Jayapura - Televisi sebagai salah satu media penyiaran harus dapat menyajikan tontonan yang menunjukkan keragaman Indonesia. Konten siaran saat ini masih dinilai bias dengan kepentingan Jakarta dan pulau Jawa, sehingga kurang memberikan porsi yang proporsional untuk daerah lain di luar pulau Jawa, apalagi Papua. Hal tersebut disampaikan Yan Permenas Mandenas, anggota Komisi I DPR RI saat menjadi narasumber dalam kegiatan Literasi Media yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan tema “Menjaga Integrasi Nasional Melalui Penyiaran”, (8/7). 

Dalam pemaparannya, Yan menegaskan bahwa konten penyiaran harus bermutu tinggi, tidak bias Jakarta, serta dapat mendidik publik mengenai keragaman identitas bangsa Indonesia. Selain itu, seharusnya pula konten siaran disi dengan wawasan mengenai ke-Indonesiaan yang meliputi dari Sabang hingga Merauke. Anggota DPR dari Papua ini mengingatkan bahwa frekuensi yanjg digunakan lembaga penyiaran adalah milik publik. Karenanya Yan menyayangkan jika perspektif publik selama ini menilai bahwa frekuensi yang digunakan lembaga penyiaran dalam menjalankan kegiatan adalah perusahaan atau bahkan pemerintah. 

(Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan, Nuning Rodiyah/ Foto: Humas KPI/ Agung Rahmadiansyah)

Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah yang hadir sebagai narasumber menyampaikan tentang peran KPI dalam mewujudkan tujuan Penyiaran, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Menurutnya, lembaga penyiaran harus memberikan kontribusi atas peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua. Diantaranya dengan mengoptimalkan fungsi informasi dan pendidikan dalam lembaga penyiaran. Secara khusus Nuning memberikan apresiasi terhadap televisi lokal di Papua yang berinisiatif memberikan program belajar dari rumah untuk masyarakat Papua. 

Nuning berpendapat, setidaknya dalam menjaga penyiaran di Papua membutuhkan pelayanan akses informasi, termasuk kesiapan untuk infrastruktur penyiaran di seluruh pelosok Papua. Sedangkan secara konten, Nuning berharap lembaga penyiaran dapat memberikan ruang terhadap masyarakat Papua. Termasuk penyajian berita dan informasi Papua yang dikemas secara positif dan memberikan harapan. “Papua ini memiliki potensi yang luar biasa,” ujar Nuning. Kita harus mendorong Papua melihat dunia dan dunia melihat Papua secara positif dan penuh harapan. 

 Narasumber lain yang turut hadir dalam literasi media adalah Yuliana Fonataba yang merupakan pembawa berita di televisi swasta. Yuli yang merupakan putra asli Papua ini menyampaikan pengalamannya selama berkiprah dalam dunia penyiaran. Menurutnya semakin banyak wajah Papua yang hadir di televisi, pastinya membuat televisi semakin beragam dan penuh warna. Yuli berharap program televisi sebanyak mungkin dapat mengeksplorasi  Papua, baik dari keindahan alamnya sebagai destinasi wisata ataupun budaya yang beragam dari ratusan suku yang tinggal di sana. 

Di akhir acara, Yan Permenas juga menyampaikan pesannya agar lembaga penyiaran membuka ruang sebesar-besarnya untuk menampilkan pesona Papua di layar kaca. Sedangkan untuk seluruh publik, Yan  berharap dapa tmembuka diri terhadap warga asli Papu. “Sama seperti orang Papua yang selalu menerima semua orang dari Sabang sampai Merauke yang ada di Papua,” tegasnya. Yan mengutip ucapan tentang Papua, “Saya itu Kau, Kau itu Saya. Kita Papua, Kita Indonesia. Indonesia Hebat,” pungkasnya.  

Jakarta - Penyiaran memegang peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni memperkukuh integrasi nasional. Letak geografis Indonesia yang membentang di sepanjang 99.00 kilometer garis pantai dari Sabang sampai Merauke, merupakan sebuah tantangan tersendiri dalam upaya menjaga integrasi bangsa. Hadirnya penyelenggaraan penyiaran melalui ranah frekuensi yang akan menjangkau seluruh masyarakat Indonesia, diharapkan dapat menjadi sarana memperkukuh integrasi nasional sebagaimana yang tertulis dalam tujuan penyelenggaraan penyiaran dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. 

Dalam masa kenormalan baru, pelaksanaan penyiaran tetap harus mengacu pada regulasi yang ada. Berbagai pembatasan sosial yang diterapkan dalam rangka penanggulangan pandemi wabah Covid-19 tetap mewajibkan lembaga penyiaran mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS).  Berdasarkan hal ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar Literasi Media secara daring dengan tema “Menjaga Integrasi Nasional Melalui Penyiaran” pada Rabu, 8 Juli 2020. Literasi yang berlangsung sebagai bagian Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa akan menghadirkan anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas, Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah, dan pembawa berita di televisi, Yuli Fonataba. 

(Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah/ Foto: Humas KPI/ Agung Rahmadiansyah)

Dipilihnya dua narasumber yang berasal dari Papua bertujuan untuk menghadirkan sebuah perspektif yang nyata kepada publik, tentang kondisi Papua dan akses informasi warga Papua yang didapat melalui penyiaran. Nuning Rodiyah mengatakan, literasi ini juga bertujuan mendorong pemerintah untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap layanan informasi di daerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T), termasuk Papua. 

Tentang akses informasi melalui penyiaran, Nuning menilai lembaga penyiaran harus lebih banyak menghadirkan program-program siaran yang menampilkan potensi di daerah 3T. Hal inilah yang menjadi bukti komitmen lembaga penyiaran untuk hadir sebagai perekat sosial, sekaligus memberi kesempatan peningkatan kesejahteraan di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal Indonesia. 

Nuning juga menjelaskan pentingnya pelaksanaan konten lokal di Papua sebagai konsekuensi dijalankannya sistem stasiun jaringan (SSJ). Penayangan konten lokal adalah sarana untuk menghadirkan Papua dengan masyarakat dan segala kekayaan budaya yang ada di dalamnya kepada dunia. “Wajah Papua harus muncul baik di layar kaca ataupun getar radio, baik dalam program siaran dokumenter ataupun pemberitaan,” ujar Nuning. Literasi media yang dihadirkan KPI di tengah masyarakat merupakan komitmen KPI dalam mengimplementasikan amanat Undang-Undang Penyiaran, baik dalam memperkukuh integrasi nasional ataupun sebagai kontrol dan perekat sosial di masyarakat.

 

 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan saksi administratif teguran pertama untuk program siaran “Inayah” ANTV. Program ini kedapatan beberapa kali menayangkan adegan kekerasaan fisik, penganiayaan dan tindakan pembunuhan terencana di beberapa episode. 

Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran untuk program siaran “Inayah” ANTV yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, beberapa waktu lalu. Di dalam surat teguran itu dijelaskan bahwa program ini berklasifikasi penonton R (remaja) yang mestinya berisikan nilai-nilai tontonan yang selaras dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. 

Berdasarkan keterangan di surat teguran, sejumlah pelanggaran itu ditemukan KPI Pusat antara lain pada program “Inayah” ANTV tanggal 28 Mei 2020 pukul 22.36 WIB. Pada episode ini ada tampilan adegan penganiayaan dan kekerasan fisik serta upaya pembunuhan terencana kepada seorang wanita yang berkebutuhan khusus dengan cara menyetrumkan aliran listrik pada kaki yang direndam dalam air secara berulang hingga wanita tersebut tidak sadarkan diri.

Tim pengawasan KPI Pusat menemukan kembali pelanggaran yang sama pada program “Inayah” tanggal 30 Mei 2020 pukul 21.13 WIB. Dalam program itu terdapat adegan penganiayaan dan kekerasan fisik serta upaya pembunuhan terencana dengan cara mengubur seorang wanita secara hidup-hidup.

Lalu pada program siaran “Inayah” tanggal 3 Juni 2020 pukul 23.41 WIB, lagi-lagi KPI Pusat mendapati adegan penganiayaan dan tindakan pembunuhan terencana kepada seorang wanita yang berkebutuhan khusus dengan cara menceburkannya ke dalam sumur dan menindihinya dengan kursi roda.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengingatkan lembaga penyiaran untuk tunduk pada aturan P3SPS terkait ketentuan penggolongan program siaran. Jika program tersebut berklasifikasi R, seharusnya isi acara sesuai dengan konteks usia penonton remaja. 

Dalam P3SPS KPI dijelaskan, program siaran dengan klasifikasi R harusnya mengandung muatan, gaya penceritaan dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. “Adegan yang kami temukan di atas, jelas tidak sesuai dengan keinginan dan harapan yang dikandung dalam aturan dalam P3SPS. Adegan itu tidak memberi nilai positif dan malah berdampak negatif bagi perkembangan psikologis mereka,” jelas Mulyo, Jumat (3/7/2020).

Menurut Komisioner bidang Isi Siaran ini, program siaran dengan klasifikasi R mestinya berisikan hal yang bernilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, sosial dan budaya, budi pekerti, hiburan positif, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar. 

"Meski ada pesan yang disampaikan dalam ending nantinya, tak sepantasnya penganiayaan dan perencanaan pembunuhan muncul dalam sinetron dengan klasifikasi R dan ditayangkan pada jam yang semestinya ramah anak. Kami khawatir jika adegan-adegan tersebut sering muncul dan ditonton mereka. Hal itu akan mendorong mereka untuk belajar tentang perilaku yang tidak pantas, kejam,  dan bahkan membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Ini yang perlu kita pikirkan yaitu soal dampaknya. Karenanya, kami berharap ANTV dan seluruh lembaga penyiaran dapat menjadikan hal ini sebagi masukan untuk memperbaiki kualitas isi dari program acaranya,” tukas Mulyo. ***

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi teguran pada program siaran “Ruqyah” di Trans 7. Putusan ini diberikan atas temuan muatan adegan atau visual orang kesurupan yang ditampilkan secara jelas. Penayangan adegan kesurupan ini dinilai telah melanggar aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.

Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat teguran tertulis yang dilayangkan ke Stasiun Trans 7, beberapa waktu lalu. Pemantauan KPI Pusat menemukan adegan kesurupan yang terjadi pada seorang wanita an. Risna pada tanggal 7 Juni 2020 mulai pukul 03.36 WIB dan 03.47 WIB. 

Sebelumnya, KPI telah mengingatkan seluruh lembaga penyiaran untuk memperhatikan aturan tentang penayangan siaran yang berbau mistik, horor dan supranatural dengan segala kesepadanannya. Penayangan adegan kesurupan dalam program tersebut dinilai tidak memperhatikan aturan tentang klasifikasi atau kategori umur.  Berdasarkan rekam data KPI Pusat, program acara “Ruqyah” berklasifikasi R atau remaja. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan adegan atau visualisasi kesurupan atau kerasukan dilarang tampil dalam siaran berklasifikasi Semua Umur (SU) dan Remaja (R). “lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap program acara. Hati-hati menampilkan tayangan kesurupan atau sejenisnya terutama pada jam tayang dan kategori SU atau R" Jangan sampai tayangan seperti itu memuat visual orang yang mengalami proses pembersihan diri dalam ketidaksadaran sehingga dapat merendahkan martabat dan harga diri orang ketika ditayangkan di layar publik. katanya kepada kpi.go.id, Senin (6/7/2020).

Seharusnya, program acara berklasifikasi R menyajikan isi siaran yang mengandung hal-hal positif, mendidik dan mendorong pengembangan diri remaja. Tayangan kesurupan, lanjut dia, dikhawatirkan dapat mendorong remaja percaya pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual magis, supranatural, dan mistik.

“Kami harap teguran ini menjadi perhatian dan perbaikan untuk Trans 7 agar kesalahan yang sama tidak terulang. Kasus ini juga menjadi perhatian untuk seluruh lembaga penyiaran agar lebih jeli dan hati-hati sebelum menayangkan program acara terutama yang berklasifikasi R atau di bawahnya,” tandas Mulyo. ***

 

Jakarta – Salah satu tanggungjawab besar penyiaran adalah untuk memperkukuh integrasi nasional, terbentuknya karakter bangsa dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa. Dan untuk itu, keberadaan KPID sebagai pengawal dan pengawas lembaga penyiaran di daerah menjadi sangat penting agar tujuan tersebut dapat terwujud.

Pendapat tersebut mengemuka saat pertemuan koordinasi secara daring antara KPI Pusat dengan KPID Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (2/7/2020), yang beberapa waktu lalu dilantik Gubernur Sultra di Kendari.

KPID menjadi salah satu elemen yang tidak dipisahkan dalam mewujudkan tataran penyiaran nasional yang sesuai dengan UU Penyiaran. Karenanya, eksistensi KPID tidak bisa dipandang sebelah mata karena tugas dan tanggungjawabnya untuk membuat hal itu sangat berat. 

“Tugas kita ini amar makruf nahi munkar. KPI adalah sarana kita untuk mencegah kemunkaran karena kita punya fasilitas untuk itu,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat membuka pertemuan koordinasi virtual tersebut.

Agung mengingatkan, amanah yang diemban KPI dan KPID sangatlah berat. Dan, jika tanggungjawab ini tidak dilakukan dengan sungguh sungguh akan makin berat menjalankan amanah itu. “Karena kita diberikan keistimewaan dan tidak semua orang punya, maka kita harus mampu memanfaatkan kewenangan itu untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diamanahkan UU Penyiaran,” tuturnya.

Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, menambahkan tugas lembaga ini semakin berat dengan berubahnya dinamika kelembagaan KPID setelah keluarnya UU lain yang menyebabkan kategori penyiaran bukan lagi menjadi urusan daerah. Implikasinya, tidak ada anggaran penyiaran secara khusus di daerah atau di KPID. “Jadilah sekarang dalam bantuan atau hibah,” katanya.

Meskipun begitu, Irsal meminta kekurangan ini jangan sampai menyurutkan tujuan KPID membangun penyiaran di daerah. Untuk menyiasati kesulitan ini, KPID harus membangun kerjasama dengan pemprov dan menjelaskan urgensinya kepada mereka tentang pentingnya KPID di daerah. 

“Banyak pemerintah daerah yang hanya berpikir lembaga ini bisa menghadirkan pemasukan untuk daerahnya. Tapi lembaga ini bukanlah seperti itu karena bukan karakternya. Kita ini hadir untuk menjaga ruang publik dan karena itu ada peran negara di dalamnya melalui KPI dan KPID,” jelas Irsal.

KPID harus sediakan ruang informasi baik bagi publik

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, meminta KPID Sultra yang barusan dilantik agar membuka ruang informasi yang baik bagi masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat mendapatkan indormasi yang baik dan sehat dan menjadi pengawasan dari tayangan yang tidak pantas. 

“Ini bisa menjadi penilaian yang baik bagi KPID dari pemerintah daerah dan lembaga lainnya,” kata Koordinator bidang PS2P KPI Pusat ini.

Reza juga mengingatkan pekerjaan pengawasan KPID harus berdasarkan legalitas. Misalnya, untuk pengawasan lembaga penyiaran yang menjadi ranah KPID hanyalah lembaga penyiaran berizin. Di luar itu, menjadi kewenangan lembaga lain. 

Hal lain yang juga disampaikan Reza untuk jadi perhatian Komisioner KPID Sultra terpilih yakni menyangkut pengawasan lembaga penyiaran berlangganan atau TV Kabel. Menurutnya, aspek utama dari lembaga ini adalah kontrol siaran dan pengawasan terhadap siaran TV Kabel tidak boleh lengah. 

“Dari 100 siaran LPB, harus kita cek betul jangan-jangan ada muatan yang tidak pantas, seperti radikalisme, pornografi atau tayangan tidak pantas lainnya,” tegas Reza.

Selain itu, KPID Sultra harus juga memantengi pelaksanaan program siaran lokal oleh induk jaringan di daerah. “Ini perlu diperhatikan, kita ada aplikasi SSJ. Jam berapa siaran LPS menyiarkan hal ini. KPID harus melakukan cek ini apakah sudah 10%. Jika tidak sesuai, anda bisa melakukan teguran,” katanya.

Ketua KPID Sultra, Ilnas, mengapresiasi seluruh pesan dan masukan yang disampaikan KPI Pusat. Menurutnya, koordinasi ini dibutuhkan untuk menyelaraskan dan mensinergikan program kegiatan KPID dengan KPI Pusat. “Kami meminta arahan dari KPI Pusat ini agar kami dapat menjalankan tugas dengan baik,” katanya.

Selain Ketua KPID, dalam koordinasi tersebut turut hadir Komisioner KPID lain seperti Wa Ode Nur Iman, Asman, La Ode Azizul Kadir, Azwar, Molesara dan Hans A Rompas. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.