Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah mencari rumusan terbaik tentang pengaturan konten lokal dalam penyiaran digital ke depan. Dengan terpenuhinya ruang-ruang publik lewat penyiaran digital, harus dipikirkan konten seperti apa yang akan mengisinya. Lebih jauh lagi, akan menjadi seperti apa masyarakat Indonesia saat ruang publik dipenuhi beragam konten siaran saat diterapkannya penyiaran digital dua tahun lagi. Hal disampaikan Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza, dalam Diskusi Kelompok Terpumpun mengenai Evaluasi Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) yang digelar secara virtual di kantor KPI, (9/11). 

Menurut Reza, pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak sekarang, seharusnya dapat menjadi bahan evaluasi dalam siaran konten lokal.”Pilkada adalah contoh konkret bahwa konten lokal masih menjadi kebutuhan bagi  masyarakat yang ada di daerahnya masing-masing,” ujarnya. Dalam siaran konten lokal, Pilkada langsung ini dapat menjadi sebuah muatan lokal yang sangat strategis dan memiliki manfaat besar bagi masyarakat lokal. Jika dikelola dengan optimal, siaran konten lokal tentang Pilkada ini dapat memberikan kontribusi atas peningkatan kualitas demokrasi di masing-masing daerah lewat penyampaian informasi akurat terkait kompetisi politik lokal. 

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Yan Parmenas Mendenas yang hadir sebagai narasumber diskusi menekankan bahwa lembaga penyiaran lokal harus dijadikan sebagai agen dalam mendistribusikan informasi lokal ke pusat. Dengan demikian konten siaran juga menjadi beragam dan mendapatkan nilai positif bagi masyarakat lokal itu sendiri. Yan kemudian menyinggung rencana migrasi siaran dari sistem analog ke sistem digital atau Analog Switch Off (ASO). Menurutnya dengan ASO tersebut, akan memberikan kesempatan pemerataan informasi ke seluruh wilayah Indonesia, khususnya daerah 3T. “Dengan adanya ASO, kita harus mengatur format siaran yang baik, agar tidak membunuh televisi yang sudah eksis,”ujar Yan. Secara tegas politisi Partai Gerindra ini menyatakan sangat mendukung pelaksanaan ASO di tahun 2022 nanti. Era digitalisasi ini, ujarnya, harus segera disiapkan dengan infrastruktur dan sumber daya manusia yang berkualitas. 

Narasumber lain yang hadir dalam diskusi tersebut adalah perwakilan dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Soekamto. Kepada peserta diskusi, Soekamto menegaskan bahwa digitalisasi penyiaran bukanlah penghalang bagi pelaksanaan sistem stasiun jaringan. Dia pun memaparkan secara rinci tentang peluang yang dapat ditimbulkan dalam penyiaran digital. Dalam satu wilayah layanan, ujar Soekamto, dapat tersedia hingga lima multiplekser yang masing-masingnya akan menyediakan ruang bagi banyak penyedia konten siaran. Selain itu, menyambut penyiaran digital ini, pemerintah akan terus membangun infrastruktur di berbagai daerah blankspot untuk mengatasi pemecahan masalah ketersediaan informasi bagi masyarakat. 

Sementara itu tanggapan disampaikan dari KPI Daerah Riau yang diwakilkan oleh Widdie Munadir. Dari pemantauan siaran lokal yang dilakukan KPID Riau, dapat dikatakan hanya dua lembaga penyiaran saja yang konsisten menyiarkan konten lokal sebagai implementasi sistem stasiun jaringan. Selebihnya, ujar Widdie, konten lokal banyak yang hadir di jam-jam sepi penonton. Widdie juga mengungkap terlalu banyak konten lokal yang menyajikan program siaran ulangan atau re-run. Secara gamblang Widdie juga mengatakan bahwa televisi yang menunjukkan komitmennya atas SSJ ini adalah Kompas TV. Dari aspek administratif, aspek teknis hingga aspek program, ujar Widdie, Kompas TV konsisten menggunakan sumber daya manusia (SDM) lokal yang ada.  Dampak paling kecil tentang kebijakan SSJ ini adalah terserapnya tenaga kerja lokal. Dengan semangat penyebaran informasi di daerah, setidaknya melalui SSJ ini membuka peluang pekerjaan untuk masyarakat lokal. 

Terkait evaluasi SSJ ini Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia menegaskan bahwa SSJ adalah bagian dari usaha mengeksplorasi potensi dari daerah. Karenanya, ujar Irsal, konten lokal ini harus mampu menghidupi industri siaran lokal. Dia menilai, harus ada desain ulang format penyelenggaraan SSJ ini.  Dalam undang-undang Cipta Kerja, ujar Irsal, keberadaan siaran lokal sedikit diabaikan. KPI tentu berharap, dalam revisi undang-undang penyiaran, tetap mengakomodir siaran lokal. “Mungkin dengan disain yang berbeda,” ujarnya. Namun eksistensi siaran lokal ini harus tetap ada mengingat peran pentingnya dalam meningkatkan potensi daerah. 

 

Jakarta - Penyelenggaraan penyiaran digital harus  dapat memberikan kesempatan lebih luas bagi industri penyiaran lokal dan daerah untuk berkiprah lebih banyak. Terbukanya saluran-saluran baru dalam frekuensi digital merupakan sebuah peluang bagi rumah-rumah produksi di daerah untuk mengisi, khususnya dengan konten-konten yang menjadi khas daerah tersebut. Dengan demikian hak-hak masyarakat di daerah untuk terlibat dalam penyelenggaraan penyiaran dapat terpenuhi. Hal tersebut disampaikan Irsal Ambia, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) koordinator bidang kelembagaan dalam acara Diskusi Kelompok Terpumpun Evaluasi Sistem Stasiun Jaringan yang diselenggarakan secara virtual, (9/11). 

Irsal mengatakan, KPID harus dapat mengelola untuk mendorong kontribusi industri penyiaran lokal ikut ambil bagian ketika digitalisasi penyiaran dimulai. “Semestinya, dengan makin terbukanya saluran lewat penyiaran digital, makin terbuka pula kesempatan untuk industri penyiaran lokal berkiprah,”ujarnya. 

Selain itu Irsal menilai harus ada format ulang aturan tentang siaran konten lokal dalam implementasi sistem stasiun jaringan, setelah ditetapkannya Undang-Undang Cipta Kerja. Harapannya, ujar Irsal, dalam Peraturan Pemerintah, Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat mengakomodir model sistem stasiun jaringan yang berimplikasi pada siaran konten lokal. 

Terkait pelaksanaan konten lokal ini, Ketua KPI Agung Suprio memaparkan berbagai terobosan yang dilakukan KPI agar lembaga penyiaran dapat memenuhi kewajiban regulasi dalam SSJ. Dalam undang-undang jelas ditegaskan bahwa lembaga penyiaran yang berjaringan memiliki kewajiban menyiarkan konten lokal minimal 10% dari durasi waktu siar dalam satu hari. KPI, ujar Agung, pernah mengeluarkan kebijakan agar konten lokal dapat disiarkan bersama di waktu yang produktif. Selain itu, KPI Juga pernah mengusahakan untuk menjadikan bahasa lokal sebagai pengantar siaran lokal. 

Agung mengakui, tidak semua lembaga penyiaran dapat memenuhi aturan ini. Namun dalam setiap evaluasi tahunan yang dilakukan KPI untuk semua televisi berjaringan, selalu ada laporan tentang peningkatan durasi siaran konten lokal. Beberapa masukan dari lembaga penyiaran disampaikan kepada KPI terkait pelaksanaan siaran konten lokal ini. Diantaranya, kalau mengikuti aturan tentang definisi konten lokal yang berdasarkan provinsi atau wilayah layanan siaran, dapat dipastikan dalam satu tahun sudah habis semuanya dieksplorasi. “Sehingga lembaga penyiaran cenderung melakukan siaran ulang atau re-run, “ujar Agung. Ada juga usulan untuk dimungkinkannya cross culture  dalam siaran konten lokal. “Jadi konten lokal Papua dapat disiarkan sebagai konten lokal di wilayah lain,”papar Agung. Usulan lain dari kalangan industry penyiaran adalah terkait kebudayaan yang mirip di beberapa provinsi. Harapannya, kemiripan ini dapat dimaklumi dan diakomodir sebagai sebuah konten lokal pada beberapa wilayah layanan siaran. KPI sendiri, dalam pengawasan konten lokal telah memanfaatkan aplikasi teknologi informasi. Lewat aplikasi ini, ujar Agung, dapat dilihat jumlah konten lokal pada masing-masing induk jaringan televisi. 

Pada kesempatan itu, hadir pula Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI) Mohammad Riyanto. Dirinya menerangkan tentang sejarah hadirnya kebijakan konten lokal yang berkiblat pada konsep penyiaran di Amerika Serikat. Kebijakan ini diadopsi dalam undang-undang penyiaran guna menghadirkan keberagaman konten. Namun demikian Riyanto mengingatkan bahwa kewajiban konten lokal batasannya hanya sepuluh persen menurut undang-undang. KPI sebagai regulator, diharapkan mampu memikirkan kembali untuk adanya perbaikan regulasi sistem stasiun jaringan. Riyanto menjelaskan, secara regulasi konten lokal ini diharuskan hadir di tengah masyarakat. Namun demikian market atau pasar dapat dikatakan tidak mengamini kehadiran konten lokal. “Sehingga lembaga penyiaran kesulitan untuk dapat menyesuaikan dengan tuntutan regulasi,”ujarnya. Harapannya, KPI dapat menjadi fasilitator bagi lembaga penyiaran dan pemerintah untuk dapat mengangkat konten lokal.

Dalam evaluasi tersebut hadir pula anggota Komisi I DPR RI Yan Parmenas Mendenas sebagai narasumber, serta Soekamto selaku perwakilan dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dalam acara yang dimoderatori Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Aswar Hasan, hadir perwakilan KPI Daerah yang selama ini turut melakukan pemantauan siaran lokal sebagai implementasi sistem stasiun jaringan 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh lembaga penyiaran khususnya TV untuk berhati-hati membahas video tak pantas yang diidentifikasikan dengan artis tertentu di ruang publik. Hal ini untuk mencegah keingintahuan publik terhadap tontonan tak pantas dan menjaga ruang publik dari pembahasan yang mengarah pada hal yang tidak sesuai dengan etika dan norma penyiaran.

Hal itu ditegaskan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, menanggapi hangatnya pembahasan tentang video tak pantas yang dikaitkan dengan artis tertentu yang beredar di internet, Minggu (8/11/2020).

Menurut Reza, ruang publik harus dijaga dari informasi maupun siaran yang mengarah pada hal-hal yang merugikan atau berdampak negatif. Pembahasan yang massif tentang video panas itu dapat menyebabkan rasa penasaran penonton, baik penonton dewasa maupun remaja. Perbuatan itu juga tidak baik dan tidak pantas ada di ruang publik.

“Jangan sampai menginformasikan malah membuat orang ramai-ramai memburu videonya. Jangan sampai juga ada cuplikannya meskipun diblur. Ini justru akan makin membuat orang penasaran,” kata Reza.

Dalam kesempatan itu, Reza mengingatkan seluruh lembaga penyiaran untuk tunduk dan patuh pada aturan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI tahun 2012. Menurutnya, aturan ini sudah sangat jelas dan tegas mengatur hal-hal yang berkaitan dengan persoalan privasi dan pornografi. 

“Tolong diperhatikan juga perlindungan terhadap anak dan remaja dalam siaran. Kami sangat paham hal ini menjadi informasi yang hangat dan menarik, tetapi apakah hal ini layak dan pantas dibahas di ruang publik,” tegas Reza.

Reza juga mendorong instansi terkait yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk bertindak cepat menghapus seluruh konten mengenai video itu di internet. “Saya kira kominfo punya tim yang handal untuk membersihkan itu. Harusnya tak dibiarkan lama ada diruang publik,” tandasnya. ***/Foto: AR

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi penghentian sementara tayangan “Rumpi No Secret” Trans TV selama dua kali penayangan. Keputusan pemberhentian program ini telah disepakati dalam rapat pleno penjatuhan sanksi KPI Pusat, pekan lalu, di Jakarta. 

Berdasarkan keterangan surat penghentian sementara yang dikeluarkan dan ditandatangani Ketua KPI Pusat pada akhir bulan Oktober lalu dijelaskan, program ini kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Ada sembilan pasal dalam P3SPS yang dilanggar tayangan tersebut.

Adapun pelanggaran yang dilakukan “Rumpi No Secret” ada di tanggal 24 September 2020 pukul 14.04 WIB yaitu berupa tampilan wawancara host kepada an. Dinar Candy dan an. Bobby Tria Sanjaya terkait jual beli pakaian dalam milik an. Dinar Candy di social media; 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan wawancara tentang jual beli pakaian dalam sangat tidak pantas disiarkan di ruang publik. Menurutnya, hal ini tidak menghargai nilai-nilai dan norma kesopanan serta kesusilaan yang berlaku di masyarakat.

“Tidak ada nilai dan juga manfaatnya dari tayangan itu bagi masyarakat. Apa juga korelasinya dengan kepentingan publik soal jual beli pakaian dalam. Jangan karena persoalan itu viral di media sosial, harus selalu masuk ke dalam ranah publik. Penyiaran itu mesti dimanfaatkan untuk hal yang baik dan berdampak positif,” jelas Mulyo, Senin (9/11/2020).

Selain itu, lanjut Mulyo, tayangan itu dinilai tidak mengindahkan aturan tentang perlindungan terhadap anak dan remaja. Seharusnya, program siaran dengan klasifikasi R atau remaja berisikan hal-hal yang berisikan nilai-nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, nilai-nilai sosial dan budaya, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar.

“Tayangan ini justru mengandung muatan yang bertolak belakang dengan perkembangan psikologis remaja. Rasanya dalam kondisi pandemi sekarang ini, ketika anak dan remaja berada dan belajar dari rumah, mestinya tontonan televisi menjadi ruang sekolah kedua bagi mereka dengan program tayangan yang edukatif dan positif,” ujar Mulyo.

Sebelumnya, KPI telah memanggil Trans TV untuk mengklarifikasi tayangan tersebut pada tanggal 15 Oktober 2020. Christine M. N. Sihombing sebagai perwakilan dari TRANS TV telah menyampaikan penjelasan terkait dugaan pelanggaran itu. Berdasarkan surat pemberitahuan dari Trans TV terkait penghentian tersebut, pelaksanaan sanksi penghentian akan berlangsung pada 12 dan 13 November 2020. Selama menjalankan sanksi tersebut, Trans TV tidak diperkenankan menyiarkan format sejenis (sesuai dengan Surat Edaran KPI Pusat) pada waktu siar yang sama atau waktu yang lain. ***

Jakarta - Pemilihan Kepala Daerah telah memasuki tahapan kampanye. Meskipun belum masuk pada tahap kampanye di media, pemantauan langsung yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan dapat mencermati konten-konten siaran yang dinilai berpotensi mencederai demokrasi. Analis pemantauan KPI adalah ujung tombak atas hadirnya siaran Pilkada yang adil, seimbang dan tidak memihak, sehingga kualitas demokrasi yang dihasilkan dalam pemilihan kepala daerah serentak ini dapat meningkat. Ketua KPI Pusat Agung Suprio menegaskan, setidaknya tim pemantauan langsung KPI harus memiliki integritas, independen dan professional dalam memahami Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) dalam pengawasan penyiaran Pilkada ini. Hal tersebut disampaikan Agung saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis Pemantauan Penyiaran Pilkada yang digelar KPI Pusat untuk tim pemantauan langsung, pagi tadi secara virtual (06/10).  

Agung meyakini, tim pemantauan langsung yang dimiliki KPI ini sudah teruji dalam berbagai even pesta demokrasi di negeri ini. “Tim pemantau sudah berpengalaman sebelumnya memantau siaran Pemilu dan siaran Pemilihan Presiden (Pilpres),” ujarnya. Semoga ke depan Pilkada sendiri berlangsung dengan aman dan damai, harap Agung. 

Dalam kesempatan tersebut Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang pengawasan isi siaran, Mimah Susanti yang menjadi narasumber Bimtek mengingatkan beberapa masalah krusial dalam penyiaran Pilkada. Menurut Santi dalam pemberitaan Pilkada ada potensi terjadinya ketidakberimbangan. “Coba cek framing dan penggiringan opini,” ujarnya. Jangan sampai pemberitaan Pilkada menjadi tidak adil dan condong pada kandidat tertentu. Kalau memang ditemui ada potensi pelanggaran seperti itu, Santi berharap tim pemantauan KPI dapat segera memberikan tanda (tagging) untuk dapat ditindaklanjuti. 

Selain itu Santi juga menyampaikan harapannya kepada lembaga penyiaran, dalam kontribusinya pada  perhelatan politik ini. “Televisi dan radio harus dapat menjadi barometer informasi pilkada bagi masyarakat, karena kontrol atas pemberitaan yang disajikan lebih terjaga daripada media sosial,” ujar Santi. Selain itu, televisi dan radio juga harus senantiasa menjaga independensi dan netralitas dalam menyajikan berita dan bersikap adil pada semua pihak. Yang tak kalah penting adalah lembaga penyiaran diharapkan turut serta menjaga kondusivitas di masa tenang serta tidak mempengaruhi preferensi pemilih pada hari pemungutan suara. 

Narasumber lain yang juga hadir pada Bimtek tersebut adalah staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, Prof Henry Subiakto. Kontribusi media dalam mendukung kelancaran Pilkada ini salah satunya dapat dilakukan dengan memahami betul aturan-aturan yang ditetapkan penyelenggara pemilu tentang pelaksanaan PIlkada saat ini. Henry menjelaskan, Pilkada yang digelar di tengah pandemi ini tentunya memiliki aturan yang lebih khas dibanding Pilkada sebelumnya. Aturan-aturan seperti ini tentunya harus dipahami betul oleh para jurnalis, sebelum menyampaikan kembali pada publik. Selain itu Henry juga mengingatkan agar lembaga penyiaran jangan jadi bagian dari konflik yang terjadi selama Pilkada. “Karena itu liputan haruslah coverboth side,” ujarnya.  

Narasumber lain yang turut hadir adalah HM Eberta Kawima Deputi Bidang Teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam Bimtek ini, Wima menyampaikan beberapa aturan teknis tentang Pemilu, termasuk tentang tahapan kampanye di media. Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo menyampaikan materi tentang potensi pelanggaran dalam penyiaran Pilkada yang berpotensi muncul. Bimtek ini sendiri dipandu Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang kelembagaan, Irsal Ambia. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.