Makassar – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyelenggarakan diskusi kelompok terpumpun atau FGD (fokus grup diskusi) Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode 1 tahun 2021 di Makassar, Senin (7/6/2021). Diskusi yang melibatkan kalangan akademisi dengan berbagai latar keilmuan untuk menilai kualitas dari delapan kategori program acara yang menjadi penelitian riset.
Komisioner KPI Pusat, Aswar Hasan, saat membuka diskusi ini, mengungkapkan bahwa riset indeks ini sangat penting khususnya pada bahasan mengenai delapan kategori. Adapun kategori tersebut di antaranya yakni kategori berita, talkshow, infotainment, variety show, sinetron, anak, religi, dan wisata budaya.
Lebih jauh, Aswar memberi salah satu contoh kategori yang perlu untuk diperbaiki indeks kualitasnya."Sebagaimana yang diketahui, salah satu kategori yakni kategori sinetron yang telah dipaparkan hasil dari kualitasnya pada riset yang lalu," jelas Aswar dalam sambutannya.
Hal inilah, lanjut Aswar, yang memicu KPI untuk meninjau serta meningkatkan kembali indeks kualitas program yang terkait. Menurutnya, menurunnya indeks kualitas program sinetron membuat KPI mendapat banyak kritikan.
“Pada salah satu sinetron yaitu Suara Hati Istri yang baru-baru ini viral menyebabkan KPI mendapat banyak kritik,” jelas Aswar Hasan.
Sementara itu, Andi Andrianto selaku Koordinator Litbang menuturkan bahwa keseluruhan hasil indeks diharap mampu memberdayakan program acara televisi agar menjadi lebih baik.
“Hasil dari keseluruhan penelitian yang dilakukan di dua belas kota termasuk Makassar, diharap dapat menjadi fungsi pemberdayaan agar program acara televisi bisa lebih baik” terang Andi Andrianto.
Kegiatan FGD di Makassar ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh KPI yang bekerja sama dengan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Sebelum FGD ini dimulai seluruh peserta diharuskan melakukan swab antigen, memakai masker, dan hand sanitizer sebagai bentuk kepatuhan terhadap protokol kesehatan. ***
Ambon - Penguatan penyediaan infrastruktur penyiaran di Maluku sangat dibutuhkan dalam rangka pemenuhan hak-hak informasi masyarakat, terutama tentang informasi lokal yang dekat dengan masyarakat. Salah satu persoalan mendasar penyiaran di Maluku adalah minimnya infrastruktur penyiaran berupa antena pemancar (transmitter). Termasuk juga permasalahan konektivitas terrestrial, mengingat Maluku adalah wilayah kepulauan. Antara satu pulau dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut, sehingga konektivitas terrestrial ini perlu didukung dengan pemancaran siaran lokal dari pulau Ambon ke pulau-pulau lainnya, menggunakan satelit. Hal ini disampaikan Hardly Stefano Pariela, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Bidang Kelembagaan saat menjadi pembicara Rapat Koordinasi Terpadu KPID Maluku dengan Mitra Terkait, di Ambon (1/6).
Diantara solusi yang dapat ditempuh adalah dengan memberi penguatan pada Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) sebagai pengelola multiplekser. Penguatan tersebut bertujuan agar siaran digital terrestrial dapat dipancarluaskan ke seluruh pelosok wilayah Indonesia, khususnya Indonesia bagian timur. Menurut Hardly, penguatan TVRI ini lebih dibutuhkan, karena sekarang perhatian lembaga penyiaran swasta (LPS) berjaringan nasional masih terkonsentrasi untuk penyediaan infrastruktur di kota-kota besar, khususnya kota yang menjadi obyek penelitian dari lembaga pemeringkat siaran televisi.
Dalam rapat tersebut, turut hadir Kepala Stasiun LPP TVRI Maluku, Ketua Komisi A DPRD Maluku, dan jajaran KPID Maluku terpilih periode 2021-2024. Hardly berharap, KPID Maluku dapat melakukan komunikasi dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan penyiaran di Maluku. “Perlu dilakukan pemetaan atas permasalahan penyiaran di Maluku, mengingat sampai saat ini sebagian besar masyarakat Maluku harus menggunakan antena parabola atau berlangganan TV berbayar untuk mendapat siaran, termasuk siaran Free To Air (FTA) terrestrial yang seharusnya dapat dinikmati secara gratis.
Dengan adanya agenda nasional berupa migrasi teknologi penyiaran dari analog menjadi digital, seharusnya dapat menjadi momentum pemerataan infrastruktur, sehingga masyarakat di seluruh wilayah Maluku dapat menonton siaran TV FTA secara gratis, khususnya siaran lokal dan konten lokal. Menurut Hardly, pemerataan infrastruktur penyiarna ini sangat dimungkinkan, karena konsep siaran digital adalah penggunaan bersama atau sharing antena pemancar.
Hardly berharap KPID Maluku periode 2021-2024 dapat segera dilantik, sehingga mampu menjadi motor penggerak kolaborasi berbagai pihak. Diantaranya pemerintah daerah, LPP TVRI sebagai pengelola multiplekser, KPI Pusat, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta lembaga penyiaran swasta baik yang lokal maupun anak jaringan.
Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan memulai tahapan penghentian siaran analog berganti siaran digital atau analog switch off (ASO) pada tahun ini, yang ditargetkan selesai hingga 2 November 2022. Adapun tahapan ASO ini akan dilakukan dalam lima tahap berdasarkan wilayah.
Hal itu disampaikan dalam keterangan pers yang dikeluarkan Kemenkominfo, Minggu (6/6/2021).
Tahapan penghentian siaran televisi analog ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran.
Dalam aturan itu disebutkan tahap pertama atau I ASO paling lambat hingga 17 Agustus 2021 yakni di wilayah siaran Aceh 1, Kepulauan Riau 1, Banten 1, Kalimantan Timur 1, Kalimantan Utara 1 dan Kalimantan Utara 3.
Tahap II analog switch off akan dilakukan paling lambat hingga 31 Desember 2021, untuk 20 wilayah siaran antara lain Jawa Barat 4, Jawa Barat 7, Aceh 2, Aceh 4, Riau 4, Jawa Timur 5 dan Nusa Tenggara Timur 3.
Tahap III paling lambat pada 31 Maret 2022, sementara Tahap IV paling lambat 17 Agustus 2022 dan Tahap V paling lambat 2 November 2022.
Penghentian siaran analog di suatu daerah harus dilakukan serentak oleh seluruh stasiun televisi di daerah tersebut demi memudahkan masyarakat, mereka cukup menonton siaran televisi dari satu jenis penerimaan saja.
Untuk menonton siaran televisi digital, diperlukan perangkat televisi yang sudah bisa menerima siaran digital. Jika menggunakan televisi biasa atau analog, masyarakat bisa memasang set top box DVBT2 yang dijual di pasaran.
ASO akan dilakukan secara bertahap berdasarkan kesiapan daerah. Kominfo melihat ada empat faktor yang mendasari kebijakan tersebut yaitu praktik umum yang terjadi di dunia, masukan lembaga penyiaran, pertimbangan kesiapan industri dan keterbatasan spektrum frekuensi radio.
Keterbatasan frekuensi merupakan faktor penting sehingga penghentian siaran analog dilakukan secara bertahap. Pemerintah saat ini masih melakukan penataan spektrum frekuensi yang saat ini digunakan siaran analog.
Setelah migrasi siaran televisi analog ke digital, maka setelah November 2022 nanti tidak ada lagi siaran televisi analog. Dengan demikian, perangkat televisi analog sudah tidak bisa menangkap siaran televisi jika tidak menggunakan STB.
Saat ini Indonesia menjalankan siaran simulcast atau siaran televisi analog dan digital secara bersamaan. Red dari Kemenkominfo
Pontianak - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali menyelenggarakan FGD Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode I Tahun 2021, di Pontianak, Sabtu (5/6/2021). FGD ini akan menentukan penilaian dari kualitas delapan kategori program siaran yang menjadi penelitian dalam riset tahun ini.
Di awal acara, Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, mengatakan bahwa riset yang sudah diselenggarakan KPI sejak tahun 2015, memiliki beberapa tujuan. Pertama, menjadi referensi bagi publik untuk bisa memilih dan memilah program siaran secara tepat.
“Kita akan berikan referensi mana program siaran yang kualitasnya masih rendah dan mana yang sudah berkualitas. Sehingga masyarakat kita ajak untuk menonton program yang kita nilai sudah berkualitas,” ujarnya.
Tujuan kedua, bagi pihaknya selaku regulator, hasil riset indeks program siaran tersebut bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penyiaran.
Dari hasil riset tersebut, akan mengetahui secara persis sebenarnya kualitas program-program penyiaran seperti apa dan apa yang perlu diperbaiki. Menurut Nuning, sinetron yang memiliki indeks di bawah rata-rata kualitas, bakal diberikan catatan tentang apa yang harus diperbaiki oleh industri penyiaran dan rumah produksi dalam memproduksi program siaran, khususnya sinetron.
“Yang ketiga bagi akademisi, tentu ini bisa menjadi pijakan untuk dikembangkannya riset-riset selanjutnya berkaitan dengan televisi dan program siaran televisi. Nah, kalau bagi publik, selain menjadi referensi, juga bisa menjadi pedoman menonton. Jadi ketika membaca hasil riset ini, maka publik akan tahu persis harus memilih program siaran yang seperti apa,” papar Nuning.
Keempat bagi industri penyiaran, hasil riset ini bisa dijadikan bahan evaluasi. Kelima, bagi para pemasang iklan dan para agensi, KPI berharap hasil riset juga menjadi pertimbangan untuk memasang iklan. Dengan demikian, safety brand beriklan di program siaran yang berkualitas menjadi suatu keniscayaan.
“Harapannya, jangan pernah beriklan di program siaran yang sering mendapat sanksi dari KPI, yang indeksnya rendah. Kenapa demikian? Dengan begitu, industri-industri televisi akan memproduksi program yang berkualitas, dengan harapan tentu profit bisa mendapatkan iklan sebanyak-banyaknya,” tutur Nuning.
Nuning menjelaskan, sanksi KPI ada beberapa tingkatan. Pertama, teguran. Teguran ada dua kali, yakni teguran tertulis 1 dan teguran tertulis 2. Berikutnya, ketika program penyiaran masih bandel, masih melanggar, bahkan jika kualitas pelanggaran meliputi pasal-pasal yang harus menghentikan program siaran, maka akan dihentikan. “Penghentian program siaran dan pengurangan durasi. Yang paling tinggi, yaitu rekomendasi pencabutan izin siaran. Kalau izin siaran sudah dicabut, tentu seluruh program tidak bisa tampil, masa depan industri sudah dipertanyakan komitmen penggunaan frekuensi publik secara baik,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Dekan FISIP Untan, Dr. Martoyo, menuturkan dirinya sangat bersyukur karena KPI Pusat sudah mempercayakan kerja sama dengan FISIP Universitas Tanjungpura selama tujuh tahun ini. Menurutnya, kerja sama itu juga bersamaan dengan perkembangan prodi Ilmu Komunikasi di FISIP.
“Jadi kerja sama ini sebagai lahan pembelajaran bagi teman-teman dosen Ilmu Komunikasi dan pembelajaran bagi para mahasiswa kita untuk menambah wawasan keilmuannya di bidang broadcasting (penyiaran) dan riset. Jadi, saya secara khusus merasa sangat beruntung sekali dan juga FISIP Universitas Tanjungpura secara umum yang kerja sama sampai 2021 ini masih berjalan baik,” ujar Martoyo. Untuk kualitas penyiaran di Kalimantan Barat, kata dia, kontennya bagus, terutama di TVRI.
Martoyo menyarankan, untuk meningkatkan tayangan-tayangan berkualitas di tingkat lokal, harus berorientasi kepada kondisi-kondisi lokal, seperti cerita rakyat dan seni-seni rakyat harus didominasikan. “Siaran daerah harus ditekankan pada identitas lokal karena kalau tayangan umum tentu sudah didominasi nasional,” katanya.
Deddy Malik selaku Koorbid Kelembagaan KPID Provinsi Kalbar, menuturkan bahwa tujuan utama dari riset kali ini yakni mengumpulkan contoh-contoh siaran.
“Untuk itu, kita butuh informan ahli untuk menganalisa bagaimana kualitas dan mutunya, sehingga dari situ diperoleh hasil bahwa ada indeks. Sebagai contoh dari tahun yang lalu, ada tiga program siaran yang sedikit lebih rendah yaitu sinetron, variety show, dan infotainment,” ucap Deddy.
Sementara untuk di Kalbar sendiri, pihaknya ingin agar riset tersebut berdampak terutama untuk meningkatkan kualitas konten lokal.
“Jadi yang mengangkat kearifan lokal itu P3SPS yang menjadi guidance bagaimana membuat siaran berkualitas, siaran yang memberikan edukasi dan literasi kepada masyarakat,” tutup Deddy. Red dari berbagai sumber
Banjarmasin – Bekerjasama dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan riset kualitas program siaran televisi tahun2021 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Kamis, (3/6/2021). Dalam kesempatan itu, tiga kategori program acara yang masuk dalam riset tahun ini masih menjadi sorotan tim riset yang sebagian besar para ahli dari berbagai bidang.
Pada saat membuka acara riset tersebut, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, mengatakan tiga program acara antara lain infotainmen, variety show, dan sinetron nilai kualitasnya masih di bawah standar yang ditetapkan KPI. "Kesimpulannya, rata-rata siaran dari tiga program ini masih di bawah standar," kata Koordinator Bidang Isi Siaran KPI ini.
Dia berharap, program riset KPI tak selalu dipandang sebagai hasil pengawasan. "Justru sebagai referensi saat merancang program siaran yang lebih baik," tambahnya. Sebagai contoh, konten sinetron yang berkutat pada tema perceraian dan pernikahan dini. "Selain menghibur juga harus mendidik," tegasnya.
Sementara itu, Komisioner KPID Kalsel, Marliyana menambahkan, stasiun TV tak semestinya mengorbankan kepentingan masyarakat demi mengejar rating tinggi. Dia juga melihat sebuah pola. Begitu sebuah acara disukai penonton, produksi acara serupa akan digenjot. Akhirnya, mirip-mirip semua.
Diakuinya, rating itu penting untuk menarik pemasang iklan. Terlebih di tengah pandemi, ketika industri media menghadapi resesi ekonomi.
Penting ditekankan, riset KPI berbeda dengan survei Nielsen. Karena yang kedua menggunakan metode kuantitatif, sementara yang disebut pertama menggunakan metode kualitatif.
Harapan terakhir Marliyana tertuju pada pemasang iklan. Ke depan, pemasang akan mengincar program TV yang memang bermutu. "Karena kalau cuma disukai penonton, belum tentu yang paling berkualitas," pungkasnya. Red dari berbagai sumber