- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 29604
Jakarta - Lembaga penyiaran harus menjadi medium advokasi perlindungan bagi anak dan pemberdayaan untuk kaum perempuan, selain tetap menegakkan fungsi edukasi kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan lembaga penyiaran memiliki peran yang sangat strategis dalam mempengaruhi persepsi masyarakat lewat berbagai bentuk siaran yang diproduksinya. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan di tahun 2020 dan 2021 menunjukkan tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini juga merupakan salah satu dampak pandemi Covid 19 yang mengubah drastis berbagai tatanan kehidupan dalam masyarakat, sehingga menempatkan anak dan perempuan sebagai kelompok yang paling rentan menerima kekerasan dan perlakuan tidak adil. Hal tersebut disampaikan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bidang kelembagaan, Nuning Rodiyah, dalam acara penandatanganan Nota Kesepahaman antara KPI dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tentang perlindungan perempuan dan anak di bidang penyiaran, yang digelar secara daring di Jakarta, (28/7).
Nuning menegaskan, realitas tentang tingginya kekerasan pada anak dan perempuan ini membutuhkan perhatian dan partisipasi banyak pihak dalam memberi edukasi dan advokasi. Termasuk di dalamnya kontribusi dari televisi dan radio yang masih menjadi pemilik daya pikat tertinggi di tengah masyarakat.
Advokasi dapat dilakukan lembaga penyiaran diantaranya lewat pemberitaan yang menampilkan upaya penegakan hukum atas kasus perempuan dan anak, maupun muatan berita yang meningkatkan kepedulian masyarakat terharap perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan. Selain program berita, tambah Nuning, lembaga penyiaran diharapkan dalam setiap produksi program siaran, baik berupa sinetron, infotainment, variety show atau dan program siaran lainnya selalu menunjukkan prinsip yang mendukung perlindungan anak dan perempuan. “Misalnya, tidak memberikan pembenaran terhadap perilaku yang merugikan anak dan perempuan dan memberikan pesan yang tegas dalam setiap tayangan tentang keberpihakan terhadap kepentingan anak dan perempuan,” ujarnya.
Secara khusus KPI menyinggung pula tentang eksistensi rumah-rumah produksi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari industri penyiaran saat ini. Sebagai salah satu komponen dalam industri ini, KPI meminta rumah-rumah produksi dapat ikut ambil bagian untuk bersinergi dalam menghadirkan program siaran baik berupa sinetron maupun program lainnya, yang juga selaras dengan semangat bangsa ini dalam menjaga kepentingan anak dan perempuan. Salah satunya dengan tidak mengeksploitasi muatan kekerasan serta justifikasi terhadap kekerasan pada anak dan perempuan.
Hadir dalam penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Bintang Puspayoga dan Ketua KPI Pusat Agung Suprio. Kerja sama antara KPI dan Kemen PPPA ini telah berlangsung sejak tahun 2017 baik dalam bentuk pengawasan bersama atas konten siaran ataupun pemberian pengangugerahan terhadap siaran yang ramah anak.
Perpanjangan kerja sama dua lembaga ini disertai pula dengan perumusan rencana aksi yang meliputi, penguatan pelembagaan pengarusutamaan gender (PUG) dan perlindungan anak di bidang penyiaran, pengawasan aspek perlindungan perempuan dan anak dalam isi siaran, peningkatan kapasitas sumber daya manusia baik di bidang penyiaran maupun komunitas-komunitas anak dan perempuan, edukasi dan literasi kepada masyarakat tentang isi siaran yang responsif gender dan ramah anak, serta penyediaan dan pemanfaatan data terpilah serta informasi mengenai kepemirsaan perempuan dan anak di bidang penyiaran./Editor:MR