Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan seluruh lembaga penyiaran untuk lebih ketat dan serius menjalankan protokol kesehatan di lingkungan kerjanya. Lembaga penyiaran juga diminta memberi perhatian kepada tim produksi yang terlibat dalam pembuatan tayangan agar menjaga jarak pada saat produksi sesuai protokol kesehatan Covid-19.
Hal ini disampaikan Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, di sela-sela kegiatan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) PT Banten Media Global Televisi atau My TV dan PT Metropolitan Televisindo atau RTV (Rajawali Televisi) yang diselenggarakan secara daring dan tatap muka di Kantor KPI Pusat, Jakarta, Sabtu (19/9/2020).
Permintaan ini dilayangkan terkait informasi yang diperoleh KPI bahwa sejumlah karyawan salah satu televisi swasta berjaringan nasional dinyatakan positif terpapar virus Covid-19.
“Kami mengingatkan My TV, RTV dan seluruh karyawannya. Karena ada kasus seperti ini, agar menjaga jarak dan menaati protokol Covid dalam lingkup produksi dan juga administrasi. Saya juga mengingatkan host dan talent acara yang terlibat dalam produksi siaran untuk menjaga jarak dan patuh pada protokol yang sudah dibuat,” tegas Echa, panggilan akrabnya.
Ia menilai, pelaksanaan protokol covid yang diterapkan oleh host dan talent saat tampil dalam program acara akan memberi contoh baik bagi masyarakat. Penonton akan meniru dan menjadikan hal itu sebagai kebiasaan keseharian mereka.
“Jangan masyarakat menganggap covid ini sebagai sesuatu yang biasa dengan tidak disiplinnya kita melaksanakan protokol kesehatan di layar kaca. Tolong pesan ini disampaikan untuk menjaga jarak. Jika program yang disiarkan itu program lama, kasih penjelasan ke masyarakat. Kita berharap mereka juga peduli. Kita harus berkontribusi menekan laju penyebaran virus tersebut melalui siaran,” tandas Echa. ***
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta My TV atau PT Banten Media Global Televisi untuk serius menjaga komitmennya sebagai televisi perempuan di Indonesia. Menyandang sebagai pioneer televisi perempuan pertama di Indonesia, My TV harus mampu dan konsisten memberikan tontonan ataupun informasi yang layak, edukatif, membangun dan baik bagi semua perempuan di tanah air.
Pendapat tersebut disampaikan KPI pada saat acara Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) perpanjangan izin penyiaran antara KPI Pusat, KPID Provinsi DKI Jakarta dengan PT Banten Media Global Televisi atau My TV yang diselenggarakan secara daring dan tatap muka di Kantor KPI Pusat, Sabtu (19/9/2020) pagi.
Sebagai keterangan, EDP ini terselenggara atas permohonan My TV untuk memperpanjang izin penyelenggaraan penyiarannya yang akan habis tahun depan. Dari EDP ini, KPI mengeluarkan surat rekomendasi kelayakan (RK) kepada lembaga penyiaran bersangkutan untuk meneruskan proses perizinannya ke tahap berikut. Dalam EDP ini, My TV menyampaikan presentasi permohonan sekaligus rancangan format acaranya.
Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dalam sambutannya mengatakan, pilihan My TV menjadi televisi perempuan adalah sebuah hal menarik dan penuh tantangan. Pasalnya, tidaklah mudah mencuri hati penonton TV khususnya perempuan untuk menonton siaran sebuah TV jika siaran tersebut tidak menarik bagi mereka. Apalagi saat ini, televisi sangat bergantung rating dalam memformat program siaran.
“Perempuan itu loyalitasnya tinggi. Jika sudah suka dengan sesuatu mereka tidak akan berubah. Dikasih informasi apapun, dia akan tetap dengan pilihannya dan bergeming. Jadi langkah yang harus dilakukan My TV adalah bagaimana mendorong perempuan untuk beralih menonton siaran My TV. Saya juga berharap My TV dapat konsisten pada segmentasi perempuannya,” pinta Agung dalam EDP yang dipandu Koordinator bidang PS2P sekaligus Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza.
Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, menilai keberadaan My TV sebagai televisi perempuan memunculkan sebuah konsekuensi. Hal ini terkait dengan masih rendahnya nilai indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia khususnya perempuan. Menurut dia, angka tersebut menjadi tantangan bagi My TV untuk dapat mendorong peningkatan nilai indeks pembangunan tersebut.
“Ini menjadi tantangan ketika ada media yang mengkhususkan format siarannya untuk perempuan. Bagaimana kita meningkatkan kualitas perempuan Indonesia dan ini mencakup banyak sektor seperti kesehatan, pendapatan dan pendidikannya. Isu-isu ini menjadi sebuah diskusi yang spesifik pada perempuan. Kita harus mampu mengangkat perempuan Indonesia ke level yang lebih tinggi lagi. Karenanya, ketika My TV memilih segmen ini, artinya anda harus dapat mengaplikasikannya dalam program acara,” ujar Irsal.
Irsal juga mengingatkan My TV untuk mengacu pada pedoman penyiaran yakni P3SPS KPI. Aturan ini sangat peduli dengan perlindungan anak dan isu perempuan. “Dasar berpikir P3SPS ada di situ. Hal ini harus dipahami. Jadi ketika My TV beroperasi, siarannya harus mengacu pada aturan ini. Jika ada pelanggaran, berarti level sebagai TV perempuan belum sempurna,” tegas Komisioner bidang Kelembagaan ini.
Hal yang sama turut diutarakan Komisioner KPI Pusat, Aswar Hasan. Menurutnya, posisi perempuan dalam siaran jangan hanya sebagai objek tapi harus juga menjadi subjek. Dengan begitu, akan banyak pokok bahasan dan masalah yang dijelajahi. “Perempuan harus menjadi subjek dalam program siaran. Sehingga menjadi topik utama yang menjadi perhatian pemirsa utamanya,” tambah Aswar.
Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, berharap My TV dengan format perempuan tidak terjebak dengan platform media sosial dan streotip. My TV harus memberi pengajaran tentang hal yang berbeda dengan mengutamakan pemberdayaan perempuan. “Jangan perempuan hanya menjadi objek. Kita berharap perempuan jadi lebih hebat dengan adanya siaran dari My TV,” tandasnya.
Ketua KPID Provinsi DKI Jakarta, Kawiyan, menyatakan bahwa televisi apapun kontennya, harus mengingat tentang tugas dan fungsinya sesuai dengan UU Penyiaran. Menurutnya, My TV harus berpatokan bahwa penyiaran diselenggarakan untuk membentuk watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan, meningkatkan kesejahateraan umum dan membangun masyarakat. “Pasal dalam UU Penyiaran ini harus dijadikan pegangan utama membuat program,” ujarnya di ruang EDP virtual itu.
Acara yang edukatif dan Inspiratif bagi perempuan
Dalam EDP ini, KPI turut menghadirkan sejumlah panelis yang berasal dari tokoh masyarakat, akademisi yang peduli terhadap perempuan. Mereka diberi kesempatan menyampaikan masukan dan pertanyaan terkait format acara di My TV. Salah satu panelis yang menyampaikan hal itu adalah Yayuk Sriwartini.
Ia menilai My TV harus banyak menghadirkan acara yang menonjolkan prestasi perempuan dengan harapan menjadi contoh bagi yang lain. “Saya rasa masih kurang program seperti ini yang merepresentasikan perempuan hebat yang menjangkau semua orang. Harus ada program yang inspiratif dengan menampilkan profil perempuan yang berprestasi, tidak hanya perempuan dari kalangan menengah atas tapi juga ke bawah,” kata Yayuk.
Tokoh Perempuan lainnya, Gigih Cindera Kasih, meminta My TV memberi perhatian pada sektor ekonomi perempuan khususnya yang bergerak di UMKM. Tema perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga bisa diangkat di layar kaca.“Saya berharap ada program yang bisa memfasilitasi perempuan agar dapat menambah penghasil. Ini terkait program UMKM untuk perempuan. Tontonan harus jadi tuntunan,” katanya.
Gigih menilai banyak tayangan yang ada sekarang justru tidak mendidik perempuan dan justru membuat mereka menjadi tak berkembang. “Saya harap My TV tidak memberikan tontonan yang demikian. Seperti sinetron yang tidak ramah perempuan. Mohon kasih solusi bagi perempuan untuk dapat pendidikan dalam tayangan. TV bisa menjadi berperan memberi pendidikan tersebut,” ujarnya kemudian.
Sementara itu, My TV melalui Evan Setiawan, Nerviadi dan Herty Purba menyatakan siap menjalankan komitmennya menjadi televisi perempuan di Indonesia. ***
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Komisi Informasi, dan Dewan Pers menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) secara tatap muka dan daring dengan Komsi I DPR RI, Rabu (16/9/2020). RDP kali ini membahas rancangan anggaran kerja kementerian dan lembaga untuk tahun 2021.
Setelah pemaparan Sekjen Kemenkominfo, Niken Widiastuti, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan rancangan anggaran lembaganya untuk tahun 2021. Sejumlah program prioritas seperti riset indeks kualitas, survei minat kepentingan dan kenyamanan, gerakan literasi media, dan pengawasan isi siaran.
“Untuk pengawasan siaran, kami akan menambah jumlah lembaga penyiaran yang diawasi. Untuk televisi kami akan menambahnya menjadi dua,” katanya di depan Pimpinan dan Anggota Komisi I yang hadir dalam RDP tersebut.
Dalam tanyajawab, KPI mendapat pertanyaan tentang konten siaran terkait horor dan lainnya. Mengenai ini, Agung menjawab bahwa pengawasan dan kebijakan KPI soal isi siaran semuanya berlandaskan UU Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012.
“Aturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh seperti kekerasaan, pornografi dan yang lain serta jam tayang ada dalam pedoman tersebut. P3SPS ini rambu kita,” kata Agung.
Dijelaskan juga jika KPI, untuk tahap awal, sudah membuat diskusi kelompok terpumpun atau FGD mengenai siaran hipnosis di layar kaca. Menurut Agung, KPI telah mengeluarkan edaran tentang siaran hipnosis atau hipnotis ini. “Kami pun sudah memberi teguran pada program yang menayangkan adegan hipnosis. Teguran ini lantaran praktek hipnotis justru menceritakan tentang aib orang lain. Hal ini tidak sesuai dengan aturan,” tegas Agung yang pada saat RDP ikut didampingi Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano dan Nuning Rodiyah.
Menanggapi penyampaian rancangan anggaran 2021, sejumlah Anggota Komisi I menyampaikan apresiasi dan dukungannya. Salah satunya oleh Yan Permenas Mandenas, Anggota DPR dari Fraksi Gerindra. “Saya apresiasi apa yang disampaikan di materi tersebut dan mendukung kerja semuanya,” katanya.
Di akhir RDP, dalam kesimpulan rapatnya, Komisi I DPR sepakat akan menyampaikan rancangan anggaran dari Kemenkominfo, KPI, KI dan Dewan Pers kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR. ***
Jakarta -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio, mengatakan gugatan materil terhadap UU Penyiaran berkaitan dengan pengaturan penyiaran berbasis internet bukan untuk mengebiri kebebasan berkreasi (kreatifitas) warga negara. Pengaturan ini justru akan memberikan perlindungan terhadap konten lokal serta industri kreatif di tanah air untuk terus berkembang.
“Gugatan ini justru sebuah terobosan agar media baru masuk dalam konteks hukum Penyiaran di Indonesia,” tambah Agung saat menjadi narasumber acara Indonesia Bicara dengan tema “Polemik Gugatan UU Penyiaran” yang disiarkan langsung TVRI, Jumat (11/9/2020) malam.
Selain itu, lanjut Agung, arah pengaturan ini akan menyasar kepada platform medianya dan bukan pada pemilik akun yang bersangkutan. “Ketika ada pelanggaran konten, jika berdasarkan aturan yang ada dalam UU Penyiaran serta pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran KPI maka yang akan dipanggil itu platformnya. Jadi bukan artis atau pemilik akun yang dipanggil,” katanya.
Menurut Agung, harus ada perlakuan yang sama antara media penyiaran dengan media baru yang bersiaran. Jika berlandaskan konstruksi UU Penyiaran, setiap perusahaan penyiaran harus memiliki izin dari negara. Hal ini juga berlaku untuk perusahaan platform media baru jika mereka berusaha atau bersiaran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Mereka juga harus tunduk pada regulasi dan pedoman penyiaran di Indonesia. Karena di dalam siarannya tidak boleh ada unsur kekerasan, pornografi, body shaming, SARA dan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku di tanah air. Intinya, regulasi dan pedoman KPI agar siaran itu ramah dan melindungi anak dan remaja. Jika media baru tersebut tidak ramah anak, maka akan kami panggil medianya. Di sini akan ada proses dialog,” jelas Agung Suprio.
Pengaturan terhadap media baru juga telah diterapkan di Eropa. Pengaturan ini, kata Agung, cenderung memberi perlindungan dan pengembangan keberadaan konten lokal di Eropa. Berdasarkan ketentuan yang dibuat pada 2016 itu, Eropa mewajibkan platform seperti Netflix untuk memberikan 30% dari keseluruhan katalog video on demannya adalah konten lokal.
“Mereka ingin melindungi kebudayaan Eropa. Makanya, jika aturan ini ada di Indonesia akan melindungi konten lokal kita. Angka 30% ini juga bisa diberlakukan di Indonesia. Bahkan, di dalam UU Penyiaran tahun 2002 sudah ditetapkan jika porsi konten lokal harus 60% dan sisanya boleh dari luar. UU Penyiaran sudah sangat progresif soal ini,” ujar Agung.
Sementara itu, di ruang diskusi yang sama, Advokat sekaligus Musisi, Kadri Mohamad, menyampaikan bahwa UU Penyiaran memberikan kebebasan berekspresi dalam konteks penyiaran. Namun begitu, kebebasan itu harus juga menghormati hak orang lain. ***/Foto: Agung Rahmadiansyah
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberi catatan kepada ANTV agar memperhatikan adegan serta dialog yang ada dalam tayangan sinetron berklasifikasi R (Remaja) atau yang tayang pada jam anak dan remaja menonton TV. Hal ini untuk memastikan anak dan remaja tidak terpapar adegan ataupun dialog yang berbau unsur kekerasan, kasar dan horor.
Hal itu disampaikan KPI Pusat pada saat kegiatan pembinaan isi siaran untuk tiga program acara ANTV yakni “Bawang Putih Berkulit Merah”, “Belenggu Dua Hati” dan “The Doll”, yang dilakukan secara daring Senin (14/9/2020). KPI Pusat mengkhawatirkan adegan dan dialog berunsur tak pantas itu memberi efek negative terhadap pertumbuhan dan perkembangan remaja serta anak.
Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, di awal kegiatan pembinaan itu mengatakan, pihaknya menemukan banyak adegan dan dialog yang dianggap tidak pantas dalam tayangan di tiga program acara tersebut. “Ada kata-kata yang tidak pantas diucapkan berulang-ulang seperti kata pelakor. Kami khawatir hal ini dianggap sesuatu yang biasa dan akan ditiru anak atau remaja yang menonton. Apalagi acara ini disiarkan pada jam anak dan remaja menonton TV,” katanya.
Santi menilai tayangan dengan klasifikasi R sebaiknya tidak ada unsur yang tidak pantas serta tidak sesuai dengan perkembangan psikologis anak dan remaja. “Kami minta kata dan adegan yang tidak pantas dan tidak layak tersebut dihilangkan. Apakah tidak ada kata yang lebih baik dan lebih lembuk lagi selain kata pelakor. Jangan sampai hal itu mempengaruhi dan berdampak buruk bagi mereka,” pintanya kepada pihak ANTV yang ikut dalam pembinaan.
Komisioner KPI Pusat lainnya, Mohamad Reza, menambahkan aturan tentang tayangan dengan klasifikasi R secara menyeluruh dijelaskan dalam P3SPS KPI. Menurutnya, pihak lembaga penyiaran harus paham dan jeli bagaimana menerjemahkan aturan tentang klasifikasi R agar tidak ada dampak negatif dari adegan atau isi konten yang tidak cocok buat mereka.
“Kenapa hal ini menjadi penting karena kita berharap tayangan ini tidak dicontoh mereka dengan perilaku yang ada pada tayangan tersebut. Kami paham tayangan ini hasil riset dan favorit. Tapi juga harus pahami aturan yang ada. Jangan tayangan membenarkan hal yang tidak pantas. Apakah pantas topik itu dijejalkan ke pemirsa,” tegas Echa, panggilan akrabnya.
Menurut Echa, apabila konteks aturan tersebut sudah dipahami mendalam, acara seperti itu akan diarahkan ke jam dewasa. “Ini untuk menghidari agar remaja belajar tentang hal –hal buruk tersebut. ini harus menjadi catatan bagi kita. Kita harus sadar tayangan yang pantas untuk masyarakat Indonesia,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Aswar Hasan. Menurut dia, lembaga penyiaran harus memperhatikan pedoman pengaturan jam tayang dengan isi program acara. “Norma jam tayang itu harus diperhatikan karena ada pedomannya, bukan harus menyesuaikan dengan selera masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, salah satu perwakilan Verona penyedia salah satu program sinetron ANTV, Lobo, menyatakan akan menjadikan masukan dari KPI Pusat sebagai perbaikan. “Kita ke depan akan jauhkan dengan cerita yang banyak kekerasan dan kata kata yang tidak pantas. Adegan yang tidak boleh oleh rambu-rambu akan jadi perhatian kita,” tuturnya.
Pernyataan yang sama juga disampaikan perwakilan dari Multivision Plus, Rizki. Menurutnya, kata-kata yang tidak pantas seperti kata pelakor akan menjadi perhatian untuk tidak disampaikan. “Kami baru tahu kalau kata itu tidak boleh. Ke depan akan kami jaga. Kalau cerita BDH jam 22.00 akan lebih dinamis ceritanya. Dan kontennya lebih diperhalus lagi. Masalah jambak-jambakan akan kami perbaiki,” katanya. ***
Ususl kalau bisa pemberitahuan azan utk sholat 5 waktu jgn waktu maghrib & subuh saja. Tapi kalau bisa di setiap 5 waktu. Walau pemberitahuan hanya berbentuk tulisan. Demikian.
Pojok Apresiasi
agung sehpudin
Acara yang patut menjadi contoh bagi tv lain yang menyajikan acara receh pada saat sahur tiba,karena selain memberikan pendidikan agama juga mendapatkan hiburan dan informasi.