Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai penolakan lembaga penyiaran untuk memenuhi undangan liputan kampanye terbuka atau secara tatap muka dari pasangan calon (Paslon) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di tengah suasana pandemi Covid-19 masih wajar atau realistis. Apalagi jika paslon tersebut tidak dapat memberi jaminan keselamatan terhadap awak media yang bertugas.  

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, di sela-sela acara Media Gathering bertajuk “Dinamika Penyiaran di Era Pandemi” yang diselenggarakan secara daring dan dihadiri Pemimpin Redaksi dan perwakilan lembaga penyiaran, televisi dan radio, yang bersiaran jaringan, Senin (5/10/2020).

“Apabila tidak ada jaminan keamanan terhadap teman-teman jurnalis di daerah, penolakan undangan peliputan tersebut masih kami nilai memungkinkan dan sangat realitis,” tegas Nuning menanggapi pertanyaan terkait pelarangan penolakan permintaan liputan jurnalistik dari kegiatan salah satu/beberapa peserta Pilkada 2020.

Selain itu, lanjut Nuning, pihaknya akan juga maklum jika ada penolakan peliputan dari lembaga penyiaran karena keterbatasan sumber daya manusia yang ada di sejumlah daerah. “Hal ini harus disesuaikan juga dengan kondisi lembaga penyiaran bersangkutan. Jangan sampai meminta liputan ternyata tidak ada kontributor di wilayah tersebut. Ini jadi pertimbangan juga. Teman-teman bisa menyampaikan kondisi dan keadaan dari lembaga penyiaran,” katanya.

Menurut Nuning, masalah penolakan ini dapat selesai jika tim paslon menyediakan saluran liputan on line (daring) bagi awak media sehingga tetap meliput kegiatan kampanye paslon bersangkutan. “Ini bisa dilakukan dengan memberikan id meeting atau juga rekaman yang proporsional kepada jurnalis sebagai bahan pemberitaan,” usulnya.  

Terkait hal ini, Pemimpin Redaksi CNN Indonesia, Titin Rosmasari menilai, penolakan tersebut didasari sejumlah kekhawatiran seperti kurang maksimalnya pelaksanaan protokol kesehatan saat Pilkada. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa pelanggaran yang terjadi saat kampanye Pilkada dimulai di masa pandemi ini. 

“Ada beberapa undangan yang kami tolak dan ada juga yang tidak karena tidak ada ruang bagi jurnalis terkhusus ruang konferensi pers setelah acara sehingga itu membahayakan bagi para jurnalis. Karena pilkada terus jalan, maka harus ada ruang yang aman bagi para jurnalis pada saat meliput,” katanya. 

Yogi dari Kompas TV juga menyatakan hal yang sama. Menurutnya, liputan pilkada sekarang sangat beresiko bagi jurnalis. Karena itu, partai politik berperan memastikan paslon yang diusung agar tidak melanggar protokol covid. 

“Mungkin KPI bisa menyampaikannya ke pimpinan partai politik secara resmi untuk memastikan semua paslonnya yang diusung agar tidak melakukan kegiatan yang membahayakan atau bertolak belakang dengan protokol covid. Media tidak akan meliput jika beresiko terhadap wartawannya,” ujarnya. 

Kesadaran pelaksanaan protokol covid ini sangat tergantung keteladanan pimpinan. Menurut, Yulia dari RTV, pemimpin menjadi panutan bagi masyarakat dengan memberikan contoh yang baik dan jelas mengenai protokol kesehatan ini. “Keteladanan di kalangan pemimpin dan tokoh masyarakat jadi panutan yang baik untuk berperilaku di tengah pandemi,” katanya.

Meskipun khawatir terjadi penularan virus terhadap jurnalis liputan, lembaga penyiaran berupaya komitmen memberikan ruang yang berimbang, adil dan proporsional bagi paslon manapun. Mereka sepakat siaran pemberitaan maupun iklan kampanye para paslon peserta harus sama porsinya. 

Media penyiaran lebih efektif

Dalam kesempatan itu, para Pemred dan perwakilan yang ditunjuk ikut diskusi juga meminta penyelenggara Pilkada 2020 memberi porsi besar siaran iklan dan sosialisasi Pilkada serta kampanye di lembaga penyiaran. Alasannya, media ini sudah dipayungi aturan sehingga setiap gerak-gerik siarannya diawasi negara dalam hal ini KPI.

Selain itu, informasi yang disampaikan lembaga penyiaran dinilai sangat efektif dan lebih dapat dipertanggungjawabkan.                                                                    

Dede Apriadi dari Net TV bahkan meminta pemerintah untuk lebih fokus mensosialisasikan Pilkada 2020 di media mainsteram ketimbang menggunakan jasa media lain. “Saat ini, saya lihat pemerintah sudah mensosialisasikan di media mainsteram. Ini penting, kita punya tugas mensukseskan pilkada tapi pemerintah harus membantu kami agar tidak mati karena sektor swasta lagi berat-beratnya,” keluhnya.

Perwakilan Metro TV, Budiyanto, urun saran yang sama soal pemanfaatan media penyiaran sebagai media untuk melakukan proses sosialisasi dan kampanye Pilkada selama pandemi. Menurutnya, kampanye di media cukup aman dan dapat mengurangi resiko penularan virus covid di saat Pilkada. 

“Ini menjadi momentum perubahan perilaku. Bagaimana memanfaatkan media terutama media televisi. Terkait Pilkada ini mari gunakan media mainstream sebagai sarana untuk edukasi politik, kampanye dan personal branding,” tuturnya dalam diskusi yang dipandu Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano. ***

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong lembaga penyiaran mengarahkan orientasi program siarannya pada perlindungan anak dengan tidak hanya menayangkan program acara khusus anak tetapi juga siaran yang sepenuhnya ramah terhadap mereka. Selain berdampak baik terhadap tumbuh kembang anak, hal ini bagian dari upaya melindungi hak mereka dalam bermedia.

“Kami mendorong hal ini jadi program acara apapun di lembaga penyiaran harus mengedepankan perlindungan dan ramah anak,” kata Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, pada saat kegiatan webinar Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) bertajuk "Penyiaran Ramah Anak" yang diselenggarakan secara daring, Rabu (30/9/2020).

Menurut Irsal, siaran yang ramah terhadap anak dapat memberi pengaruh yang baik terhadap tumbuh kembang mereka ke depan. “Bagaimana pun anak itu tumbuh dan kembang dari apa yang dia lihat dan itu termasuk dari siaran televisi yang mereka tonton,” ujarnya. 

Dalam konteks kemanfaatan, Irsal memandang media penyiaran harus dapat menunjukkan inspirasi bagi setiap orang termasuk anak. Inspirasi ini akan memberi dampak yang baik dan mendorong orang untuk berpikir dan bertindak maju. 

“Sejarah penyiaran dahulu itu banyak menginspirasi orang terutama pada level anak-anak. Idealnya penyiaran itu dapat menginspirasi bangsa. Apalagi, anak-anak ini akan menjadi orang penting nantinya,”ujar Irsal. 

Di tengah situasi pandemi Covid-19, lanjut Irsal, anak-anak menjadi bagian dari kelompok yang banyak menonton televisi. Posisi mereka yang lebih banyak di rumah menjadikan siaran TV sebagai salah satu hiburan mereka. “Karenanya, dalam keadaan seperti ini penyiaran di saat pandemi harus menekankan pada siaran yang baik dan mendidik dan menjauhkan dari pengaruh buruk,” pintanya. 

Terkait hal ini, Irsal memandang pentingnya perhatian orangtua terhadap anak. Dia menyarankan orangtua harus memberi pendampingan terhadap anak-anaknya saat menonton televisi atau mengkonsumsi media apapun. “Fungsi pendampingan ini untuk memastikan anak-anak menyaksikan siaran yang layak dan pantas bagi mereka. Selain itu, orangtua menjadi pembimbing dan memberi penjelasan kepada anak atas informasi yang mereka kurang pahami,” jelasnya.

Irsal juga mengajak stasiun televisi jaringan besar untuk ikut aktif membantu pendidikan anak atau belajar dari rumah melalui TV. “Selama ini sudah dilakukan TVRI, televisi lain juga harus ikut membantu melalui kegiatan program belajar,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha, berharap lembaga penyiaran dapat menghadirkan tayangan yang menarik sekaligus mendidik bagi anak terutama dalam kondisi saat ini. Pasalnya, hampir sebagian besat anak sekarang tidak sekolah tatap muka dan ini menyebabkan mereka memiliki waktu lebih banyak di rumah untuk menonton TV. 

“Saya juga berharap agar KPI bisa melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran agar program acara yang siarkan kepada publik dan terutama anak-anak adalah sebuah tontonan yang ramah anak,” katanya.

Wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalimantan Selatan ini menyatakan akan memasukan poin keberpihakan kepada anak agar tayangan lebih ramah dalam revisi Undang-undang Penyiaran yang akan kembali dibahas tahun depan. 

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, menjelaskan tentang kewajiban lembaga penyiaran untuk memberi perlindungan terhadap anak dalam isi siaran. Perlindungan ini mencakup terbebasnya mereka dari siaran yang ada unsur kekerasan, pornografi, perundungan, mistik dan unsur negatif lainnya. Webinar ini juga menghadirkan narasumber dari RTV, Gustav Wisnubrata. ***

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengatakan kedaulatan dan rasa nasionalisme di wilayah perbatasan sangat berkaitan dengan adanya penyiaran nasional. Salah satu upaya untuk menghadirkan penyiaran nasional di wilayah perbatasan dan wilayah tak terjangkau siaran adalah dengan penyiaran digital. 

Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, usai mengikuti upacara Hari Bakti Postel ke 75 secara daring dan juga menerima tanda kehormatan Satyalencana Wirakarya di bidang Pos dan Telekomunikasi yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Senin (28/9/2020).

Menurut Agung, penyiaran digital sangat pas dan tepat dengan kondisi penyiaran di wilayah perbatasan. Selain mempunyai peran strategis dalam memperkuat persatuan dan kedaulatan bangsa, juga pemerataan pembangunan. 

“Hadirnya siaran lewat penyiaran digital ini sekaligus dapat menunjang kegiatan perekonomian dan berperan vital dalam hal edukasi masyarakat,” tambahnya.

Agung yang menjadi inisitor serta mendorong penyiaran digital di wilayah perbatasan, pada tahun 2017, bersama dengan Kominfo dan TVRI, telah melaksanakan penyiaran digital di empat daerah perbatasan, yakni Nunukan, Atambua, Sungai Pakning dan Balai Karangan.

“Kami berharap ke depan akan banyak daerah-daerah lain terdepan atau yang berbatasan dengan negara lain dapat menikmati penyiaran digital. Kami akan terus mengupayakan dan mendorong hal itu agar keadilan memperoleh informasi untuk warga negara dapat terpenuhi,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Menteri Kominfo, Johnny G Plate, mengucapakan selamat atas terpilihnya Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, sebagai penerima tanda kehormatan Satyalencana Wira Karya dari negara atas jasanya menginisiasi penyiaran digital di wilayah perbatasan. ***/foto humas kemenkominfo

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai pelaksanaan sistem siaran digital akan lebih efektif jika dibarengi sebuah riset atau survey tentang minat, kepentingan dan kenyamanan (MKK) publik. Riset ini untuk mengetahui seperti apa siaran atau tontonan yang diinginkan publik. Kajian ini akan membuka pandangan tentang peluang usaha dan seperti apa lembaga penyiaran membuat genre siaran yang selaras dengan keinginan masyarakat.

Penilaian tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, di sela-sela acara webinar bertajuk “Indonesia Goes to Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan KPID Provinsi Maluku, Selasa (29/9/2020). 

Dia menjelaskan, analog switch off (ASO) atau peralihan sistem siaran analog ke digital dapat membuka peluang munculnya puluhan stasiun televisi baru. Ini karena penggunaan kanal frekuensi dalam sistem baru ini menjadi lebih efektif. Artinya dalam satu kanal dapat diisi 8 hingga 16 slot siaran HD (High Devinition), sedangkan sistem analog dalam satu kanal frekuensi hanya bisa dimanfaatkan satu siaran.   

“Tapi apakah dengan banyak bermunculan televisi ini akan membuat konten menjadi beragam. Lalu bagaimana posisi publik dengan keragaman ini. Apakah mereka nyaman dengan banyaknya siaran televisi. Terkait ini, KPI sudah merancang riset ini,” tegas Reza.

Rencananya, riset MKK yang diinisiasi KPI digulirkan tahun depan. Riset ini nantinya akan memotret daerah dengan membagi menjadi dua yakni daerah ekonomi maju dan sebaliknya. Hasil dari riset ini sangat berhubungan dengan konsep pendirian lembaga penyiaran di wilayah bersangkutan. 

“Seperti apa masyarakat membutuhkan lembaga penyiaura di daerahnya. KPI akan memotret dan menyiapkan data tersebut. Sehingga penyelenggaran siaran digtal di daerah sesuai dengan minat, kenyamanan dan kepentingan publik,” jelas Echa, panggilan akrab Komisioner KPI Pusat bidang PS2P (Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran).

Dalam kesempatan itu, Reza menilai sistem digital akan membuat siaran menjadi lebih efisien dan dapat menjangkau daerah tak terjangkau siaran atau blankspot. Pemancar analog membutuhkan power besar, sedangkan digital tidak namun begitu dapat menjangkau lebih luas. 

“Banyak daearah yang belum terjangkau siaran. Semakin lama sistem digital ini diterapkan akan makin banyak daerah-daerah blankspot di tanah air. Dan ini membuat luberan siaran asing di perbatasan makin melimpah karena negara-negera tetangga sudah melakukan sistem digital ini lebih dahulu dari kita,” tandasnya. 

Staf Ahli Menteri Kominfo, Henry Subiakto, mengatakan peralihan dari analog ke digital sangat penting karena terkait penataan ulang frekuensi di tanah air. Penataan ini membuat penggunaan frekuensi jadi lebih efisien sehingga dapat dimanfaatkan untuk banyak kepentingan di bidang komunikasi dan internet. 

“Kenapa ini penting, karena perkembangan ini menjadi keniscayaan. Presiden sudah meminta transformai digital dengan menyiapkan seluruh infrastruktur digital termasuk internet. Sayangnya, ini tidak diimbangi dengan frekuensi yang sudah terlanjut dipakai TV analog. Maka hal ini harus diefisiensikan,” kata Henry saat membuka webinar. 

Dia mengatakan bahwa Indonesia telah lewat untuk ASO. Di negara ASEAN hampir semuanya sudah migrasi ke digital. Bahkan, Thailand yang belajar dengan kita sudah melakukannya. “Ini penting supaya teknologi yang dikembangan bisa maksimal dan internet bisa dimaksimankan oleh rakyat. Rakyat dapat menikmati layanan broadband yang lebih besar dan baru,” tandas Henry. 

Dalam webinar itu turut hadir sejumlah narasumber yakni Ketua KPID Maluku, Mutiara Dara, Akademisi dari Universitas Gunadarma, Budi Hermana. Jalannya webinar di pandu Komisioner KPID Maluku, Muhammad Asrul Pattimahu. ***

 

Jakarta – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, fenomena media baru membutuhkan regulasi atau aturan yang komprehensif. Ruang tanpa batas di media ini menjadi salah satu celah kebebasan yang tak terukur. Dengan adanya regulasi terkait perkembangan media baru diharapkan dapat memastikan keamanan dan asas penggunaan media yang lebih sehat serta seimbang.

“Kepastian hukum dari fenomena media baru ini sifatnya sudah mendesak. Kebebasan yang terjadi di ruang digital harus mendapatkan payung hukum yang jelas,” tutur Yuliandre Darwis saat menjadi pemateri dalam diskusi berbasis digital yang diselenggarakan Pranata Humas DPR RI dengan tema “Perkembangan Dunia Broadcast di Indonesia” di Jakarta, Jumat (25/9/2020).

Pada hakikatnya, KPI adalah bagian dari masyarakat yang menginginkan adanya sisi edukatif dari wajah penyiaran bangsa. Dalam hal ini, Yuliandre yang juga Dewan Pakar Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) Pusat menilai Undang - Undang Penyiaran yang dibentuk pada 2002 pada saat teknologi komunikasi belum semasif sekarang dan belum menangkap dinamika perkembangan internet khususnya terkait media sosial. 

“Hingga saat ini memang belum ada aturan komprehensif tentang penyelenggaraan penyiaran over  the top (OTT) yang menggunakan internet,” kata pria yang akrab disapa Andre ini.

Dalam kesemparan itu, Andre mendorong produksi konten yang layak, sehat dan berkualitas di kalangan anak muda. Menurutnya, membuat konten tidak hanya sekedar ala kadar tapi juga harus melihat implikasi dari dampak yang diakibatkan oleh konten tersebut. 

“Yang harus dipahami ketika membuat konten adalah kita harus membayangkan konten itu layak atau tidak untuk saudara, anak kita, keluarga dan orang lain. Jika tidak layak tidak usah dibuat. Sederhana saja. Ada norma dan adab yang ada di Indonesia. Ini hal hal yang perlu diperhatikan,” tegas Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini. 

Mengukur tayangan  yang sehat dan baik itu tidak mudah karena setiap orang punya penilaian berbeda. Tapi, kata Andre, kita tahu mana konten yang bagus dan sehat, mana yang ada edukasi dan berpengetahuan yang mengubah tontonan itu jadi value dan karakter positif. “Setiap orang pasti tahu tentang ini karena kita punya background tentang ini. kita harus berpikir positif untuk membuat hal yang baik. Jangan berpikir negatif. Jauhkan dari hal itu,” tandasnya. **

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.