Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar evaluasi tahunan untuk lembaga penyiaran televisi swasta berjaringan nasional di Kantor KPI Pusat, Kamis (17/1/2019). Evaluasi yang dilakukan setiap tahun ini untuk memberi penilaian pada lembaga penyiaran mulai dari perolehan sanksi, prestasi dan pelaksanaan sistem siaran jaringan.
Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, mengatakan evaluasi tahunan ini untuk menilai kinerja, perkembangan dan peningkatan isi siaran lembaga penyiaran, baik dari sisi kualitas maupun produksi. “Hasil penilaian ini akan dilaporkan ke Komisi I DPR RI,” katanya saat membuka kegiatan evaluasi tersebut.
Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio menambahkan, evaluasi tahunan ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 18 tahun 2016 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran. “Evaluasi tahunan ini sudah kami lakukan sejak 2017. Adapun yang kami evaluasi kinerja lembaga penyiaran mulai dari Oktober 2017 hingga September 2018,” jelasnya.
Dalam evaluasi kinerja televisi, KPI menggunakan parameter meliputi kepatuhan atas UU, P3SPS dan Komitmen Televisi yang dibuat jelang perpanjangan IPP. Regulasi dan komitmen itu kemudian diturunkan menjadi beberapa variabel penilaian antara lain; penegakan internal P3SPS, konsistensi format siaran, prinsip independensi netralitas dan keberimbangan, pemenuhan presentase waktu siaran iklan Layanan Masyarakat (ILM), sanksi KPI, apresiasi KPI dan pemenuhan atas ketentuan sistem siaran berjaringan (SSJ).
Sistem penilaian KPI dalam evaluasi ini didasarkan pada hasil pemantauan KPI, dokumen yang diserahkan oleh televisi lewat aplikasi yang sudah disiapkan KPI dan kroscek pemantauan yang dilakukan oleh KPID seluruh Indonesia.
Obyek yang dinilai adalah 14 televisi jaringan yang secara rutin dipantau oleh KPI Pusat, yaitu RCTI, SCTV, ANTV, Indosiar, MNC TV, GTV, TV One, Metro TV, Trans TV, Trans 7, INews TV, Kompas TV, Net TV dan RTV. Evaluasi tahunan terhadap 14 televisi beraringan ini akan berlangsung hingga pekan depan. ***
Tim Gugus Tugas Pengawasan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang dihadiri KPI, Bawaslu dan Dewan Pers, sedang melakukan Rapat Terbatas membahas tayangan yang diduga melakukan pelanggaran aturan kampanye di Hotel Morissey, Rabu(16/1/2019).
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyerahkan rekaman tayangan acara lembaga penyiaran yang diduga melakukan pelanggaran kampanye ke Gugus Tugas Pengawasan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dalam Rapat Terbatas yang diinisiasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI di Hotel Morissey, Rabu (16/1/2019) sore.
“Kami merespon permasalahan ini dengan cepat dan memberikan rekaman tersebut kepada Bawaslu,” kata Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Hardly Stefano, dalam forum tersebut.
Hardly menjelaskan, hal ini sebagai bentuk dukungan KPI kepada penyelenggara Pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu. Terkait dengan penilaian apakah materi siaran tersebut memenuhi unsur pelanggaran aturan kampanye, merupakan kewenangan dari penyelenggara pemilu.
Sayangnya, hingga Rapat Terbatas Gugus Tugas berakhir, Anggota KPU tidak kunjung datang. Rapat yang dipimpin oleh Anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin tersebut hanya dihadiri KPI dan Dewan Pers.
Menurut Hardly, ketidakhadiran KPU sangat disayangkan karena dibutuhkan penjelasan penyelenggara untuk menyamakan persepsi diantara lembaga yang berada di gugus tugas pengawasan penyiaran dan pemberitaan kampanye pemilu.
“Tanpa penjelasan yang memadai tentang Peraturan KPU tentang kampanye, gugus tugas belum dapat melakukan penilaian sejauh mana pelanggaran yang terjadi dan siapa saja yang melakukan pelanggaran,” kata Hardly usai pertemuan tersebut.
Karena itu, lanjut Hardly, pihaknya mendorong Bawaslu sesuai dengan kewenangan yang dimiliki untuk segera menindaklanjuti temuan tanggal 13 dan 14 Januari 2019 dengan melakukan proses pemeriksaan terhadap seluruh pihak terkait.
“Jika diperlukan, kami siap diperiksa dan diminta keterangannya, dengan harapan setelah dilakukan pemeriksaan, Bawaslu sebagai pengawas dapat mengeluarkan putusan dan rekomendasi tindak lanjut permasalahan ini,” tandasnya. ***
Batam - Selain industri jasa dan industri berat lainnya, Kota Batam juga menggiurkan bagi para pengusaha TV Kabel. Bahkan, jenis usaha penyiaran ini semakin menjamur di Kota Batam.
Menjamurnya TV Kabel di Batam, juga menyisakan satu permasalahan mengenai izin resmi atau Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) yang masih banyak tidak dikantongi oleh para pemilik TV Kabel Batam.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kepulauan Riau (Kepri), Tito Suwarno menyampaikan, dari puluhan usaha TV Kabel atau TV berbayar di Batam, yang sudah mengantongi izin resmi dan lengkap sebanyak 12 TV Kabel. Sementara sisanya memiliki IPP tetapi sudah habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang.
"Terkait masih adanya tv kabel atau tv berbayar yang tetap beroperasi meski IPP mati atau bahkan belum mengantongi IPP, kami akan melakukan monitoring dan evaluasi dalam waktu dekat, mengecek keberadaan dokumen-dokumen terhadap pengelola lembaga penyiaran berlangganan, dalam hal ini tv kabel di Batam," ungkap Tito, Senin (14/01/2019).
Keberadaan TV Kabel atau jaringan TV berbayar sendiri di Batam tak hanya melalui jaringan kabel di atas tanah. Namun ada juga jaringan tv berbayar yang menanam kabelnya dalam tanah.
"Kami dari KPID ini tak memiliki kewenangan menindak tv kabel yang tak berizin nekat beroperasi dengan mencari provit atau keuntungan. Kewenangan KPID sendiri hanya mengingatkan, mengimbau kepada pengelola tv kabel atau tv berbayar agar secepatnya mengurus atau melengkapi dokumen perizinan seperti IPP, agar operasionalnya legal, bukan ilegal, atau melanggar aturan penyiaran," lanjutnya. Red dari Batam Today.Com
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi Teguran Tertulis untuk tiga program siaran jurnalistik di tiga stasiun televisi. Ketiga program siaran itu kedapatan melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 tentang peliputan bencana
Ketiga program siaran jurnalistik itu yakni “Indonesia Hari Ini” di TVRI, “Net.12” di Net TV, dan “Redaksi Pagi” Trans 7. Keputusan itu dituangkan dalam surat teguran yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Rabu (9/01/2019).
Berdasarkan hasil pemantauan dan analisis KPI Pusat, pelanggaran pada program siaran “Indonesia Hari Ini” yang ditayangkan TVRI terjadi pada 25 Desember 2018. Program tersebut menampilkan wawancara seorang anak perempuan tentang kronologi kejadian tsunami Selat Sunda.
Sedangkan temuan pelanggaran di program “Net.12” Net TV terjadi pada 27 Desember 2018 pukul 12.16 WIB. Program siaran jurnalistik ini menampilkan wawancara seorang anak laki-laki (Donelly Abdil Haadi) tentang kronologi kejadian tsunami Selat Sunda.
Sedangkan pelanggaran di program “Redaksi Pagi” Trans 7 ditemukan pada 28 Desember 2018 mulai pukul 06.13 WIB. Program tersebut menampilkan wawancara seorang anak perempuan (Amanda Noviawahyu Fahira) tentang kronologi kejadian tsunami Selat Sunda.
Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, Mayong Suryo Laksono, menjelaskan jenis pelanggaran yang dilakukan ketiga program tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran atas ketentuan program siaran jurnalistik tentang peliputan bencana yang melarang mewawancara anak di bawah umur sebagai narasumber.
Menurut Mayong, wawancara anak di bawah umur dalam peristiwa bencana telah melanggar Pasal 22 Ayat (3) dan Pasal 29 Ayat (1) P3 serta Pasal 50 huruf c SPS KPI. “Berdasarkan pelanggaran tersebut, KPI Pusat memberikan sanksi administratif Teguran Tertulis untuk tiga program acara berita di tiga stasiun televisi tersebut,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Mayong mendorong ketiga stasiun televisi dan seluruh lembaga penyiaran agar menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran. “Pedoman ini untuk menghindari terjadinya pelanggaran siaran sehingga layar kaca kita lebih baik, aman dan sehat ditonton masyarakat terutama anak-anak,” tandasnya. ***
Denpasar - Dalam hal menonton siaran televisi, boleh dibilang masyarakat Bali Utara atau Buleleng lebih maju dibandingkan Bali selatan. Hal ini karena masyarakat Buleleng mengakses siaran televisi melalui akses parabola atau satelit, sedangkan masyarakat Bali Selatan cenderung mengakses siaran televisi teresterial menggunakan antena televisi biasa.
Walaupun harus diakui terdapat masyarakat di wilayah Bali Selatan ada juga mengakses siaran televisi menggunakan parabola. Akses siaran televisi melalui parabola tentu menjadi sebuah pilihan untuk mendapatkan hiburan ataupun informasi, karena wilayah Buleleng masuk dalam daerah blank spot (daerah diluar jangkauan pancaran gelombang electromagnetik/tidak terjangkau TV terestrial).
Siaran melalui parabola juga ada pilihannya yaitu siaran berlangganan, dimana pelanggan harus membayar dan siaran free to air (FTA) atau siaran yang dapat diakses tanpa harus membayar alias gratisan. Cukup banyak siaran gratisan melalui parabola yang dapat dinikmati, mulai dari siaran televisi induk jaringan yang berada di Jakarta (atau yang dulu disebut siaran nasional) ataupun siaran luar negeri yang sudah tayang di saluran satelit FTA. Sayangnya siaran melalui parabola tersebut hanya dapat dinikmati kalangan menengah ke atas, sedangkan masyarakat Buleleng pada kalangan bawah sangat berharap mendapatkan siaran televisi teresterial.
Harapan masyarakat Buleleng untuk dapat mengakses siaran televisi teresterial seakan mulai terbuka ketika media memberitakan pertemuan Gubernur Bali I Wayan Koster dengan Menteri Menteri Komunikasi dan Informatika RI Rudiantara yang kebetulan sedang berada di Bali pada Sabtu (12/1) lalu. Dimana Gubernur Bali menyampaikan bahwa warga Buleleng akan segera bisa menikmati siaran televisi tanpa harus menggunakan parabola sebelum pemilu dan yang pertama adalah siaran TVRI. Sedangkan TVRI melalui website tvri.go.id mengklaim bahwa sejak 18 Desember 2018 siaran TVRI sudah dapat dinikmati warga Buleleng, dengn menggunakan antena UHF di channel/saluran 42.
Hal ini menyusul telah diperbaikinya transmisi TVRI di Kintamani, kabupaten Bangli, sehingga siaran TVRI dapat dinikmati warga Buleleng dengan mudah. Dimana berdasarkan dari hasil uji siaran, masyarakat wilayah Bengkala, Bungkulan dan Tejakula sudah dapat menikmati siaran TVRI. Apabila dicermati memang harapan Gubernur Bali tidak muluk-muluk, hanya berharap terwujudnya akses tontonan televisi gratis di Buleleng sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi perkembangan-perkembangan sosial yang terjadi khususnya pembangunan yang terjadi di Bali.
Dengan mendapatkan informasi secara cepat, diharapkan akan mengurangi kesenjangan antara Bali Utara dengan Bali Selatan. Namun apakah benar masyarakat Buleleng pada umumnya ingin mendapatkan siaran televisi gratisan, ataukah sebenarnya masyarakat Buleleng sangat berharap mendapatkan siaran lokal atau konten lokal? Jika hanya berharap siaran gratisan tentu masih bisa didapatkan dari siaran televisi free to air yang juga dapat diakses melalui parabola. Apalagi akses menggunakan parabola akan memberikan sajian gambar yang lebih bagus.
Apabila masyarakat Buleleng berharap informasi perkembangan di Bali, maka yang sangat dibutuhkan sebenarnya adalah siaran lokal. Siaran lokal tersebut baik berasal dari siaran televisi lokal murni ataupun dari siaran televisi lokal berjaringan. Berbicara terkait siaran lokal, maka di Buleleng sudah terdapat lembaga penyiaran televisi lokal murni dan lembaga televisi lokal berjaringan. Lembaga penyiaran televisi yang telah bersiaran di Buleleng dan telah mengantongi ijin penyelenggaraan penyiaran tetap yaitu Nirwana TV, Citranet, Big TV, Viva Sport, RTV, dan Dewata Citratama TV.
Lembaga-lembaga penyiaran inilah yang harusnya didorong untuk memenuhi kebutuhan siaran lokal masyarakat Buleleng. Mengingat sebagai lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi publik sudah barang tentu memiliki kewajiban untuk memberikan informasi atau siaran lokal yang disiarkan secara gratis. Melalui Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dapat mendorong lembaga penyiaran lokal murni dan lokal berjaringan yang ada di Buleleng untuk memenuhi kebutuhan siaran muatan lokal.
Siaran muatan lokal merupakan kewajiban bagi lembaga penyiaran dan pelaksanaan serta definisi siaran muatan lokal juga sudah sangat jelas. Dalam Pedoman Prilaku Siaran (P3) pada pasal 1 ayat (15) disebutkan bahwa program lokal adalah program siaran dengan muatan lokal yang mencakup program siaran jurnalistik, program siaran faktual, dan program siaran nonfaktual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat.
Pada pasal 68 Standar Program Siaran (SPS) ayat (1) menyebutkan Program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk televisi dan paling sedikit 60% (enam puluh per seratus) untuk radio dari seluruh waktu siaran berjaringan per hari. Selanjutnya pada ayat (2) terdapat ketentuan bahwa 30 persen dari siaran lokal harus ditayangkan pada prime time. Lembaga penyiaran secara bertahap juga wajib meningkatkan persentase program siaran lokalnya hingga 50 persen dari seluruh waktu siaran berjaringan perhari.
Harapan Gubernur Bali agar TVRI khususnya TVRI Bali mengambil peran dalam upaya memberikan layanan siaran bagi masyarakat Buleleng tentu sangat wajar. Pertama karena TVRI merupakan lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi publik dan dana publik melalui APBN. Kedua karena TVRI Bali menjadi satu-satunya lembaga penyiaran publik yang ada di Bali. Ketiga karena TVRI Bali dengan tagline “TV-ne Semeton Bali” harus membuktikan komitmenya bahwa siarannya 50 persen merupakan siaran lokal Bali dan dapat ditonton seluruh masyarakat Bali.
Permasalahannya kemudian, untuk dapat memberikan layanan siaran hingga seluruh wilayah Buleleng TVRI membutuhkan perbaikan dan peningkatan peralatan pemancar. Upaya TVRI untuk melakukan perbaikan dan perluasan layanan dan jangkauan siaran ini seharusnya mendapatkan dukungan dari pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Buleleng. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan dari segi kebijakan, peralatan maupun dukungan dari segi pendanaan. Masyarakat Buleleng tentu tidak hanya berharap hanya dapat menonton siaran TVRI semata, tapi juga siaran lembaga penyiaran lain yang ada di wilayah Bali Selatan. Khususnya lembaga penyiaran swasta atau siaran lembaga penyiaran lokal berjaringan.
Permasalahannya kemudian adalah mengapa lembaga penyiaran swasta belum membangun stasiun pemancar untuk melayani wilayah Buleleng? Kendala utamanya adalah hingga saat ini Pemkab Buleleng, Pemprov Bali, KPID Bali, Balai Monitor, Diskominfo Bali dan Buleleng hingga saat ini belum menentukan lokasi yang menjadi titik pembangunan pemancar. Lokasi titik pancar untuk Buleleng harus ditetapkan dulu sehingga masyarakat yang ingin merelai siaran televisi memiliki satu arah antenna yang sama. Jangan sampai masyarakat yang menggunakan antena televisi biasa ketika hendak pindah saluran televisi juga harus memindahkan arah antena televisi. Akibat belum adanya lokasi titik pemancar bersama ini juga menyebabkan masyarakat Buleleng belum bisa menikmati siaran lembaga penyiaran lokal yang sudah bersiaran di Buleleng. Ibaratnya “mecarikan nanging mekente”, maksudnya yaitu lembaga penyiaran lokal sudah ada tersedia di Buleleng, tetapi tidak dapat dinikmati oleh masyarakat akibat titik lokasi pancaran tidak sama.
Faktor lain yang menyebabkan lembaga penyiaran lokal berjaringan di wilayah Bali Selatan enggan untuk bersiaran ke Buleleng karena potensi iklan dan pendapatan dipandang masih kecil sehingga tidak menutupi kebutuhan biaya operasional. Selain memang daya layanan dan jangkauan siaran dari Bali selatan tidak sampai ke Bali utara akibat hambatan pegunungan. Justru lembaga penyiaran yang ada di Buleleng berusaha untuk dapat pindah siaran ke Bali Selatan, karena potensi iklannya dipandang lebih menjanjikan.
Hambatan-hambatan yang ada harus segera diselesaikan agar masyarakat Buleleng mendapatkan layanan siaran dan kebutuhan informasinya terpenuhi. Namun keterbatasan akses siaran televisi teresterial di wilayah Buleleng juga dapat dipandang sebagai peluang bagi Pemerintah Kabupaten Buleleng. Peluang tersebut yaitu peluang membangun lembaga penyiaran publik lokal. Dengan lembaga penyiaran publik lokal maka informasi di daerah Buleleng dapat tergali hingga tingkat desa. Pada sisi lain SDM penyiaran yang ada di Buleleng dapat dikembangkan sehingga dapat sejajar dengan yang ada di Bali Selatan ataupun di daerah lainnya di Indonesia.
Solusi lain yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan siaran dari lembaga penyiaran yang ada di Bali yaitu pembentukan peraturan daerah (perda) terkait penyiaran. Banyak hal yang bisa diatur dalam perda tersebut nantinya, mulai dari kewajiban mengenai siaran muatan lokal hingga etika dalam penyiaran adat dan budaya yang ada di Bali. Bahkan dalam perda tersebut bisa juga dimuat terkait penggunaan bahasa Bali dalam siaran, sebagai bentuk kontribusi lembaga penyiaran dalam melestarikan seni dan budaya Bali. Begitu juga dapat dimuat terkait aturan mengenai Nyepi Siaran, sehingga terdapat pedoman dalam pelaksanaan penghentian siaran saat Nyepi. Red dari tulisan I Nengah Muliarta diambil dari Berita Bali
ADUAN PROGRAM KOMISI PENYIARAN INDONESIA
• Nama Stasiun Televisi ANTV
• Nama Program
Garis Tangan The Series
• Waktu Tayang 23.30 WIB
• Isi Aduan
- Bahwa Program Siaran “Garis Tangan The Series” yang ditayangkan oleh stasiun RCTI pada tanggal 26 Maret 2023, memperlihatkan adegan kekerasan secara eksplisit yang dilakukan oleh suami kepada istrinya dengan cara menampar di rumah sakit di depan beberapa orang.
- Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 21 Ayat (1), lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara;
- Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 17, lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau program siaran bermuatan kekerasan;
- Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/)3/2021 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 19 ayat (3), program siaran dilarang memuat pembenaran bagi terjadinya pemerkosaan dan/atau menggambarkan
pemerkosaan sebagai bukan kejahatan serius.
- Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/)3/2021 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 23 ayat (1), program siaran yang memuat adegan kekerasan dilarang menampilkan secara detail peristiwa kekerasan, seperti: tawuran, pengeroyokan, penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutilasi, terorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, dan/atau bunuh diri;
Pojok Apresiasi
kuuhaku
Apresiasi untuk global tv karna telah menayangkan anime kembali yang lebih mendidik dan mempunyaipesan moral di banding sinetron alay