Jakarta -- Rencana perpindahan dari siaran TV analog ke TV digital atau ASO (Analog Switch Off) di akhir tahun ini, menjadi pokok bahas dalam pertemuan KPI Pusat dengan DPRD Provinsi Jawa Tengah, Senin (7/2/2022). Muncul kekhawatiran terkait minimnya persiapan masyarakat menghadapi migrasi siaran tersebut. DPRD menyampaikan banyak masyarakat daerah yang belum tahu kapan waktu siaran tersebut akan beralih.

Tidak hanya soal waktu, persoalan ketersediaan STB (set top box) dan mekanisme pendistribusian ikut dikeluhkan. Belum ada kecocokan data  antara data pusat dan di daerah menyangkut penerima STB untuk masyarakat menengah ke bawah atau miskin. 

“Kita masih mengalami masalah dengan pendataan masyarakat miskin. Belum ada kecocokan data antara data di pusat, daerah dan provinsi. Data yang dipakai kementerian sosial, berbeda dengan yang ada di daerah. Bisa jadi dalam satu rumah itu ada beberapa anggota keluarga. Artinya, bisa lebih dari satu KK,” kata Mohamad Soleh. 

Menurutnya, diperlukan sosialisasi terarah dan berkelanjutan yang dilakukan Kominfo di daerah menyangkut distiribsi STB. “Mumpung masih ada waktu untuk antisipasi. Kalau alatnya banyak tidak masalah. Tapi kalau alatnya sedikit ini akan jadi masalah. Hal ini menjadi bahasan kami antara Kabupaten dan Kota. ASO ini tujuannya bagus tapi jangan sampai masyarakat tidak bisa lihat TV. Jangan sampai tiba-tiba dimatikan mereka tidak tahu,” tutur Soleh.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, mengatakan posisi KPI menyambut ASO ikut menyokong sosialisasinya. Namun begitu, KPI tetap menyampaikan berbagai masukan termasuk mengenai mekanisme  penyaluran STB termasuk membentuk gugus tugas wilayah. Sayangnya, upaya ini tidak berjalan dengan mulus karena salah pemahaman. 

“Saya sering sampaikan kepada pusat untuk berkoordinasi dengan kominfo daerah. Selain itu, penting dibentuk posko ASO di setiap kabupaten, sebagai tempat masyarakat untuk mengadu soal migrasi ini. Hal ini sangat penting untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak kita inginkan,” kata Echa, panggilan akrabnya.

Selain itu, penanganan distribusi STB harus dilakukan secara tepat, detail dan terstruktur. Pasalnya, tidak semua daerah itu karakter dan kondisinya sama secara ekonomi. Hal ini tidak boleh disamakan, kata Reza.

Reza menuturkan, pihaknya telah mengupayakan sosialisasi ASO ini secara maksimal. Salah satunya mendorong media penyiaran untuk ikut terlibat. “Kami mengapresiasi TV-TV yang membantu sosialisasi ini. Beberapa upaya yang dinilai efektif mengajak masyarakat pindah ke siaran digital adalah dengan memasukan konten-konten populer atau killer konten setiap TV dalam siaran digitalnya,” pintanya. ***/Editor: MR/Foto: AR

 

 

Jakarta -- Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah melakukan kunjungan kerja ke KPI Pusat, Senin (7/2/2022). Ikhwal kunjungan ini dalam rangka rencana membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyiaran di Jateng. Kunjungan tersebut diterima langsung Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, dan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza.

Di awal pertemuan, Ketua Komisi A DPRD Jateng, Mohamad Saleh, menyampaikan jika pembentukan Perda tentang Penyiaran menunggu kepastian ditetapkannya regulasi penyiaran yang baru oleh DPR RI. 

“Karena niat kami membuat Perda Penyiaran maka kami datang ke KPI Pusat dan juga ke Kementerian Dalam Negeri. Karenanya, kami ingin mendapat info terbaru mengenai revisi undang-undang penyiaran supaya regulasi yang kami buat tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut,” kata Soleh.

Menurut Soleh, nantinya rancangan Perda akan menyerap semua kebutuhan stakeholder penyiaran di daerah termasuk penguatan anggaran KPID Jateng.  “Biar ada cantolan anggarannya. Jika hanya mengandalkan hibah, ini akan membahayakan nasib KPID ke depan dari segi anggaran. Kami akan masukan klausul ini dalam rancangan perda tersebut,” tambahnya.

DPRD Jateng juga berniat memasukan poin pengaturan tentang siaran di media baru dalam perdanya. Fenomena radio yang bersiaran lewat streaming seperti Youtube dan Facebook bukan hal yang baru lagi. Sayangnya, dinamika siaran ini tidak tertampung dalam UU Penyiaran yang sekarang. 

“Raperda akan memasukan poin-poin ini jika undang-undang penyiaran baru memasukannya. Ini dampaknya luar biasa bagi masyarakat kita di daerah,” ujar Soleh.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengungkapkan bahwa Komisi I DPR RI menginformasi akan kembali membahas revisi UU Penyiaran yang tertunda di tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, ada kabar jika DPR akan menyelesaikannya di tahun ini. 

Mulyo menambahkan, hadirnya UU baru diharapkan menampung pengaturan tentang media baru yang nantinya memberi kepastian hukum dan keadilan berusaha bagi media apapun. “Keadilan berusaha dan pendapatan pemerintah yang akan diprioritaskan karena selama ini media baru tersebut tidak memberi kontribusi buat negara. Ini harus diatur dan penyiaran yang eksisting harus dilindungi,” tandasnya. ***/Editor: MR/Foto: AR

 

Tarakan -- Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang menjadi program prioritas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ditujukan melecut penyadaran masyarakat Indonesia untuk kritis dan cerdas memilih tayangan atau siaran media yang baik, tepat dan bermanfaat. 

Gerakan literasi yang sudah dicanangkan KPI sejak 2020 lalu ini juga difokuskan mencetak agen-agen literasi di berbagai elemen yang ada di kalangan pendidikan atau akademis hingga kelompok masyarakat. Mereka nantinya menjadi kepanjangan tangan KPI sebagai penyampai pesan-pesan literasi kepada masyarakat. Kapasitas literasi itu harus dimiliki oleh siapapun tanpa terkecuali.

Pencetus GLPS sekaligus Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menyatakan niat kegiatan ini adalah membentuk masyarakat Indonesia yang cerdas. Cerdas di sini artinya masyarakat memiliki kemampuan menilai, memfilter, dan bisa menanggapi dalam koridor yang positif setiap siaran atau tayangan yang mereka terima atau nikmati. Selain juga ikut berpartisipasi membentuk siaran yang berkualitas. 

“Bukan berarti pencerdasan ini mengajak masyarakat untuk tidak nonton TV atau matikan TV jika ada tayangan yang tidak sesuai atau buruk. Tapi bagaimana kita mengarahkan mereka untuk dapat mengalihkannya dengan memilih dan menikmati siaran atau tayangan yang baik, manfaat dan pantas. Artinya, hal ini juga akan memberi efek yang positif terhadap perkembangan TV atau radio tersebut. Bagaimanapun, KPI bertanggungjawab terhadap perkembangan lembaga penyiaran di tanah air,” kata Nuning di sela-sela kegiatan GLSP di Universitas Borneo Tarakan, Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Kamis (3/2/2022).

Menurutnya, permasalahan tayangan itu ada pada kebutuhan pasar atau apa yang menjadi konsumsi masyarakat dan pengiklan. Publik gemarnya siaran atau tayangan seperti apa dan disitulah iklan ikut membuntuti. 

Karenanya, lanjut Nuning, nilai-nilai positif ini harus terus dikedepankan dan didorong lewat gerakan literasi semacam ini. Supaya setiap orang bisa menyampaikan atau bicara apa yang baik dari siaran atau tayangan yang mereka terima. 

“Sampaikan kembali apa yang baik-baik itu. Posting atau viralkan hal-hal baik tersebut dan yang baik lainnya. Jangan sungkan memberi apresiasi pada program yang baik. Dengan begitu, kita sudah membentuk budaya masyarakat yang baik pula dan tentunya membuat penasaran orang lain untuk melihat,” ajaknya kepada peserta literasi yang sebagian besar mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Borneo Tarakan.  

Nuning juga menyinggung peran orangtua dalam membimbing anak-anak pada saat menonton TV. Menurutnya, setiap program acara TV telah terklasifikasi jenis penontonnya seperti D untuk Dewasa, R untuk remaja, SU untuk semua usia, hingga klasifikasi A bagi anak. Jadi, ketika ada tayangan berklasifikasi D kemudian anak didiamkan menonton, hal ini tentu ada yang salah pada pengawasnya.

“Karena itu, kami mengajak adek-adek semua untuk mengindentifikasi hal ini. D itu untuk siaran dewasa dan tayang pada jam 10 atau pukul 22.00 malam ke atas. Tidak boleh ditonton anak di bawah umur. Tidak boleh ada toleransi apapun soal ini. Ini adalah petunjuk yang harus diikuti,” tegas wanita yang aktif membela kepentingan anak dan perempuan dalam siaran ini. 

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Dekan Fakultas Hukum UBT, Nurasikin, menyampaikan kebutuhan informasi merupakan hak setiap warga negara. Namun dia menggarisbawahi informasi yang disampaikan dan menjadi kebutuhan masyarakat adalah yang memiliki nilai manfaat dan mendidik. “Tayangan itu harus memiliki nilai-nilai yang memberi edukasi bagi penontonnya,” katanya di acara literasi tersebut.

Sementara itu, sejumlah mahasiswa yang hadir meminta kepada lembaga penyiaran lebih banyak membuat tayangan yang berbobot dan berkualitas dari segi isi. Mereka mengeluhkan masih adanya TV yang menayangkan atau mengundang seleb-seleb yang viral di media sosial karena hal yang tidak memiliki nilai pendidikan. “Kembalikan fungsi TV yang sebenarnya. Jangan gelap mata karena rating,” tutup Yuni yang disambut tepuk tangan peserta lain. ***/Editor: MR/Foto: AR

 

Denpasar – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali menggelar Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dengan merangkul sejumah praktisi, media lokal, hingga akademisi di wilayah Bali. Kegiatan yang menerapkan protokol kesehatan ini berlangsung selama dua hari, Sabtu hingga Minggu (5-6 Februari 2022) di Denpasar, Bali. 

Sekolah P3SPS ini diharapkan membentuk rasa tanggung jawab khususnya di kalangan industri penyiaran dengan selalu menghadirkan konten berkualitas bagi masyarakat dengan memperhatikan kandungan P3SPS dan Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 ketika memproduksi karya terbaiknya.

Wakil Ketua KPI Pusat yang juga Kepala Sekolah P3SPS, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan penguatan kaidah P3SPS seperti ini sangat penting dilakukan agar dunia kreatif di tanah air semakin terarah dan bernilai baik. Selain itu, TV dan radio masih menjadi prioritas pilihan masyarakat mendapatkan informasi dan hiburan. Karenanya, sebagai media yang keabsahan informasinya dapat dipertanggungjawabkan, TV dan radio wajib memperhatikan instrumen dalam berkreasi yakni P3SPS.

“Memahami beberapa unsur P3SPS sama sekali tidak membatasi ruang gerak ekspresi industri,” kata Mulyo saat menjadi pemateri sekolah P3SPS, Sabtu (5/2/2022) lalu.

Lebih dalam disampaikannya, kalangan industri penyiaran harus memiliki kesadaran dan memperhatikan latar belakang informasi yang akan ditayangkan terutama dari sisi kebermanfaatan. Dalam P3 KPI Pasal 11 ayat (1) dijelaskan bahwa Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik. 

“Faedah konten siaran  yang akan dipublikasikan menuntut mengedepankan kualitas. P3 dan SPS KPI bukan untuk membatasi konsep kreatif, perlu dipahami juga bahwa dalam merancang konsep sebuah program tentu memperhatikan dari sebuah kebermanfaatan,” katanya.

Pemateri lainnya, Komisioner KPI Pusat, Mohammad Reza, mengatakan dirinya merasa prihatin dengan berbagai kualitas tayangan infotainmen. Dalam kenyataannya, sering kali ditemukan contoh tayangan infotainmen yang abai dari unsur edukasi dan hanya mengedepankan asumsi. “Infotainmen ini selalu mendapatkan jam tayang di primetime, perlu dipahami juga oleh kita semua untuk dapat membedakan mana karya jurnalistik dan mana berita,” tuturnya.

Reza melihat kenyataan yang sering ditemui di lembaga penyiaran adalah mengejar eksistensi melalui sebuah rating. Dia juga mengingatkan setiap peserta Sekolah P3SPS untuk dapat memperhatikan kualitas siaran ketimbang rating yang belum diketahui apa instrumen di dalam sebuah penempatan rating itu sendiri. “Tidak selau rating menjadi tujuan utama, tapi ingat nilai dari sebuah tayanganlah yang harus diperhitungkan,” katanya.

Di tempat yang sama, Senior Editor VOA Indonesia, Eva Mazrieva mengatakan, sisi jurnalisme dan ekosistem penyiaran yang sehat harus dijaga. Terkait ini, dia mengapresiasi terselenggraranya Sekolah P3SPS yang menurutnya menawarkan pengalaman lain dalam melihat regulasi penyiaran. 

Dalam prespektif jurnalisme, Eva meminta tim yang terlibat langsung dalam sisi produksi siaran untuk sensitif dengan kaidah yang terkadung dalam kode etik jurnalistik (KEJ). Dia juga meminta kepada peserta sekolah ini untuk bisa menambah wawasan hingga skala global. 

Dia mencontohkan kebanyakan praktik media sekarang hanya merancang dan mengemas isu dalam lingkup nasional ketimbang global. Hal ini berdampak pada minimnya isu nasional di level internasional. “Sebuah gaya berita yang mencakup pandangan global dan memberitakan tentang isu yang melampaui batas nasional seperti perubahan iklim, terorisme hingga pemberitaan terkait covid-19,” kata Eva.

Sementara itu, pada Minggu (6/2/2022), pemateri akan diisi Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, Ketua KPID Provinsi Bali, I Gede Agus Astapa dan Dosen Universitas Warmadewa Denpasar, Nengah Muliartha. Di sesi akhir kegiatan, para peserta Sekolah P3SPS akan menjalani serangkaian prosesi ujian untuk memperoleh kelulusan dalam sekolah kali ini. Maman/Editor: RG dan MR

 

Tarakan – Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tahun 2022 secara resmi dimulai di kota Tarakan, Kalimantan Utara, (3/2). Dipilihnya kota Tarakan sebagai lokasi GLSP karena posisi kota ini yang berada di provinsi perbatasan antarnegara sekaligus menjadi beranda negeri. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah mengatakan, KPI berkepentingan untuk menguatkan wilayah di perbatasan Indonesia dengan konten-konten siaran yang sesuai dengan budaya bangsa. “Kalau masyarakat di wilayah ini mendapat informasi yang cukup tentang ke-Indonesiaan, tujuan berbangsa kita akan terjaga dengan baik,” ujarnya. 

Nuning juga menyampaikan agenda digitalisasi penyiaran yang dimulai pada 30 April 2022 mendatang serta konsekuensi yang dihadapi masyarakat saat siaran analog dihentikan pada 2 November 2022. Harapannya, ujar Nuning, dalam realisasi penyiaran digital ke depan, hak atas informasi bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diperoleh dengan benar.  “Jangan sampai, saat penyiaran analog berhenti, masyarakat kemudian mengeluh karena tidak lagi dapat menonton sinetron kesayangannya atau pun siaran berita favoritnya,” ujar Nuning. 

Dalam konteks ini, Nuning menyinggung pentingnya keberadaan KPID di Kalimantan Utara. Sebagai provinsi paling bungsu di Indonesia, sekaligus provinsi yang bersebelahan dengan negara tetangga, keberadaan KPID tentu sangat diperlukan untuk menjaga penyiaran berjalan dengan baik. Termasuk untuk penyelenggaraan penyiaran digital, tambah Nuning. Sebagai wakil publik, KPID menjadi tempat masyarakat menyampaikan aspirasi dan juga keluhannya pada masa transisi sistem penyiaran ini. 

GLSP yang digelar dengan tema “Cerdas Bermedia Menuju Siaran Berkualitas”, diselenggarakan di Universitas Borneo Tarakan (UBT). GLSP diawali dengan penandatanganan nota kesepahaman antara KPI Pusat dengan UBT tentang peningkatan kerja sama dalam mewujudkan penyiaran yang sehat di Indonesia. Hadir dalam acara tersebut Rektor UBT, Prof Dr Adri Patton, Dekan Fakultas Hukum UBT, Dr Yahya Ahmad Zein, serta Ketua Komisi I DPRD Kalimantan Utara yang juga menjadi narasumber GLSP, Fenry Alpius. 

Kepada mahasiswa UBT yang menjadi peserta GLSP, Fenry mengharapkan kelembagaan KPI dapat diperkuat dan dikokohkan. Sebagaimana dalam undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang meletakkan KPI sebagai lembaga independen yang menjadi representasi publik di bidang penyiaran.  Selain itu, dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat ini, KPI harus memastikan penyiaran memberikan kemanfaatan yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat.  

Fenry menyambut baik keinginan Gubernur Kalimantan Utara saat pembukaan GLSP, untuk segera membentuk KPID di Kalimantan Utara. Dia menjelaskan, ada banyak kepentingan masyarakat di Kalimantan Utara terkait penyiaran yang dapat terlayani dengan baik jika KPID sudah terbentuk di provinsi ini. Termasuk dengan hadirnya televisi-televisi lokal di Kaltara yang juga akan memberi kontribusi besar bagi perekonomian lokal. Foto: AR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.