Tangerang Selatan - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD mengatakan, Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu wujud nyata dari demokrasi sekaligus pilar penting dari tumbuhnya demokrasi. Dia menegaskan keberlangsungan Pemilu tidak bisa berjalan mulus dengan hanya mengandalkan KPU sebagai penyelenggara. Keterlibatan pers dalam hal ini media ikut andil menyukseskan jalannya Pemilu mendatang.

“Pemilu dengan pers dan literasi media adalah satu keterikatan,” kata Mahfud saat menjadi pembicara kunci dalam acara Seminar Nasional yang diselenggarakan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan tema “Literasi Media dan Politik Jelang Pemilu 2024, Selasa (23/5/2023) kemarin.

Mahfud menyoroti kekuatan pers yang memengaruhi tiga lembaga utama yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif. Saat ini, lanjutnya, media mainstream menyajikan informasi dan gagasan yang bertanggung jawab. Meskipun kenyataannya kemerdekaan dan independensi sejumlah media masih dipertanyakan. 

Namun begitu, menurut Mahfud, kondisi pers sekarang sudah jauh lebih bebas dibandingkan dengan era Orde Baru yang otoriter. “Sekarang, di era reformasi, pers sudah jauh lebih merdeka,” katanya.

Jelang Pemilu 2014, Mahfud menyoroti sejumlah media mainstream yang cenderung berpihak pada salah satu kandidat. Dalam hal ini, katanya, preferensi pemilik modal sangat berpengaruh pada sikap dan pemberitaan medianya. “Hampir semua media mainstream mempunyai afiliasi politik, sehingga banyak disayangkan oleh para pejuang­pejuang demokrasi,” tegas Mahfud.

Di tempat yang sama, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah menyatakan, upaya untuk menegakkan netralitas pemberitaan di lembaga penyiaran menjadi sebuah tantangan. Menurutnya, tugas ini bagian dari kewenangan KPI dalam hal pengawasan isi siaran di lembaga penyiaran. “Karena banyak sekali pemberitaan-pemberitaan yang sama,” katanya.

Ubaidillah menyampaikan bahwa persoalan terbesar konten justru ada di media sosial. Mulai dari berita bohong bahkan SARA menjadi pemicu rusaknya tatanan bermedia. 

Seiring makin cerdasnya masyarakat dalam bermedia, Ubaidillah berharap saat Pemilu 2024 publik dapat disajikan tontonan yang berkualitas sesuai dengan kaidah dan kebutuhannya. “Dalam ranah penyiaran, kami bekerja sekuat tenaga dengan dukungan masyarakat khususnya para generasi muda agar keberimbangan dan proporsionlitas dapat berjalan dengan baik,” tuturnya.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari mengatakan, sebagai negara majemuk sudah menjadi keharusan untuk saling menghargai, bersatu, dan tidak mempermasalahkan perbedaan yang ada sehingga tujuan bersama berjalan dengan baik.“Definisi pemilu adalah arena konflik yang dianggap sah dan legal untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Konflik disini dapat berupa kontestasi dan kompetisi. Maka yang harus dicegah disini bukanlah konfliknya melainkan mencegah kekerasan sebagai instrumen yang digunakan dalam konflik politik tersebut,” kata Hasyim. 

Lebih lanjut, Hasyim mengingatkan politik identitas dan berkaitan dengan etnis kesukuan dan keagamaan tertentu dapat menjadi masalah serius sehingga perlu adanya kesadaran dalam praktik Pemilu. “Apabila menimbulkan persaingan identitas hingga kekerasan dalam konflik maka akan diselesaikan sebagai pelanggaran pidana. Yang abadi dalam dunia politik (Pemilu dan Pilkada) adalah kepentingan. Tidak ada kawan dan lawan karena semua partai dan pihak akan saling bertarung bersama memperebutkan suara demi tercapainya kepentingan,” ujarnya.

Sebelum seminar, dilakukan penandatanganan MoU antara UIN Jakarta, KPU RI dan KPI Pusat dan Askopis (Asosiasi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam). Kerjasama ini diharapkan memperkuat kontribusi keilmuan dan penguatan kelembagaan jelang Pemilu 2024. Syahrullah

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.