Bima - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTB, menggelar literasi media di Bima, Nusa Tenggara Barat, dengan tema Peningkatan Kapasitas Pengawasan isi siaran TV dan Radio bagi pelajar, Mahasiswa dan Masyarakat Umum, di Kampus IAIM, Sabtu (6/7/2019). Kegiatan ini bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat, terkait banyaknya konten siaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan publik.

Literasi ini menghadirkan para pembicara dari KPID NTB  Yusron Saudi, Andayani, serta Dosen IAIM Bima Hendra.

Ketua KPID NTB, Yusron Saudi mengatakan, setiap hari masyarakat disuguhkan berbagai macam tayangan maupun informasi yang berasal dari berbagai media termasuk televisi dan radio. Informasi yang diterima masyarakat seharusnya tidak langsung diterima begitu saja, namun terlebih dahulu dipahami dengan jelas dan disikapi ketika merespon tayangan tersebut. Dan untuk mencapai sikap itu dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana menilai acara yang disuguhkan.

“Sekarang ini, masyarakat juga harus sensitive dan selektif dalam menilai siaran yang akan ditonton. Kalau acaranya tidak mendidik, gak usah ditonton,” ujarnya.

Yusron menjelaskan tentang arah dunia penyiaran yang seharusnya yaitu beretika, bermoral keagamaan serta berbudaya dan bermartabat.

Dia juga memaparkan alasan penting tentang perlunya mendampingi anak saat menonton TV. Salah satunya adalah anak-anak mudah meniru. Ia mengatakan, anak-anak merupakan peniru yang paling baik. Mereka dengan sangat mudah menyerap kata-kata atau perbuatan yang didengar dan dilihatnya serta kemudian ditirunya. Tidak ada masalah jika yang didengar, dilihat lalu ditiru adalah hal-hal yang mendidik dan positif terhadap tumbuh kembang anak. Menjadi persoalan dan berbahaya kalau yang ditiru adalah hal-hal yang buruk. Untuk itu, orang tua dan keluarga perlu mendampingi anak saat menonton. Dengan mendampingi anak saat menonton berarti sedang mengarahkan anak pada hal-hal yang positif yang terdapat pada sebuah tanyangan televisi. Pendampingan ini secara tidak langsung memberikan contoh ilmu yang positif pada sang anak melalui tayangan televisi, sehingga yang terjadi anak tidak hanya menyerap informasi dari tayangan televisi, melainkan juga mendapat penjelasan positif dari orang tua.

Sementara itu, Dosen IAIM Bima, Hendra, dalam paparannya mengatakan bahwa mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang memiliki peranan penting untuk membantu KPID NTB dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat terkait positif negatifnya sebuah tontonan, baik yang berasal dari tayangan televisi maupun radio. 

Menurutnya ada beberapa hal yang dapat dilakukan mahasiswa, salah satunya adalah dengan pembentukan opini, serta melakukan gerakan moral untuk menggugah masyarakat agar malawan berita maupun informasi Hoax serta mengedukasi masyarakat tentang konten siaran yang baik atau tidak baik untuk ditontonton. Ia juga berharap KPID NTB terus melakukan fungsi pengawasan terhadap tayangan maupun informasi yang disuguhkan media terutama di NTB tanpa pandang bulu.

Literasi media ini ditutup dengan sesi tanya jawab. Salah satu pertanyaan diajukan oleh Mega Syafitri. Mahasiswa STKIP Taman Siswa Kabupaten Bima ini menanyakan tentang peranan KPID NTB dalam menangkal konten siaran yang kurang bagus dan tidak layak untuk di tonton oleh anak-anak. 

Menjawab pertanyaan itu, Yusron Saudi, menjelaskan KPID akan memberikan teguran hingga penghentian program acara tersebut jika  memang konten siaran itu terbukti melanggar aturan yang telah ditetapkan. Yusron juga meminta kepada mahasiswa untuk membatu KPID memberikan pemahaman kepada para orang tua agar mengawasi anaknya saat menonton siaran televisi, sehingga anak-anak terhindar dari tontonan negative dan tidak mendidik. Red dari berbagai sumber

 

Jakarta - Komisi I menetapkan sembilan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2019-2022. Pemilihan dilakukan melalui pemungutan suara setelah uji kepatutan dan kelayakan sejak 8 hingga 10 Juli 2019.

"Kita ambil sembilan nama dan tiga cadangan. Untuk memutuskan, kami memilih dengan cara suara terbanyak," kata Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari usai memimpin rapat internal pemilihan komisioner KPI di Ruang Rapat Komisi I, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 10 Juli 2019.

Sembilan Anggota KPI Pusat terpilih itu ialah Nuning Rodiyah (49 suara), Mulyadi Hadi Purnomo (49), Aswar Hasan (47), Agung Suprio (44), Yuliandre Darwis (43), Hardly Stefano (42), Irsal Ambia (41), Mimah Susanti (33), Mohammad Reza (29). Sementara itu, tiga nama cadangan ialah Ubaidillah (24), Imam Wahyudi (14), dan Dayu Padmara Rengganis (9). 

 

Berikut ini nama-nama calon dan jadwal Fit and Proper Test: 

 

Senin, 8 Juli 2019

10.15 - 13.15 

Adam Bahtiar 

Ade Bujaerimi

Agung Suprio  

Ahmad Fajruddin Fatwa 

Aswar Hasan

14.00 - 17.00 

Bambang Hardi Winata 

Boyke Priutama 

Dadan Saputra 

Dayu Padmara Rengganis 

Dewi Setyarini 

18.00 - 21.00 

Dewi Puspasari 

Dwi Ajeng Widarini 

Hardly Stefano 

Ida Bagus AlitWiraatmaja 

Imam Wahyudi 

 

Selasa, 9 Juli 2019 

10.00 - 13.00

Ira Diana 

Irsal Ambia 

Mayong Suryo Laksono 

Mimah Susanti 

Mirna Apriyanti 

 

Selasa, 9 Juli 2019

14.00 - 17.00 

Mochammad Dawud 

Mohamad Reza 

Mohammad Zamroni

Mohammad KhorulAnwar 

Mulyo Hadi Purnomo

18.00 - 21.00 

Nadhiroh 

Nuning Rodiyah

Prilani 

Rando Nadeak 

Riyanto Gozali 

 

Rabu, 10 Juli 2019 

10.00 - 12.45 

Satrio Arismunandar 

Tita Melia Milyane

Ubaidillah 

Yuliandre Darwis

 

Jakarta - Menyambut pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2020, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berkomitmen untuk mendukung sosialisasi Pilkada lewat lembaga penyiaran. Dukungan lembaga penyiaran dalam sosialisasi Pilkada kepada masyarakat tentunya diharapkan dapat membantu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memberikan hak pilihnya di Pilkada. Untuk itu dibutuhkan sinergi antara KPI di daerah dengan penyelenggara pemilu maupun stake holder pemilu dan juga penyiaran lainnya, guna memastikan keterlibatan lembaga penyiaran dalam menyukseskan Pilkada tetap dalam koridor regulasi.

Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Hardly Stefano Pariela menyampaikan hal tersebut dalam Rapat Persiapan Pelaksanaan PIlkada Serentak Tahun 2020 di Kementerian Dalam Negeri, (9/7). Pada kesempatan rapat yang dipimpin oleh Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Akmal Malik ini, hadir perwakilan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Informasi (KI). Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis juga turut hadir dalam rapat tersebut didampingi Kepala Bagian Perencanaan, Hukum dan Humas KPI, Umri.  

Pada rapat yang juga dihadiri jajaran Kemendagri ini, KPI menyampaikan beberapa catatan terhadap pelaksanaan Pilkada 2017 dan 2018 serta Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang lalu. KPI melihat masih ada lembaga penyiaran yang tidak berijin yang menjadi media partner dari penyelenggara pemilu. Padahal seharusnya, dengan melakukan koordinasi antara penyelenggara pemilu dan KPI Daerah, hal tersebut dapat dihindari.

Hardly menjelaskan, pengaturan soal pemberitaan, siaran politik ataupun iklan politik di televisi dan radio pada prinsipnya untuk memastikan ranah frekuensi digunakan secara adil untuk setiap peserta pemilu.   “Jangan sampai ada pihak-pihak tertentu yang mengeksploitasi lembaga penyiaran untuk kepentingan politiknya sendiri,” ujarnya. Selain itu, jangan pula aturan yang ada yang tidak tersosialisasikan dengan baik mengakibatkan lembaga penyiaran takut untuk menyiarkan informasi tentang pemilu atau pilkada. Hal ini tentu yang dirugikan adalah publik atau masyarakat sendiri, karena tidak mendapatkan informasi yang utuh tentang kandidat peserta pemilu atau pilkada yang akan dipilih.

Beberapa masalah dalam sosialisasi pemilu dan pilkada serentak di daerah ini salah satu sumbernya adalah tidak optimalnya KPI Daerah lantaran ketiadaan dukungan atas kelembagaan dan anggaran dari pemerintah daerah. “Ini akibat adanya dispute antara undang-undang penyiaran dan undang-undang pemerintahan daerah,”terang Hardly. Dalam Undang-Undang Penyiaran sebagai payung hukum KPI dan KPI Daerah, disebutkan penganggaran KPID dari APBD. Sedangkan pada Undang_Undang Pemerintahan Daerah tidak menyebut urusan penyiaran sebagai urusan yang menjadi tanggung jawab daerah. Akibatnya pada banyak daerah eksistensi KPI Daerah menjadi hilang.

Keberadaan KPID sendiri tentunya sangat vital dalam momentum Pilkada Serentak. Yakni sebagai regulator di daerah yang mengetahui lebih rinci tentang eksistensi lembaga penyiaran yang berijin di wilayahnya. KPID di satu sisi dapat memastikan penegakan regulasi yang adil bagi lembaga penyiaran dalam menyiarkan tentang tahapan pilkada, maupun terkait calon kepala daerah. Di sisi yang lain, KPID juga memastikan bahwa hak masyarakat mendapatkan informasi kepemiluan dapat tertunaikan.

Menanggapi pemaparan dari KPI ini, Plt Dirjen Otda Kemendagri, Akmal Malik  menegaskan bahwa keberadaan KPI sangat dibutuhkan baik di pusat ataupun di daerah. Dirinya pun memastikan untuk digelar rapat koordinasi lanjutan antara jajaran Kemendagri dengan KPI dan Komisi Informasi untuk mendapat jalan keluar yang terbaik dalam mengoptimalkan keberadaan kedua lembaga tersebut di daerah, khususnya dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengundang stakeholder terkait guna menyerap aspirasi mereka terhadap penyiaran dalam pembahasan rencana strategis atau renstra penyiaran KPI Pusat 2020-2024, Kamis (4/7/2019). Perwakilan Lembaga Sensor Film (LSF), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asosiasi Televisi Swasta Nasional Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Berjaringan Nasional (ATVNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Digital Indonesia, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), hadir memenuhi undangan bertajuk diskusi kelompok terpumpun atau FGD.

Masukan yang disampaikan antara lain, KPI harus membuat rencana besar untuk mengantisipasi perkembangan teknologi selaras dengan pembentukan konsep moralitas masyarakat informasi Indonesia. KPI juga diminta melakukan langkah strategis untuk menyusun produk hukum sesuai kewenangannya yang berbasis paradigma baru penyiaran termasuk penegasan posisi KPI sebagai regulator.

Selain itu, renstra penyiaran KPI harus dapat memastikan penghormatan dan penegakan atas produk hukum, tidak hanya berbasis penyiaran tradisional tetapi harus mampu menjangkau paradigma baru penyiaran yang terus berkembang.

Akademisi yang juga Ketua KPI Pusat periode 2013-2016, Prof. Judhariksawan, memandang perlu ada lompatan besar yang dilakukan KPI karena lembaga ini jangan hanya mengurusi penyiaran tradisional. “Karenanya, perlu ada grand design dan mengajak seluruh stakeholder penyiaran dan jangan bilang ini hanya tugas lembaga lain,” tegasnya dalam diskusi tersebut.

Ketua LSF, Ahmad Yani Basuki mengatakan, lembaga yang dibentuk UU Penyiaran ini harus masuk dalam celah kosong di media sosial dan pihaknya sepakat hal itu dilakukan KPI. “Jika film yang tidak layak kemudian diedarkan di wilayah yang bukan kewenangan LSF, KPI dapat masuk untuk menjawab hal itu,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) ATVSI, Gilang Iskandar, meminta KPI memberi perhatian terhadap isu-isu strategis penyiaran seperti pembajakan konten siaran lembaga penyiaran swasta termasuk illegal streaming live oleh pihak lain. Selain itu, KPI diharapkan memberi perhatian pada digitalisasi penyiaran.

“Soal revisi Undang-undang Penyiaran, kami merasa perlu adanya penguatan soal ideologi dan nilai Pancasila, pelaksanaan digitalisasi, perlindungan dan pembajakan konten dan siaran, kelembagaan dan tupoksi KPI sehingga tidak hanya mewakili publik atau pemirsa tapi juga seluruh pemangku kepentingan penyiaran,” kata Gilang.

Terkait itu, ATVSI berharap pada KPI untuk menyusun ulang tupoksi yang fokus pada kepada konten guna mencapai tujuan penyiaran. KPI diminta juga membuat program kegiatan yang relevan dan berdampak langsung serta menetapkan skala prioritas program kegiatan tersebut untuk mengakselerasi realisasi tujuan penyiaran.

Dari MUI, Asrori S. Karni, menyampaikan harapan agar independensi KPI tetap dijaga di mata publik, taat asas, membuat keputusan yang akuntabel dan tegas menyikapi setiap pelanggaran. “KPI harus terus mendukung dan memotivasi produk penyiaran yang berkualitas. Kami juga berharap adanya kolaborasi dengan otoritas atau ormas keagamaan dan menilai dan mengontrol konten penyiaran,” pintanya.

Satu hal yang penting dilakukan KPI ke depan, kata Asrori adalah merevisi aturan dalam pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran (P3SPS) terutama yang terkait dengan muatan keagamaan.

Imam Wahyudi dari IJTI menambahkan, KPI harus mengawasi media online yang dibuat lembaga penyiaran. Menurutnya, hal ini mengantisapi perkembangan periode 5.0. “KPI harus berkolabrasi dan bersinergi dengan lembaga lain seperti Dewan Pers,” tambah Imam. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.