Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh lembaga penyiaran televisi untuk tidak melakukan amplifikasi dan glorifikasi (membesar-besarkan dengan mengulang dan membuat kesan merayakan) tentang pembebasan Saipul Jamil dalam isi siaran. Permintaan ini merespon sentimen negatif publik terkait pembebasan dan keterlibatan yang bersangkutan di beberapa program acara TV.
“Kami berharap seluruh lembaga penyiaran memahami sensitivitas dan etika kepatutan publik terhadap kasus yang telah menimpa yang bersangkutan dan sekaligus tidak membuka kembali trauma yang dialami korban,” tegas Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyikapi aduan dan respon negatif masyarakat terkait pembebasan Saipul Jamil, Senin (6/9/2021).
KPI juga meminta lembaga penyiaran untuk lebih berhati-hati dalam menayangkan muatan-muatan perbuatan melawan hukum atau yang bertentangan dengan adab dan norma seperti (penyimpangan seksual, prostitusi, narkoba dan tindakan melanggar hukum lainnya) yang dilakukan artis atau publik figur.
“Kami berharap lembaga penyiaran lebih mengedepankan atau mengorientasikan unsur edukasi dari informasi yang disampaikan agar hal serupa tidak terulang serta sanksi hukum yang telah dijalani yang bersangkutan tidak dipersepsikan masyarakat sebagai risiko biasa,” kata Mulyo.
Mulyo menambahkan bahwa hak individu memang tidak boleh dibatasi tetapi hak publik dan rasa nyaman juga harus diperhatikan karena frekuensi milik publik dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan (termasuk kenyamanan) masyarakat. “Mengedepankan hak individu tapi melukai hak masyarakat tentu tidak patut dilakukan,” ujarnya.
Mencermati beberapa peristiwa yang sering berulang dalam beberapa kasus serupa, Mulyo mengatakan momentum revisi P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) tahun 2012 yang sedang dilakukan KPI akan menjadi bahan pertimbangan dan masukan tentang pengaturan secara eksplisit tentang hal ini dalam revisi P3SPS.
“Saat ini, kami tengah melakukan revisi terhadap P3SPS dan sudah pada tahap mendengarkan masukan dari publik dan stakeholder,” tandasnya. *** /Editor:MR
Jakarta -- Wakil Ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) RI (Republik Indonesia), Ahmad Basarah, berharap kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk bisa mengoptimalkan peran pengawasannya kepada lembaga penyiaran, mengingat perkembangan digital saat ini sudah semakin mendominasi.
"Kami mendukung KPI mengawasi lembaga penyiaran untuk kembali pada tugas utama menjaga Pancasila dan merawat nasionalisme," ujar Ahmad Basarah secara virtual dalam acara PressCamp KPI, Minggu (5/9/2021) kemarin.
Basarah mengatakan, lembaga penyiaran dibentuk sebagai upaya memperkokoh integrasi nasional, sehingga hadir pula KPI yang diharap bisa menjadi penyeimbang fungsi lembaga penyiaran agar proporsional yakni melingkupi media informasi, pendidikan, hingga hiburan.
Maka dari itu ia menegaskan sekaligus berharap kepada KPI sekaligus lembaga penyiaran untuk bisa menyajikan sebuah tontonan yang tidak hanya berorientasi pada rating yang ujungnya untuk meraup keuntungan.
"Harus diseimbangkan dengan tanggung jawab sosial bersama. Lembaga penyiaran jangan semata-mata mengejar rating untuk komersial, tapi harus mengedepankan kualitas penyiaran dan dapat mengedukasi masyarakat," tandas Basarah.
Dalam acara bertajuk sarasehan dengan puluhan wartawan nasional dan lokal tersebut, turut hadir sebagai narasumber Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia dan Hardly Stefano.
Irsal Ambia menjelaskan salah satu tugas KPI yakni memberikan literasi kepada publik. Lewat literasi ini diharapkan akan muncul agen-agen literasi yang mencerdaskan masyarakat. Selain itu, dijelaskan tentang tugas dan fungsi KPI membuat regulasi sistem penyiaran di Indonesia.
“Kami memiliki kewenangan menyusun aturan kode etik boleh dan tidak bolehnya di perilaku penyiaran yaitu P3SPS. Inilah menjadi dasar bagi penyelenggaraan di Indonesia diatur dalam SPS,” kata Irsal.
Menurut Irsal, P3 merupakan pedoman bagi lembaga penyiaran, baik sebagai entitas bisnis dan proses produksi sebelum ditayangkan. Adapun SPS adalah sebuah standar yang mengatur apa yang boleh dan tidak boleh ditampilkan. “Ini adalah buku suci KPI dan menjadi dasar kerja KPI,” tegasnya.
Sementara itu, Hardly Stefano menyampaikan kondisi penyiaran terkini di tengah era disrupsi informasi. Menurutnya, situuasi ini membuat kita bisa mengaksies informasi dari dan di mana saja. “Penyiaran sedang bertransformasi dari analog ke digital yang membuat perubahan dan menuntut untuk segera beradaptasi,” tandasnya. ***/Editor:MR
ATAS INFORMASI DUGAAN PELECEHAN SEKSUAL DAN PERUNDUNGAN
DI LINGKUNGAN KERJA KPI PUSAT
Jakarta (1/9/2021) – Menyikapi beredar informasi di tengah masyarakat terkait kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Maka, kami menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Turut prihatin dan tidak menoleransi segala bentuk pelecehan seksual, perundungan atau bullying terhadap siapapun dan dalam bentuk apapun.
2. Melakukan langkah-langkah investigasi internal, dengan meminta penjelasan kepada kedua belah pihak.
3. Mendukung aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Memberikan perlindungan, pendampingan hukum dan pemulihan secara psikologi terhadap korban.
5. Menindak tegas pelaku apabila terbukti melakukan tindak kekerasan seksual dan perundungan (bullying) terhadap korban, sesuai hukum yang berlaku.
Demikian keterangan yang dapat disampaikan KPI Pusat. Atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
Tindaklanjut Dugaan Kasus Pelecehan Seksual dan Perundungan (bullying) di Lingkungan Kerja KPI Pusat
Jakarta (3/9/2021) – Menindaklanjuti dugaan kasus pelecehan seksual dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, bersama ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut;
1. Mendorong penyelesaian jalur hukum atas permasalahan dugaan kasus pelecehan seksual dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja KPI Pusat
2. Mendukung penuh seluruh proses hukum dan akan terbuka atas informasi yang dibutuhkan untuk penyelidikan kasus ini
3. Melakukan pendampingan hukum terhadap terduga korban serta menyiapkan pendampingan psikologis sebagai upaya pemulihan terduga korban
4. Telah melakukan investigasi internal dengan meminta keterangan dan penjelasan dari pihak terduga pelaku
5. Membebastugaskan terduga pelaku dari segala kegiatan KPI Pusat dalam rangka memudahkan proses penyelidikan oleh pihak kepolisian
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai menampung masukan dari stakeholder serta publik terkait revisi P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI tahun 2012. Di hari pertama pelaksanaan FGD (diskusi kelompok terpumpun) yang dimulai Senin (30/8/2021) ini, KPI menerima masukan untuk klaster kesehatan, perlindungan anak dan perempuan, perlindungan kelompok disabilitas, iklan niaga, hingga bahasa isyarat.
Perlu diketahui, FGD tahap mendengarkan masukan dari stakeholder ini, KPI mengundang 71 lembaga dari kementerian, lembaga, organisasi, dan kelompok masyarakat. Acara ini dilaksanakan dari tanggal 30 Agustus hingga 1 September 2021. "Setelah ini, forum akan dilanjutkan mendengarkan masukan dari lembaga dan organisasi lain serta perguruan tinggi termasuk dengan para alumni KPI," kata Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo.
Untuk sesi pertama FGD, KPI mengundang Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Komnas Perempuan, Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA), Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat, dan Indonesian Sign Language Interpreters (Inasli).
Komisioner KPI Pusat sekaligus PIC Revisi P3SPS, Irsal Ambia, pada saat sesi masukan dan tanggapan menjelaskan secara rinci maksud dan tujuan revisi. Setelahnya, dia mempersilahkan seluruh perwakilan stakeholder dan kelompok masyarakat yang hadir secara daring menyampaikan masukan.
Perwakilan dari Kemenkes, Aji menyampaikan usulan terkait pemanfaatan tenaga kesehatan dalam program siaran. Menurutnya, kegiatan penyiaran dalam hal ini lembaga penyiaran harus memastikan narasumber yang digunakan memiliki izin atau registrasi dari organisasi profesi atau juga dari Kemenkes dalam hal ini KKI.
“Agar nanti informasi yang keluar memang bersumber dari tenaga profesional di bidangnya dalam hal ini tentunya dokter, perawat dan sebagainya yang berhubungan dengan profesinya sebagai tenaga kesehatan,” kata Aji.
Kemenkes juga mengingatkan aturan tentang tenaga kesehatan yang sebetulnya dilarang beriklan, menjadi model iklan alat kesehatan, perbekalan, kecuali dalam iklan layanan masyarakat (ILM). “Kita menyaksikan banyak tenaga kesehatan yang menjadi endorser bukan hanya di media sosial, namun juga di lembaga penyiaran seperti TV maupun Radio. Kalaupun harus terjadi seperti itu, maka memang harus memastikan lagi soal perizinan ataupun registrasi dari lembaga-lembaga yang berwenang,” ujar Aji.
Hal lain yang jadi sorotan Kemenkes tentang prokontra soal pelayanan kesehatan tradisional dalam program siaran. Aji menyebut bahwa ada regulasi yang mengatur soal itu. “Iklan pelayanan kesehatan itu sebetulnya tidak diperbolehkan untuk memberikan informasi yang hiperbola, tidak memiliki kekuatan science atau validitas bukti-bukti yang memperlihatkan bahwa pelayanan kesehatan itu dapat menyembuhkan. Pada intinya dilarang melakukan publikasi di penyiaran, karena manfaat dan keamanan belum terbukti atau diragukan secara khusus dalam masyarakat kedokteran atau masyarakat kesehatan. Kita ingin iklan-iklan dan program pelayanan kesehatan tradisional lebih bisa diatur lebih lanjut,” tuturnya.
Pendapat yang sama juga disampaikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Melalui Fery Rahman, IDI meminta pedoman penyiaran yang baru mengadopsi sejumlah aturan dan etika yang berlaku dalam lingkup kesehatan atau kedokteran.
Dia mencontohkan, dalam etika kedokteran misalnya tidak boleh menyampaikan kelebihan atau menyampaikan keberhasilan hasil pengobatan. Larang ini berkaitan dengan maraknya iklan-iklan pengobatan tradisional di media penyiaran. “Saya kira ini cukup berbahaya dan masyarakat sudah dibuat kecele. Seperti narasi, inilah obat satu-satunya, inilah obat covid, jadi menurut kami itu harus ditertibkan,” tegas Fery.
Dalam kesempatan itu, IDI menyatakan siap mendukung KPI menertibkan iklan-iklan yang berlebih dan menyesatkan tersebut agar tidak meluas. IDI juga meminta KPI membuat aturan dengan merujuk kode etik kedokteran Indonesia.
Sementara itu, Kemensos meminta adanya perlindungan pada kelompok masyarakat rentan seperti anak, penyandang disabilitas, para gelandangan dan pengemis. Menurut Kemensos yang diwakili Hashim, kelompok rentan adalah mereka yang memiliki keterbatasan untuk mengakses hak-hak dasarnya.
“Dunia penyiaran perlu upaya untuk memperhatikan kelompok rentan, sesuai batas yang mereka miliki. Perlindungan terhadap anak adalah memastikan tayangan tidak mengandung kekerasan, pornografi, pornoaksi serta bentuk tayangan lain yang mengganggu kelompok anak dan kelompok rentan lainnya,” katanya.
Menurut Kemensos, perlindungan dan pemenuhan hak-hak itu jangan dipandang sebagai sebuah belas kasihan terhadap kelompok rentan, tapi menjadikannya sebagai mitra penguatan peran mereka sebagai kelompok rentan. “Masih banyak kemasan konten yang mengedepankan konten belas kasihan,” ujar Hashim.
Perhatian terhadap kelompok rentan ini juga menjadi perhatian Komnas Perempuan. Menurut wakilnya, Veriyanto Sihotang, tayangan charity program yang menyasar penyandang disabilitas banyak yang mengabaikan aspek pemberdayaannya. Siaran yang mereka lihat lebih sering mengedepankan aspek belas kasihan. “Baik sekali jika KPI secara tegas melarang eksploitasi kelompok masyarakat tertentu,” katanya.
Dalam sesi itu, KPI juga menerima banyak masukan dari asosiasi pengiklan dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan anak dan perempuan. Semua masukan dan tanggapan yang disampaikan akan menjadi catatan serta pertimbangan KPI dalam merevisi P3SPS KPI tahun 2012. ***/Editor:MR
Penyiar radio menyiarkan berita yang tidak netral, dengan mengomentari putuasan Mahkamah Konstitusi tentang ketentuan batasan pencalonan presiden dan wakil presiden. Dalam siaran teraebut penyiar menyampaikan bahwa secara tidak langsung presiden ikut campur terhadap kewenangan putusan Mahkamah Konstitusi, karena ketua Mahkamah Konstitusi masih merupakan kerbat dari Presiden Jokowi.
Pojok Apresiasi
G. Amalia Audi Zahra
Warna font subtitle nama saling bertabrakan. Latarnya hitam tapi fontnya berwarna merah dengan ukuran font yang tipis. Hal itu menyulitkan penonton dalam melihat nama narasumber. Sarannya, tolong warna / ukuran fontnya diubah demi kenyamanan bersama