Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan memberi sanksi Teguran Tertulis kepada program siaran “Comedy Traveler” di Trans TV. Program acara ini kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI karena menampilkan adegan seorang pria dan wanita berciuman.

Demikian dituliskan dalam Surat Teguran yang telah dilayangkan pada Kamis (25/4/2019) lalu.

Berdasarkan pengaduan masyarakat, pemantauan, dan hasil analisis, KPI menemukan pelanggaran pada program siaran “Comedy Traveler” tanggal 21 April 2019 pukul 14.58 WIB.

Menurut Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Mayong Suryo Laksono, jenis pelanggaran itu dikategorikan sebagai pelanggaran atas kewajiban program siaran memperhatikan dan melindungi kepentingan anak dan remaja, larangan program siaran menampilkan adegan ciuman bibir,  serta penggolongan program siaran.

“Kami memutuskan tayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 21 Ayat 1, serta Standar Program Siaran Pasal 15 Ayat (1), Pasal 18 huruf g, dan Pasal 37 Ayat 4 huruf f. Berdasarkan pelanggaran tersebut, kami memberikan sanksi administratif Teguran Tertulis untuk Trans TV,” tegas Mayong, Jumat (10/5/2019).

Dalam surat itu, KPI meminta Trans TV menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. “Kami minta Trans TV segera melakukan perbaikan agar kesalahan tidak terulang,” papar Mayong. ***

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono.

Padang – Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mayong Suryo Laksono mengatakan, media televisi dan radio harus menciptakan penyiaran yang sehat pada era digital saat ini.

Menurut Mayong, penyiaran yang sehat merupakan hak masyarakat. Dengan menghadirkan pemberitaan dan informasi yang berimbang, maka akan terciptanya harmonisasi dalam masyarakat.

“Saat ini isi siaran yang beragam semakin banyak. Hanya saja, tidak semua sajian media berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan serta perbaikan masyarakat,” ungkapnya, di Padang, Sabtu (11/5/2019).

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tersebut kata Mayong, harus dihadapi KPI dengan cara memastikan manfaat siaran bagi masyarakat. Baik digitalisasi penyiaran, lembaga penyiaran berlangganan serta penyiaran perbatasan.

“Jika selera siaran publik makin baik hal ini akan berimplikasi dengan sajian siaran. Karena masyarakat sebagai penerima suguhan siaran yang merupakan mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi,” paparnya.

Tentunya, kerjasama dari semua pihak baik dari media dan masyarakat menjadi keharusan untuk bersama mengawasi kualitas konten siaran yang sehat bagi masyarakat.

“Mindset masyarakat akan konsumsi siaran sehat perlu terus didorong, karena jangkauan pengawasan kami terbatas. Salah satu caranya dengan memberikan pendidikan kepada lapisan-lapisan masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, perkembangan dunia penyiaran juga harus meminimalkan dampak buruk yang didapat masyarakat, baik secara finansial ataupun secara moral atau pemikiran.

Sehingga, dengan kondisi apapun, penyiaran tetap memberikan kontribusi dalam memperkukuh integrasi nasional dan mencerdaskan kehidupan bangsa, ataupun menumbuhkan industri penyiaran Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Penyiaran.

“Semoga hal ini menjadikan penyiaran sehat lahir batin, sehat manajemen serta menghadirkan siaran yang bermanfaat,” harapnya.

Pihaknya menyebutkan jika sudah sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), maka sudah diyakini keabsahan dari informasi yang diberikan tersebut. Hal Ini juga sebagai upaya menangkal berita hoax.

Sementara itu, Bidang Pengawasan Isu Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat, Melani Friati menyebutkan, media televisi dan radio memiliki batasan dalam penyiaran yang didasari Undang Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, kemudian peraturan komisi penyiaran Indonesia tentang pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran.

“Seperti program mistik, horor dan supranatural ataupun promosi LGBT, kekerasan, kata-kata kasar, seksualitas, iklan penyiaran pemberitaan politik. Semua kategori siaran yang ditayangkan tentunya harus sesuai standar program siaran yang telah diatur KPI,” jelas Melani.

Selain itu, pihaknya terus aktif mengadakan literasi kepada media agar melahirkan penyiaran yang sehat dan bermanfaat untuk kepentingan dan kenyamanan publik.

Kegiatan sosialisasi dengan tema “Menciptakan Penyiaran Sehat Di era Digitalisasi Media” menghadirikan peserta dari KPI Pusat, IJTI, LBH dan berbagai kalangan media. Red dari berbagai sumber

 

 

Padang - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Barat mendorong Lembaga Sensor Film (LSF) menindaklanjuti dan menyikapi surat yang dilayangkan Wali Kota Padang Mahyeldi tentang penolakan pemutaran film Kucumbu Tubuh Indahku.

"Karena ranah Komisi Penyiaran lebih kepada pengawasan siaran televisi dan radio, agar tidak terjadi kesimpangsiuran KPID berharap LSF segera menindaklanjuti surat tersebut," kata Komisioner bidang Kelembagaan KPID Sumbar Jimmi Syah Putra Ginting di Padang, Kamis.

Ia menyampaikan diantara tugas dan kewajiban KPI adalah menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia, menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran.

Sehubungan dengan Film Kucumbu Tubuh Indahku yang tayang di bioskop, pengawasan konten film tersebut bukan kewenangan dari KPI, UU Penyiaran memberikan batas kewenangan pada KPI untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga penyiaran yang menggunakan spektrum frekuensi yaitu televisi dan radio, ujarnya.

Oleh sebab itu, lanjut dia, Komisi Penyiaran secara kelembagaan tidak berwenang menilai apakah mengandung konten pornografi ataupun promosi LGBT.

Sebelumnya Wali Kota Padang Mahyeldi melayangkan surat kepada Lembaga Sensor Film berisi penolakan terhadap film Kucumbu Indah Tubuhku karya Garin Nugroho karena dinilai mempengaruhi cara pandang terhadap perilaku Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT).

"Konten film tersebut diduga bertentangan norma agama, sosial dan nilai budaya yang dianut masyarakat kota Padang," kata Wali Kota Padang Mahyeldi.

Menurut dia dalam rangka mewujudkan visi Kota Padang yang religius dan berbudaya pihaknya perlu melindungi masyarakat dari penyimpangan perilaku seksual.

Untuk itu pemerintah kota Padang menyatakan keberatan dan menolak penayangan film tersebut, ujarnya.

Selain itu Mahyeldi menyampaikan Kota Padang telah melakukan deklarasi penolakan LGBT bersama seluruh pemangku kepentingan yang ada di Kota Padang.

Selain mengirim surat kepada LSF juga ditembuskan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Gubernur Sumbar, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan KPID Sumbar. Red dari antaranews.com

 

 

Teluk Kuantan - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Riau menyerahkan surat izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Kuansing FM. Dengan izin ini, Radio Kuansing FM sudah memiliki legalitas, Kamis pagi (9/5/2019).

Penyerahan dilakukan langsung Ketua KPID Riau, Falzan Surahman, didampingi Koordinator Kelembagaan, M Aspar Rais, di Kantor Kominfo Kuansing. Kadiskominfo Kuansing, Samsir Alam, menerima langsung izin tersebut.

Falzan Surahman menceritakan pihak Kominfo Kuansing sudah sejak 2016 lalu mengurus izin ini. Namun karena kendala Perda yang menaungi radio ini belum ada, maka izin belum bisa diproses.

"Setelah Perda selesai dibuat antara pemerintah daerah dan dewan Kuansing, izinnya cepat selesai," katanya.

Ia pun berharap Radio Kuansing FM menjadi corong informasi untuk menyampaikan program yang akan dan sudah dilakukan pemerintah daerah. Selain itu, radio ini bisa jadi salah satu rujukan masyarakat dalam mendapatkan informasi yang benar, penangkal hoax dan mempersatukan bangsa.

"Bila acara sesuai dan persentase sesuai, bisa mendapat izin tetap selama lima tahun. Bila diajukan lagi," ujarnya.

Kadiskominfo Kuansing Samsir Alam bersyukur pihaknya sudah mendapatkan izin ini. Baginya, ini merupakan sebuah sejarah."Radio Kuansing ini akan kami jadikan sebagai alat pemersatu bangsa," ujarnya.

Mengenai konten, pihaknya akan menyesuaikan dengan aturan KPI dan aturan lainnya. Begitu juga dengan personil. Red dari Tribunpekanbaru.com

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegaskan bahwa tugas dan kewenangan lembaga yang dibentuk oleh Undang-undang Penyiaran No.32 tahun 2002 hanya mengawasi siaran televisi dan radio. KPI tidak memiliki kewenangan melakukan sensor terhadap sebuah tayangan dan melarangnya. Pernyataan itu disampaikan kembali Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, saat menerima kunjungan mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara di Kantor  KPI Pusat, Kamis (9/5/2019).

“Bukan tugas dan kewenangan kami melakukan sensor karena kami dibentuk untuk mengawasi televisi dan radio yang bersiaran di frekuensi publik. Pengawasan kami pun baru dapat berjalan setelah tayang. Jadi sebelum tayangan tersebut disiarkan di lembaga penyiaran adalah tugas lembaga sensor film dan internal lembaga penyiaran tersebut yang memiliki kewenangan sensor,” jelas Mayong.

Mayong menyampaikan bahwa KPI tidak melakukan pengawasan terhadap konten media sosial. Menurutnya, pengawasan konten di media sosial masih menjadi tugas lembaga lain karena di dalam UU Penyiaran tahun 2002 tak mencakup hal itu. “Mungkin nanti di Undang-undang Penyiaran baru tugas tersebut akan diberikan ke KPI,” katanya berharap.

Tugas KPI tak hanya melakukan pengawasan siaran. Ketika tayangan tersebut kedapatan pengawas melakukan pelanggaran, KPI akan melakukan tindakan berupa peringatan atau sanksi. Tugas pengawasan ini juga dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) di 33 Provinsi.  

“Kami juga melakukan sosialisasi aturan terutama pada stakeholder penyiaran melalui kegiatan bimbingan teknis atau Sekolah P3SPS. Hal ini kami lakukan agar mereka paham terhadap aturan dan memiliki pandangan yang sama soal regulasi siaran,” tambah Mayong.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini menambahkan, sanksi KPI hanya diberikan pada lembaga penyiaran bukan kepada artis. Namun efek akibat sanksi tersebut, lembaga penyiaran cukup mendapat kerugian finansial. 

“Sanksi teguran tertulis KPI akan berdampak pada rating dan iklan dalam program acara yang kena. Jika program tersebut mendapatkan sanksi penghentian sementara, kerugiannya menyangkut pendapatan iklan yang masuk,” kata Dewi yang ikut menerima kunjungan tersebut.

Dewi pun mengenal P3SPS KPI sebagai aturan atau semacam kitab suci yang harus diiikuti seluruh lembaga penyiaran yang akan bersiaran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (MKRI). “Di sana terdapat aturan soal perlindungan anak seperti pembagian klasifikasi usia dan juga jam tayang,” papar Komisioner bidang Isi Siaran ini.

Sebelumnya, wakil dari UMN, Nasrullah mengatakan, kunjungan mahasiswa UMN yang sedang mengambil mata kuliah Etika dan Hukum Media ini untuk melihat secara langsung kondisi di lapangan bagaimana penerapan aturan tersebut dijalankan. “Kami berharap kunjungan ini dapat memberi pencerahan tentang tugas dan fungsi KPI sebagai regulator penyiaran,” katanya.

Dalam kesempatan itu, sejumlah mahasiswa melontarkan sejumlah pertanyaan terkait perkembangan kualitas tayangan di lembaga penyiaran. Menurut mereka, sanksi yang sudah diberikan KPI pada lembaga penyiaran seharusnya dapat menjadi pelecut mengubah tayangan tersebut menjadi lebih baik dan mendidik. *** 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.