z sudah beralih dalam mengonsumsi media dari televisi dan radio ke media internet. Tapi sesungguhnya bagi masyarakat secara umum, televisi masih menjadi sumber informasi utama. Realitas ini yang harus disadari betul, terutama dalam menjaga suasana dan kondisi menjelang Pemilu 2024 dalam ruang-ruang demokrasi yang terbuka, dalam hal ini ranah penyiaran. “Karenanya, lembaga penyiaran juga harus benar-benar sadar, agar dalam menyampaikan pemberitaan, iklan, atau pun sosialisasi kegiatan Pemilu tetap sesuai dengan koridor,”ujarnya.
Kerja sama KPI dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Pers, salah satunya dalam rangka memberi koridor aturan atas konten siaran kepemiluan. “Kita nanti akan mengumpulkan lembaga penyiaran serta partai politik peserta Pemilu dalam rangka sosialisasi aturan yang tengah dirumuskan,” tambahnya. Harapannya, baik televisi dan radio atau pun peserta pemilu, memahami petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang harus dipatuhi, dalam siaran kepemiluan. “Kami sebagai regulator akan terus mengawasi proses demokrasi yang hadir di ruang siar publik. Harapannya, usaha ini dapat menghasilkan demokrasi yang lebih baik dari sebelumnya, dan pengalaman kurang menyenangkan pada 2014, 2017, serta 2019 tidak terulang” tegas Ubaidillah yang juga merupakan alumni UIN Syarif Hidayatullah.
Hingga sekarang, KPI menerima banyak aduan dari publik soal konten di media sosial yang sebenarnya bukan kewenangan KPI. Berkaca pada waktu lalu saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak, lembaga penyiaran dapat ditertibkan oleh KPI, namun media sosial tidak ada yang mengatur. “Sehingga, hoax, fitnah, isu sara, dan lain-lain benar-benar menjadi konsumsi setiap hari yang muncul di genggaman tangan,” ujarnya. Kegiatan literasi ini, menjadi upaya mitigasi menyongsong Pemilu 2024.
Mengingat proses pemilu sudah berjalan, Ketua KPI secara tegas mengingatkan lembaga penyiaran untuk menjaga keberimbangan, netralitas dan proporsionalitas dalam setiap siaran. “Harus berimbang dan rata,” tegasnya. Termasuk juga soal tone dalam pemberitaan! Pengalaman dalam Pilkada lalu, setiap calon mendapat durasi pemberitaan yang sama namun tone atau dampak siarannya pada publik berbeda. Misalnya, yang satu diberitakan jalan sehat namun yang lain diberitakan sedang melakukan penggusuran.
Kita berharap media secara tertib tetap taat pada kode etik jurnalistik dan pedoman perilaku penyiaran standar program siaran (P3&SPS). Ditambah lagi akan ada peraturan bawaslu dan peraturan KPU yang baru tentang penyiaran pemilu. Harapannya, kita dapat menyambut pesta demokrasi dengan damai dan semua rakyat terinformasi setiap tahapan pemilu. “Tahu kapan waktunya nyoblos, tahu bagaimana pengecekan data sudah terdaftar atau belum, termasuk juga bagaimana cara melakukan pencoblosan di tempat lain,” tambahnya. Yang jelas, media pun harus mengoptimalkan partisipasi warga dalam Pemilu demi kualitas demokrasi yang lebih baik untuk bangsa ini ke depan, pungkasnya. (Foto KPI Pusat/ Syahrullah)