Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta tim seleksi KPI Daerah Riau memperhatikan keterwakilan perempuan dalam proses seleksi yang dilakukan untuk menjaring anggota KPID Riau periode 2021-2024. Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Mohammad Reza, menegaskan bahwa keterwakilan perempuan di KPID jangan sampai diabaikan. Pengawasan terhadap konten televisi dan radio harus memberi ruang yang layak pada kaum perempuan. Hal tersebut disampaikan Reza saat menerima kedatangan tim seleksi KPID Riau yang dipimpin oleh Aidil Harris ke kantor KPI Pusat, (5/10).

Dalam pertemuan tersebut disampaikan tahapan yang sudah dilalui oleh tim seleksi dalam rangka menjaring 21 nama calon anggota KPID Riau periode 2021-2024. Selain itu, disampaikan juga beberapa masalah yang timbul diantaranya soal calon petahana, independensi calon, hingga mekanisme uji publik dalam menjaring masukan masyarakat terhadap calon anggota KPID. 

Pada kesempatan itu, Sekretaris KPI Pusat Umri mengingatkan ketentuan terhadap calon anggota KPID yang merupakan Aparat SIpil Negara (ASN). “Untuk ASN, ada ketentuan khusus yang harus dipenuhi jika mendaftar sebagai anggota KPID, diantaranya surat izin dari pimpinan,” ujarnya. Hal ini merujuk pada aturan di  Undang-Undang Aparat Sipil Negara tentang keikutsertaan ASN dalam lembaga nonstruktural. 

Terkait dengan independensi calon, Reza memaparkan bahwa calon anggota KPID berkewajiban membuat surat pernyataan tertulis tidak terafiliasi dengan partai politik. Jika memang ada masukan dari masyarakat yang mempertanyakan soal independensi dan netralitas tersebut, baiknya dilengkapi dengan bukti tertulis agar mudah dilakukan tindak lanjut baik oleh tim seleksi atau pun oleh Komisi I DPRD. /Editor:MR

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menemukan siaran yang tidak pantas dalam program siaran iklan “Promo Program Podcast Pasar Kaget” di Radio RDI FM Jakarta. Siaran itu berupa potongan candaan yang asosiatif bernuansa seksual/cabul dan perilaku “Gay” tanpa penjelasan yang memadai sebagai bentuk perbuatan penyimpangan seksual. Candaan ini ditemukan pada promo program tanggal 13 September 2021 pukul 20.46 WIB.

Adapun bentuk potongan pembicaraannya yakni:“..gue kan ngga gede-gede amat jadi masuknya gampang..”, “..cuma kan namanya eike belum ada persiapan, masih belum dicuci bersih kan pas dia nyodok, nyodok, nyodok pas ditarik keluar bareng kangkung wek..”, “..pas ditarik lapis pertama kangkung, lapis kedua kelinci..”, “..tapi kalau gay yang laki itu ngga ketebak lho..”, “..nah itu yang gue takutin..”, “..nah itu dia..”, “..yang ada lagunya lecet lagi lecet lagi gara-gara si homo lewat..”. 

Selain itu, tim pemantauan langsung radio KPI juga menemukan muatan serupa pada tanggal 16 September 2021 pukul 20.45 WIB di RDI FM.

Berdasarkan hasil keputusan rapat penjatuhan sanksi KPI, siaran candaan tersebut telah melanggar 10 pasal dalam P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) KPI tahun 2012. KPI memutuskan menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama untuk program siaran iklan “Promo Program Podcast Pasar Kaget” Radio RDI FM Jakarta. Adapun pasal-pasal yang dilanggar menyangkut aturan tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan di masyarakat, perlindungan terhadap anak dan remaja, penggaturan waktu siar serta kewajiban untuk tunduk pada etika pariwara yang berlaku. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan lembaga penyiaran khususnya radio harus berhati-hati dan sebaiknya menghindari segala bentuk candaan bernada asosiatif. Menurutnya, candaan asosiatif seperti ini dinilai sebagai tindak pelanggaran terhadap penghormatan etika dan norma yang berlaku di tengah masyarakat.

“Dan ini jelas melanggar peraturan P3SPS. Bahwa segala bentuk siaran atau iklan yang menjurus asosiatif tidak diperbolehkan, meskipun itu dalam bentuk candaan. Siaran haruslah memberi rasa aman dan nyaman bagi siapapun. Program siaran itu wajib berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak negatif terhadap keberagaman norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh masyarakat,” kata Mulyo.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta seluruh lembaga penyiaran khususnya radio agar lebih berhati-hati dan selektif memilih bahan candaan untuk disiarkan, baik itu untuk program promo maupun mengisi program lainnya. “Memang rasanya tidak asyik jika siaran di radio tidak dibumbui dengan candaan-candaan atau humor, pastinya hambar. Jadi yang harus diperhatikan adalah bentuk candaannya, jangan sampai mengarah pada hal-hal yang berasosiasi cabul, tak pantas, atau juga SARA,” jelas Mulyo. ***

 

 

Jakarta - Ketentuan alokasi Program Siaran Lokal (PSL) di setiap stasiun televisi berjaringan dinilai sebagai bentuk semangat menjaga desentralisasi. Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Agung Suprio dalam acara diskusin kelompok terpumpun atau Focus Group Discussion (FGD) yang digelar KPI Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Selasa (5/10/2021).

“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ini beriringan dengan semangat desentralisasi. Konten lokal dalam televisi semisal, juga merupakan bagian dari semangat itu,” ungkapnya.

Agung menjelaskan bahwa dengan penerapan ketentuan 10 persen konten lokal akan hadir potensi-potensi lokal di layar TV seperti budaya, sosial, kearifan lokal. Selain itu, ketentuan ini bisa mendorong hadirnya rumah-rumah produksi atau production house (PH) di daerah, sehingga bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan serapan tenaga kerja di wilayah tersebut.

Memasuki era digitalisasi penyiaran, Agung optimis bahwa konten lokal juga sangat memungkinkan disalurkan di beragam media. “Konten lokal saat ini bisa dinikmati di layar-layar televisi. UU Ciptaker, membuka peluang untuk hadirnya televisi-televisi lokal dengan program-program yang terkait erat dengan lokalitas,” kata Agung.

Hadir dalam acara tersebut, Don Bosco Selamun Metro TV, Neil Tobing Wakil Ketua ATVSI, Prof Judhariksawan serta Sukamto dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI sebagai narasumber. Met/Editor:MR

 

 

Jakarta - Adanya tuduhan kasus kekerasan seksual dan perundungan di lingkungan kerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan bahan evaluasi internal bagi pembenahan lembaga ke depan. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah mengatakan, para prinsipnya KPI telah menyerahkan kasus ini untuk ditangani oleh penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian. Namun secara internal, KPI juga akan melakukan pembenahan diantaranya dengan melakukan evaluasi terhadap budaya dan relasi kerja yang terbangun di KPI. Selain itu KPI juga akan berecana Menyusun aturan dan modul untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual dan perundungan. Hal ini tentunya bertujuan agar tumbuh lingkungan kerja yang sehat di KPI. Nuning menyampaikan hal tersebut saat menerima Koalisi Masyarakat Peduli Korban Kekerasan Seksual Dalam Lembaga Negara di kantor KPI Pusat, (5/10). 

Perwakilan Koalisi yang turut hadir dalam pertemuan ini adalah LBH APIK, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), LBH Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Suara Kita, Warta Feminis, Konde.co, dan Kapal Perempuan. Pada pertemuan tersebut, Hartoyo dari Suara Kita mengemukakan pendapat bahwa KPI seharusnya membentuk tim independen yang mengikutsertakan pihak eksternal KPI dalam mengusut tuduhan kasus pelecehan dan perundungan di lingkungan kerja KPI. 

 

Hartoyo mengungkap, kasus kekerasan seksual merupakan kasus yang sulit untuk dibuktikan jika merujuk pada hukum yang ada sekarang. Dari sekian ratus aduan yang diterima organisasi kelompok perempuan, hanya sedikit saja yang dapat dibuktikan dan diputus bersalah oleh hukum. Oleh karenanya, merujuk pada Konvensi ILO, seharusnya korban-korban kekerasan seksual dapat menerima keadilan dalam bentuk lain jika hukum formal menyatakan kasus tersebut tidak terbukti. 

Koalisi sendiri mengapresiasi rencana KPI menyusun pedoman internal untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan kerja. Adapun harapan lain yang disampaikan kepada KPI adalah terjaminnya hak korban dalam proses penyelesaian kasus seperti perlindungan dan keamanan korban, hak korban sebagai pekerja dari penanganan hingga pemulihan. Selain itu, Hartoyo pun menilai, untuk terduga pelaku juga harus dibantu melakukan rehabilitasi terhadap cara pandangnya. KPI juga diharap memberikan bantuan psikologis terhadap keluarga korban dan terduga pelaku. 

KPI sendiri, sejak awal merebak tuduhan ini telah menempatkan diri untuk membela korban. Salah satunya dengan memberi pendampingan pada korban untuk membuat laporan ke pihak kepolisian. Ditegaskan pula oleh Nuning, sejak awal pihaknya konsisten agar kasus ini ditangani oleh penegak hukum. “Para pimpinan, pejabat dan staf di KPI juga sudah memenuhi panggilan dari pihak kepolisian dan juga KOMNAS HAM untuk memberi keterangan,” ujar Nuning.  

Sementara itu Sekretaris KPI Pusat, Umri, menjelaskan langkah yang sudah diambil KPI dalam menangani kasus ini. Ke depan, Umri berharap masukan dari semua pihak dalam penyusunan aturan atau standarisasi perilaku di lingkungan kerja yang dapat mencegah terjadinya perilaku kekerasan. Sedangkan Nuning sendiri berharap, selain mengawal kasus tuduhan kekerasan seksual dan perundungan, Koalisi ini juga ikut memberikan perhatian terhadap konten-konten penyiaran yang tidak sensitif gender dan berpotensi menjadi promosi terhadap perilaku kekerasan terhadap perempuan. Diantaranya program siaran yang memposisikan perempuan di pihak yang lemah dan tidak memberi pesan yang tegas terhadap perilaku ketidakadilan.

 

 

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengapresiasi langkah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Barat (Sulbar) yang telah menyiapkan proses seleksi anggota KPI Daerah Sulbar secara tepat waktu. Ketepatan waktu seleksi ini menurut Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah saat menerima perwakilan Komisi I DPRD Sulbar yang berkonsultasi tentang rekruitmen KPID Sulbar. 

Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua Komisi I DPRD Sulbar Syamsul Samad dan anggota lainnya, Firman Argo. Syamsul menyampaikan pada forum bahwa pihaknya sudah membentuk tim seleksi KPID Sulbar yang terdiri atas berbagai unsur masyarakat di antaranya, budayawan, akademisi dan perwakilan perempuan. Dalam kesempatan itu, Syamsul mempertanyakan tentang posisi petahana yang akan ikut lagi dalam proses seleksi. Selain itu, terkait pergantian antar waktu untuk anggota KPID, dimintakan pula oleh Syamsul keterangan prosesnya. 

Komisioner KPI Pusat BIdang Kelembagaan, Nuning Rodiyah yang juga merupakan koordinator wilayah Sulbar menyampaikan beberapa hal terkait seleksi anggota KPID. Jika merujuk pada peraturan kelembagaan KPI, maka petahana tetap mengikuti proses seleksi administratif. Jika lulus dalam proses ini, petahana dapat langsung ikut fit and proper test di DPRD. Untuk proses fit and proper test ini, Nuning berpendapat setiap tahapan seeksi harus dilakukan secara terbuka untuk menjaga transparansi proses seleksi.

Kepada Komisi I DPRD, Nuning mengingatkan agar anggota KPID yang terpilih dapat memenuhi proporsi minimal 30% perempuan. Dirinya sangat menyayangkan dalam seleksi KPID di beberapa daerah, ada yang tidak menjaring satu pun perempuan yang duduk sebagai komisioner KPID

Masukan lain kepada Komisi I DPRD Sulbar adalah terkait keluasan wawasan yang harus dimiliki calon anggota KPID. Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Hardly Stefano Pariela menegaskan pengetahuan tentang isu konten lokal merupakan sebuah keharusan, karena KPID akan menjaga kepentingan masyarakatnya. Selain itu, tambah Hardly, literasi media dan digitalisasi penyiaran juga harus dipahami betul oleh mereka yang berkenan menjadi regulator penyiaran di daerah. 

Syamsul sendiri menjelaskan posisi penjadwalan seleksi KPID Sulawesi Barat. Harapannya, proses ini dapat berjalan lancar  dan selesai tepat waktu, agar tidak ada kepentingan masyarakat terkait penyiaran yang diabaikan di daerah KPI termuda ini./Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.