Pohuwato - Kemampuan literasi media dalam situasi melimpahnya informasi di tengah masyarakat, merupakan suatu kemestian. Dengan literasi media, publik diharapkan mampu menyortir informasi yang berlimpah untuk dikonsumsi. Karenanya, literasi ini menjadi penting agar kita tahu persis bagaimana harus bersikap terhadap suatu masalah. Hal tersebut disampaikan Mohammad Reza, Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Webinar Dampak Literasi Media Televisi Terhadap Pendidikan Karakter Anak Bangsa, yang digelar secara daring oleh Universitas Pohuwato, Gorontalo, (29/6).
Dalam kesempatan itu Reza menyampaikan tentang mekanisme kerja KPI dalam mengawasi konten penyiaran. Secara khusus Reza menjelaskan perbedaan pengawasan KPI dan KPI Daerah. “Untuk televisi yang merupakan induk jaringan, maka pengawasannya ada di KPI Pusat. Sedangkan untuk TV lokal dan TV anak jaringan serta radio, diawasi oleh KPI Daerah,” papar Reza. Dirinya juga menyampaikan saluran yang dapat digunakan publik dalam menyampaikan aduan kepada KPI jika menemukan konten siaran yang dianggap bermasalah.
(Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Muhammad Reza. (Foto: Agung Rahmadiansyah/ KPI Pusat)
Sebagai lembaga yang merupakan representasi publik, tentulah KPI tetap membutuhkan dukungan dalam mengawasi konten siaran. Reza berharap di Pohuwato yang merupakan salah satu di provinsi Gorontalo ini, dapat terbentu masyarakat peduli penyiaran. “Masyarakat Peduli Penyiaran seharusnya dapat terbentuk di Pohuwato, untuk ikut mengawasi dan melaporkan siaran yang merugikan, baik dari televisi ataupun radio,”ujarnya.
Selain itu Reza berharap mahasiswa audiens utama dari webinar ini, dapat memaksimalkan pemanfaatan media, baik itu media penyiaran ataupun media baru melalui internet. “Salah satunya dengan aktif melakukan report pada konten media sosial yang buruk,” ujarnya. Reza mengaku dirinya secara rutin melaporkan atau menekan pilihan “report” dalam media sosial, untuk setiap postingan yang terindikasi hoax, palsu ataupun bersifat adu domba.
Diantara kemampuan literasi media yang juga harus dimiliki adalah membuat konten positif. Reza sendiri aktif mengisi konten audio visual untuk media sosial Universitas Negeri Gorontalo, tempatnya mengajar. Reza mengakui saat ini memang ada perbedaan cara pandang tentang konten positif di kalangan anak muda. “Anak-anak sudah punya cara pikirnya sendiri seperti apa konten yang baik,” ujarnya. Namun yang penting buat anak muda sekarang adalah konten yang menarik.
Di televisi saat ini sudah terjadi perubahan cara produksi. Dari yang tadinya dibuat oleh televisi, sekarang dibuat oleh talentnya sendiri. Reza mencontohkan beberapa selebritas yang sudah membuat konten-konten siaran sendiri. “Artinya kita bisa membuat konten sendiri, termasuk di Pohuwato,” tukas Reza. Menurutnya banyak konten menarik di Pohuwato yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk dikerjasamakan dengan lembaga penyiaran. Terutama jika dikaitkan dengan kewajiban televisi menghadirkan konten lokal sebagai upaya implementasi sistem stasiun jaringan (SSJ).
Terakhir, Reza bertanya, “apakah internet ini adalah teknologi terakhir?” Biar bagaimana pun kita harus senantiasa beradaptasi dengan teknologi. “Karena kita, sekali lagi, ditentukan oleh pemanfaatan media yang kita gunakan untuk informasi,”tegas Reza. Informasi dari tontonan kemudian jadi tuntunan. Untuk itu KPI berkepentingan mengupayakan agar informasi yang hadir dan disampaikan kepada masyarakat adalah informasi yang benar, sehingga dapat dijadikan dasar bagi masyarakat mengambil keputusan, pungkas Reza.