Jakarta – Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menepis anggapan jika Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) sebagai pengekang kebebasan industri penyiaran untuk berkreasi. Menurutnya, aturan siaran ini justru untuk membimbing agar konten yang diproduksi tidak berbenturan dengan etika, norma dan adat yang berlaku di masyarakat. ` 

“Saya pikir tidak juga jika pedoman siaran ini sebagai penghambat kebebasan untuk berkreasi. Ini lebih kepada rambu-rambu bagi teman-teman seniman, konten kreator dan juga industri penyiaran,” kata Agung saat mengisi Live Talk Show di Inspira TV dengan tema “Membangun Penyiaran yang Inspiratif dan Positif”, Minggu (10/5/2020) malam.

Dia mencontohkan, program acara tentang kesehatan boleh tetap tayang tapi dengan mengikuti acuan yang sudah dijelaskan dalamm aturan tersebut. Misalnya, dalam perbincangan soal sex di ranah penyiaran harus menyertakan narasumber yang ahlinya dan disiarkan di atas pukul 10 malam WIB (Waktu Indonesia Barat) yang KPI anggap sebagai waktu dewasa. 

“Dalam siaran itu dilarang melegitimasi sex bebas, aborsi dan menganjurkan kawin usia muda. Atau ada reka ulang pembunuhan yang ditampilkan secara detail prosesnya. Ini kan tidak boleh karena akan dikhawatirkan menjadi contoh buruk bagi masyarakat khususnya pada penonton anak dan remaja. Tentunya ini tidak mungkin disebut sebagai pengekangan kebebasan,” papar Agung.

Dia juga menjelaskan, P3SPS yang merupakan turunan dari Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan hasil konsensus yang harus diketahui dan diikuti semua pihak dalam hal ini industri penyiaran. P3SPS KPI telah beberapa kali mengalami perubahan. 

“Bahkan tahun ini, KPI sedang melakukan pembahasan untuk mengubah aturan tahun 2012 tersebut. Sayangnya karena ada pademi Covid-19 jalan proses revisi P3SPS jadi terhenti,” ungkapnya.

Agung menilai kalangan industri konten tidak akan menganggap P3SPS KPI sebagai batu sandungan. “Saya yakin seorang konten kreator, sutradara, produser serta yang lainnya akan memahami dan tidak akan kehabisan akal, ide dan kreativitas untuk membuat konten yang bagus dan bermutu dengan mengacu rambu tersebut,” kata Agung berharap.

Duta Sobat Cyber Indonesia, Tita Oxa Anggrea, menyatakan P3SPS merupakan aturan yang harus dipatuhi oleh konten kreator. Dia menilai saat ini justru sudah sedikit sekali tayangan TV yang melanggar aturan tersebut. 

Tita justru menyoroti platform lain yang dinilai masih sengaja menyiarkan konten-konten yang dilarang di penyiaran. Menurutnya, hal ini karena tidak adanya regukasi yang mengatur ruang media tersebut. “Masih ada konten-konten seperti itu biar ada yang lihat dan sengaja cari masalah. Kita harus konsen untuk melihat hal itu,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Ketua KPI Pusat, Agung menegaskan kembali tentang perbedaan KPI dengan Lembaga Sensor Film atau LSF. Dikatakan, tugas sensor konten ada pada LSF yang bekerja sebelum tayang. “KPI tidak  melakukan tugas itu. KPI berwenang pada saat konten tersebut tayang. Regulasi keduanya berbeda. KPI mengacu pada Undang-Undang Penyiaran sedangkan LSF pada Undang-Undang Perfilman,” tandasnya. *** 

 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, saat mengisi diskusi yang diselenggarakan DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesi (GMNI) dengan tema “Analisa Pemberitaan dan Peran Media di Tengah Pandemi”, Jumat (8/5/2020).

Jakarta -- Dalam situasi pembatasan aktifitas sosial secara fisik di ruang publik karena kebijakan social distancing dan physical distancing akibat pademi Covid-19, keberadaan infomasi yang benar menjadi sangat penting. Apalagi di tengah hiruk–pikuk komunikasi melalui sosial media, dimana seringkali berkembang informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, bahkan masuk dalam kategori hoax atau berita bohong.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, mengatakan bahwa KPI senantiasa mendorong Lembaga Penyiaran TV dan radio agar menghadirkan informasi yang benar demi kepentingan publik. “Pemberitaan melalui lembaga penyiaran merupakan kontrol sosial yang harus senantiasa melalui proses verifikasi agar dapat menyampaikan fakta yang benar serta berdasarkan data yang akurat. Namun di tengah pandemi Covid-19, pemberitaan melalui televisi kerap mendapat tudingan negatif,” kata Hardly dalam Diskusi Online yang diselenggarakan DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesi (GMNI) dengan tema “Analisa Pemberitaan dan Peran Media di Tengah Pandemi”, Jumat (8/5/2020) malam. 

Ketika memberitakan perkembangan covid-19, media dianggap menakut-nakuti. Sebaliknya ketika tidak menyampaikan berita tentang covid-19, dinilai menutupi fakta. Ketika menyampaikan kritik atas kebijakan pemerintah, media dinilai tendensius, namun ketika mengapresiasi pemerintah, media dianggap telah menjadi alat kekuasaan. 

Komisioner bidang kelembagaan ini mengakui bahwa dalam pemberitaan melalui TV terkadang menyampaikan informasi yang cenderung sensasional, untuk menarik perhatian publik. “Namun selama ditujukan untuk kepentingan publik, serta tetap berada dalam koridor Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, maka KPI menilai bahwa pemberitaan masih menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial khususnya terhadap berbagai kebijakan pemerintah,” ujar Hardly.

Menurut data yang dirilis oleh Nielsen, sejak dimulainya kebijakan social distancing, ada peningkatan pemirsa televisi sebanyak satu juta orang, dan peningkatan penonton berita sebanyak 25%. Oleh sebab itu, KPI telah mengeluarkan edaran dan menyampaikan imbauan tentang pemberitaan pandemi covid-19. 

“Pada intinya, KPI meminta agar pemberitaan melalui media penyiaran senantiasa menyampaikan data yang benar dan fakta yang proposional, agar dapat membangun optimisme publik dalam menghadapi pandemi covid-19 ini. Selain itu, KPI juga meminta agar berbagai kebijakan pemerintah terkait penangangan covid-19 disampaikan melalui Iklan Layanan Masyarakat, serta disisipkan dalam berbagai program siaran lainnya,” tegas Hardly.

Di ruang diskusi daring yang sama, Jurnalis Kompas TV, Aiman Witjaksono, melihat kondisi saat ini bukanlah hal yang baru bagi kalangan jurnalis seperti dirinya. Ada beberapa situasi darurat yang pernah dia alami seperti saat bertugas di Aceh dan daerah lainnya. Menurutnya, dalam keadaan seperti ini yang akan muncul adalah insting atau naluri seorang wartawan. Dan, insting tersebut harus diwujudkan dalam bentuk atau hasil yang bisa bermanfaat bagi masyarakat.

“Insting jurnalis itu menjadikan bagaimana memberi sesuatu yang baik dan bernilai bagi publik. Namun hal itu sangat tergantung dari hati nurani. Sifat pragmatis itu ada di jurnalis, namun sebagai manusia hal itu harus kita singkirkan,” kata Aiman.

Melihat situasi saat ini yang serba tidak jelas, Aiman menilai perlu menjadikan media sebagai rumah penjernih atau clearing house. “Dalam situasi krisis seperti sekarang ini, fakta itu menjadi sesuatu yang suci. Jadi, jangan karena kita harus di rumah tugas investigasi jadi terhenti. Fakta juga bisa menjadi manfaat dan bisa membangun optimisme masyarakat,” tambahnya.

Selain itu, Aiman yang pernah meraih penghargaan Anugerah KPI 2017 sebagai Presenter Talkshow Terbaik memandang penting pengamatan jurnalis dari dampak berita yang akan disampaikan. Menurutnya, faktor psikologis dari pembaca, pendengar dan penonton harus menjadi pertimbangan. 

Anggota Dewan Pers, Agung Dharmajaya, menyampaikan lalulintas pemberitaan terkait pandemi mulai dari awal kasus covid-19 di Indonesia dimulai. Menurutnya, ada sekitar dua ratus ribu artikel berita terkait soal covid. Sayangnya, hampir sebagian besar isi artikel tersebut menyuguhkan pemberitaan yang cenderung tendesius dan sensasional.

“Pada awal-awal kejadian itu kami menilai belum ada pemahaman tentang kasus ini. Jadinya sifat beritanya masih sensasional yang membuat orang takut. Sekarang ini masyarakat seperti sudah biasa dan mereka lebih senang untuk membaca atau menonton informasi tentang kesembuhan, bagaimana menjaga kesehatann dan berita positif lainnya,” kata Agung.

Sementara itu, Jurnalis Senior dan salah satu pendiri AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia), Dhia Prekasa Yoedha, memandang tugas jurnalis harus mengedepankan nilai kemanusiaan sekaligus patuh pada kaidah jurnalistik. Namun, lanjutnya, tugas jurnalis jangan hanya mencari kebenaran tapi juga kebenaran yang inspiratif.

“Patuh terhadap KEJ. Kemudian lihat apa yang terjadi di luar. Selain itu, jurnalis harus dapat melihat apakah berita yang disampaikan itu manfaat atau tidak bagi masyarakat. Jika memang tidak, jangan disampaikan. Tugas jurnalis itu sama mulianya dengan tugas dokter, perawat, hakim dan lainnya,” tandas Yoedha.  ***

 

Jakarta - Kualitas program siaran Ramadhan 2020 di televisi mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini diindikasikan dengan berkurangnya kehadiran program variety show komedi pada waktu sahur dan buka puasa di seluruh lembaga penyiaran. Selain itu, indikasi berikutnya adalah berkurangnya pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang dilakukan televisi dalam siaran Ramadhan tahun ini. Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mimah Susanti mengungkapkan hal tersebut dalam penyampaian Hasil Evaluasi Pemantauan Siaran Ramadhan oleh KPI bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diselenggarakan secara virtual, (8/5). 

Meskipun terjadi peningkatan, dalam pemantauan sepanjang sepuluh hari pertama di bulan ramadhan 1441 H/ 2020 M ini, menurut Santi, KPI masih menemukan konten siaran yang melanggar P3 & SPS. Dalam evaluasi yang menghadirkan seluruh lembaga penyiaran swasta (LPS) Televisi Berjaringan, Santi memaparkan potensi pelanggaran diantaranya, kekerasan verbal pada sinetron yang ditayangkan ulang (re-run) dan bullying serta makian pada program siaran variety show, pakaian yang tidak pantas, siaran wisata kuliner dengan aktivitas makan secara close-up, dan pelanggaran protokol pembatasan sosial atau physical distancing dalam program siaran langsung.

MUI sendiri memiliki catatan serupa dengan KPI terhadap tayangan Ramadhan tahun ini. Di samping itu, ada pula penilaian khusus dari MUI terkait konten keagamaan. Menurut Asrosi Karni selaku Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI, ditemukan adanya kesalahan penulisan bahasa Arab dalam teks lafadz adzan dan niat puasa yang muncul di layar kaca. Selain itu, pada 26 April 2020 MUI menemukan siaran adzan Maghrib yang lebih cepat tiga menit dari seharusnya. 

Ketua MUI Bidang Da’wah, Dr Cholil Nafis menilai siaran Ramadhan di tahun ini, pada umumnya telah mengalami peningkatan kualitas dibanding tahun lalu. Cholil melihat adanya peningkatan dari sisi da’wah terutama terkait pada edaran MUI agar televisi menghadirkan da’i bersertifikat untuk mengisi program Ramadhan. “Sehingga tercapailah tujuan dari siaran Ramadhan, yakni menjaga kekhusyukan beribadah, menambah wawasan dan utamanya meningkatkan ketaqwaan pada Allah,” ujar Cholil.

KPI sangat mengapresiasi adanya perbaikan kualitas siaran Ramadhan di tahun ini. “Tidak banyak lagi kita jumpai tayangan yang berisi kekerasan, makian, saling mencela, melanggar norma kesopanan dan kesusilaan dan merendahkan derajat sesama manusia,”ujar Santi. Dirinya berharap semoga trend positif ini terus berlanjut sehingga semakin banyak pilihan tontonan yang edukatif, terutama untuk menambah kualitas pengetahuan tentang nilai-nilai keagamaan.

Pandemi wabah Covid-19 ini juga berdampak pada Siaran Ramadhan 2020. Jumlah siaran Ramadhan pada beberapa televisi berkurang dibandingkan tahun lalu. Selain itu ada banyak program yang harus diformat ulang mengikuti protokol penanggulangan Covid-19 dan ada juga yang dihilangkan seperti siaran sholat Tarawih Live dari Masjidil Haram, di kota Mekkah. Perwakilan lembaga penyiaran mengaku akan segera menindaklanjuti masukan dari KPI dan MUI, untuk segera dilakukan perbaikan.  Titin Rosmasari dari Trans 7 menyampaikan, pihaknya tetap mencari formula yang tepat agar tetap menghadirkan program siaran Ramadhan yang bermanfaat bagi pemirsa, serta tetap mengutamakan keselamatan kru siaran.  Hal tersebut merupakan perhatian dan kepedulian lembaga penyiaran pada para pemusik, seniman dan pekerja seni lainnya untuk tetap berpenghasilan. 

Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo secara khusus berpesan tentang penyelenggaraan siaran langsung program variety show. “Ada baiknya, ditampilkan kepada public bahwa ada protokol khusus yang dijalankan sebelum program mulai,” ujarnya. Kalau perlu ada penjelasan di running text yang menjelaskan bahwa seluruh pengisi acara talen sudah melewati protokol Covid. Sehingga secara tidak langsung juga memberikan edukasi pada masyarakat, bahwa apapun kegiatannya keselamatan tetap yang utama. 

 

Jakarta – Meskipun Ramadan tinggal beberapa waktu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta kebijakan seluruh lembaga penyiaran untuk tidak menayangkan hal-hal yang berbau mistik, horor dan supranatural (MHS) dalam seluruh program acara, baik reguler maupun ramadan. Hal ini untuk menghormati nilai agama Islam dan memberi kekhusyuan masyarakat yang sedang menjalankan ibadah puasa.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, di sela-sela kegiatan pembinaan isi siaran untuk seluruh lembaga penyiaran yang diselenggarakan secara virtual, Jumat (8/5/2020). Memasuki Ramadan ini, KPI menemukan beberapa tayangan yang dinilai berbau unsur MHS dalam dua program acara di dua stasiun televisi. 

Menurut Mulyo, momentum bulan puasa ini harusnya diisi dengan konten yang mengandung hal yang positif serta pengetahuan yang bisa meningkatkan rasa keimanan. Penayangan muatan MHS pada saat Ramadan dinilai kontradiktif dengan nilai-nilai yang ada dalam Islam. 

“Di saat orang sedang berlomba melaksanakan ibadah seharusnya jauh dari unsur MHS. Nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang sedang ditegakkan di bulan Ramadan jangan dikotori dengan muatan yang berpotensi mengarahkan pada kemusyrikan. Kami memahaminya di situ poinnya. Karenanya, kami harap hal ini ditiadakan selama sisa bulan Ramadan ini, jika perlu untuk seterusnya,” tegasnya.

Dalam Surat Edaran KPI Pusat tentang Siaran Ramadan 1441 H, dalam salah satu  poinnya disebutkan bahwa selama bulan Ramadan lembaga penyiaran diminta tidak menayangkan muatan mistik, horor, supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya. Selain itu, disebutkan pula untuk tidak mengeksploitasi konflik atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan.

Penegasan yang disampaikan KPI Pusat dalam surat edaran tersebut kembali diingatkan Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, kepada lembaga penyiaran dalam kegiatan pembinaan virtual tersebut. Menurutnya, surat edaran yang disampaikan pihaknya telah jelas meminta agar tayangan berbau MHS tidak ada selama Ramadan ini.

“Saya minta agar Lebih berhati-hati dalam menayangkan program seperti itu jangan menimbulkan rasa ketakutan dan kengerian. Inisaya harap bisa dihindari,” katanya. 

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menekankan hal yang sama agar selama Ramadan ini tidak menayangkan tayangan berbau MHS. “Sebaiknya tayangan hantunya tidak dikeluarkan dulu,” katanya. ***

Foto di atas adalah saat KPI Pusat dan KPID rapat koordinasi secara virtual membahas relay program "BDR" di daerah, Selasa (5/5/2020). 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan menyiapkan data daerah-daerah blankspot dan yang tidak terjangkau oleh siaran TVRI sekaligus daftar televisi lokal yang siap melakukan relay siaran program “Belajar dari Rumah”. Hal ini merespon surat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang dikirim ke KPI tertanggal 5 Mei 2020 membalas surat KPI sebelumnya yang mengajukan permohonan penyebarluasan program “Belajar dari Rumah” atau BDR yang disiarkan TVRI.

Surat permohonan yang dilayangkan KPI kepada Kemendikbud tersebut merupakan bentuk kepedulian KPI Pusat dan juga aspirasi yang datang dari KPID agar penyelenggaran pendidikan bagi siswa di tanah air tetap berjalan meskipun dalam suasana pandemi Covid-19. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan hal ini merupakan bentuk tanggungjawab lembaganya dan juga dukungan kepada kebijakan pemerintah agar proses kegiatan belajar tetap berlangsung meskipun dalam situasi darurat seperti saat ini yang menyebabkan sekolah diliburkan dan anak harus belajar di rumah.  

“Tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam mengakses internet karena faktor ekonomi maupun geografis. Kami menilai solusi yang tepat serta efektif untuk menjawab masalah tadi adalah melalui penyiaran. Penyiaran memiliki jangkauan yang luas dan tidak memerlukan biaya besar asal punya televisi atau radio,” kata Mulyo, Rabu (6/5/2020). 

Dalam surat yang ditandatangani Sekjen Kemendikbud, Ainun Naim, diungkapkan bahwa pada 28 April 2020, Kemendikbud telah melakukan rapat koordinasi dengan KPI, Kemenkominfo RI, Kemenkumham RI dan TVRI dengan kesimpulan bahwa semua pihak sepakat untuk perluasan akses program BDR di TVRI melalui televisi lokal/daerah dengan sejumlah catatan. Adapun catatannya yakni melakukan relai penuh/utuh terhadap program yang telah disepakati dapat direlai oleh Kemendikbud dan lembaga penyiaran pemerintah TVRI, tidak melakukan komersialisasi program relai tersebut, dan tidak melakukan tayang ulang. 

Dijelaskan bahwa konten atau materi program “Belajar dari Rumah” merupakan kerja sama antara Kemendikbud dengan pihak ketiga yang bersifat nonprofit. Sehubungan dengan konten yang tidak sepenuhnya milik Kemendikbud tersebut, maka diperlukan adanya addendum atau perbaikan dokumen kerja sama dengan para pihak terkait terlebih dahulu. Karenanya, pelaksanaan relay program “BDR” di TVRI kepada televisi lokal dapat dilakukan setelah dokumen diperbaharui. 

Terkait hal itu, KPI diminta untuk segera menyampaikan data pemetaan daerah blank spot atau yang tidak terjangkau oleh TVRI beserta daftar televisi lokal yang siap melakukan relai program “BDR” di TVRI sesuai ketentuan yang telah disepakati. Hal ini agar efektif dan juga untuk menjaga akuntabilitas relai program tersebut.

Ditegaskan pula bahwa proses pemberian akses relay kepada televisi lokal lainnya dilakukan oleh TVRI dengan memberikan laporan tertulis secara berkala mengenai perkembangannya kepada Kemendikbud.

Sebelumnya, dalam Rapat Koordinasi antara KPI Pusat dan KPID yang dilakukan secara virtual pada Selasa, 5 Mei 2020, salah satu pokok bahasan yang dibicarakan yakni tentang persiapan KPID untuk mendata daerah blankspot dan daftar TV lokal yang bersedia menyiarkan relay program “BDR”. Dalam kesempatan itu, sejumlah KPID secara lisan telah menyampaikan data dan daftar TV lokal yang ingin bergabung merelay siaran program “BDR” dari TVRI. 

Namun pada prinsipnya, seperti kata Mulyo pada rapat koordinasi, hal ini bukan bersifat paksaan. “Ini sifatnya sukarela, jadi lembaga penyiaran bisa saja tidak menyiarkan siaran ini jika dianggap memberatkan,” katanya. 

KPID siap mendukung 

Sementara itu, Komisioner KPID Banten, Alamsyah, mengatakan siaran program “BDR” yang disiarkan TVRI tidak bisa terjangkau oleh semua masyarakat Banten. Hanya daerah yang dekat dengan wilayah Jakarta yang bisa melihat siaran tersebut. 

“Kami masih menginduk ke DKI untuk siaran TVRI. Maka sulit bagi wilayah Banten yang terkena blankspot seperti Lebak, Bayah, dan Pandeglang. Kalau pandemi ini berlangsung lama harus dipikirkan secara matang. Kami harap ini segera dilakukan agar relay bisa dilakukan,” usul Alamsyah dalam rapat koordinasi tersebut.

Komisioner KPID Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Yohanes, menambahkan program belajar yang disiarkan TVRI sangat membantu masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi untuk biaya pulsa jika belajar lewat internet. Bahkan, dari hasil wawancara dengan masyarakat di wilayah Yogya, mereka lebih senang program belajar melalui lembaga penyiaran, dalam hal ini TVRI.

“Siaran TVRI tidak ada masalah di empat kabupaten dan kota di Yogyakarta. Tapi ada beberapa orangtua yang mengusulkan program ini agar terus berkelanjutan. Seperti Televisi Pendidikan Indonesia dulu. Selain itu, mereka juga mengusulkan kreativitas acara agar tidak jenuh,” tuturnya. 

KPID Provinsi Jawa Tengah, bahkan telah lebih awal melakukan koordinasi dengan TVRI Jateng dan TV lokal untuk menyukseskan program belajar tersebut. Dalam pertemuan itu, TVRI Jateng menyetujui jika siaran program tersebut di relay oleh TV lokal. 

“Sudah ada 6 dari 17 TV lokal yang merelay program siaran tersebut. Tapi ada juga televisi lokal yang sudah memiliki sendiri program belajar di rumah,” kata Komisioner KPID Jateng, Dini Inayati. 

Hal yang sama turut disampaikan Komisioner KPID Kalimantan Timur, Akbar Ciptanto. Menurutnya, KPID akan berkoordinasi lembaga penyiaran lokal di Kaltim terutama lembaga penyiaran berlangganan atau TV kabel. “Di Kaltim masyarakat banyak menonton siaran melalui LPB dan kami akan mencoba memasukkan TVRI dalam tayangan LPB serta TV lokal,” tuturnya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.