Denpasar - Dalam hal menonton siaran televisi, boleh dibilang masyarakat Bali Utara atau Buleleng lebih maju dibandingkan Bali selatan. Hal ini karena masyarakat Buleleng mengakses siaran televisi melalui akses parabola atau satelit, sedangkan masyarakat Bali Selatan cenderung mengakses siaran televisi teresterial menggunakan antena televisi biasa. 

Walaupun harus diakui terdapat masyarakat di wilayah Bali Selatan ada juga mengakses siaran televisi menggunakan parabola. Akses siaran televisi melalui parabola tentu menjadi sebuah pilihan untuk mendapatkan hiburan ataupun informasi, karena wilayah Buleleng masuk dalam daerah blank spot (daerah diluar jangkauan pancaran gelombang electromagnetik/tidak terjangkau TV terestrial). 

Siaran melalui parabola juga ada pilihannya yaitu siaran berlangganan, dimana pelanggan harus membayar dan siaran free to air (FTA) atau siaran yang dapat diakses tanpa harus membayar alias gratisan. Cukup banyak siaran gratisan melalui parabola yang dapat dinikmati, mulai dari siaran televisi induk jaringan yang berada di Jakarta (atau yang dulu disebut siaran nasional) ataupun siaran luar negeri yang sudah tayang di saluran satelit FTA. Sayangnya siaran melalui parabola tersebut hanya dapat dinikmati kalangan menengah ke atas, sedangkan masyarakat Buleleng pada kalangan bawah sangat berharap mendapatkan siaran televisi teresterial.

Harapan masyarakat Buleleng untuk dapat mengakses siaran televisi teresterial seakan mulai terbuka ketika media memberitakan pertemuan Gubernur Bali I Wayan Koster dengan Menteri Menteri Komunikasi dan Informatika RI Rudiantara yang kebetulan sedang berada di Bali pada Sabtu (12/1) lalu. Dimana Gubernur Bali menyampaikan bahwa warga Buleleng akan segera bisa menikmati siaran televisi tanpa harus menggunakan parabola sebelum pemilu dan yang pertama adalah siaran TVRI. Sedangkan TVRI melalui website tvri.go.id mengklaim bahwa sejak 18 Desember 2018 siaran TVRI sudah dapat dinikmati warga Buleleng, dengn menggunakan antena UHF di channel/saluran 42. 

Hal ini menyusul telah diperbaikinya transmisi TVRI di Kintamani, kabupaten Bangli, sehingga siaran TVRI dapat dinikmati warga Buleleng dengan mudah. Dimana berdasarkan dari hasil uji siaran, masyarakat  wilayah Bengkala, Bungkulan dan Tejakula sudah dapat menikmati siaran TVRI. Apabila dicermati memang harapan Gubernur Bali tidak muluk-muluk, hanya berharap terwujudnya akses tontonan televisi gratis di Buleleng sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi perkembangan-perkembangan sosial yang terjadi khususnya pembangunan yang terjadi di Bali. 

Dengan mendapatkan informasi secara cepat, diharapkan akan mengurangi kesenjangan antara Bali Utara dengan Bali Selatan. Namun apakah benar masyarakat Buleleng pada umumnya ingin mendapatkan siaran televisi gratisan, ataukah sebenarnya masyarakat Buleleng sangat berharap mendapatkan siaran lokal atau konten lokal? Jika hanya berharap siaran gratisan tentu masih bisa didapatkan dari siaran televisi free to air yang juga dapat diakses melalui parabola. Apalagi akses menggunakan parabola akan memberikan sajian gambar yang lebih bagus. 

Apabila masyarakat Buleleng berharap informasi perkembangan di Bali, maka yang sangat dibutuhkan sebenarnya adalah siaran lokal. Siaran lokal tersebut baik berasal dari siaran televisi lokal murni ataupun dari siaran televisi lokal berjaringan. Berbicara terkait siaran lokal, maka di Buleleng sudah terdapat lembaga penyiaran televisi lokal murni dan lembaga televisi lokal berjaringan. Lembaga penyiaran televisi yang telah bersiaran di Buleleng dan telah mengantongi ijin penyelenggaraan penyiaran tetap yaitu Nirwana TV, Citranet, Big TV, Viva Sport, RTV, dan Dewata Citratama TV.

Lembaga-lembaga penyiaran inilah yang harusnya didorong untuk memenuhi kebutuhan siaran lokal masyarakat Buleleng. Mengingat sebagai lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi publik sudah barang tentu memiliki kewajiban untuk memberikan informasi atau siaran lokal yang disiarkan secara gratis. Melalui Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dapat mendorong lembaga penyiaran lokal murni dan lokal berjaringan yang ada di Buleleng untuk memenuhi kebutuhan siaran muatan lokal.

Siaran muatan lokal merupakan kewajiban bagi lembaga penyiaran dan pelaksanaan serta definisi siaran muatan lokal juga sudah sangat jelas. Dalam Pedoman Prilaku Siaran (P3) pada pasal 1 ayat (15) disebutkan bahwa program lokal adalah program siaran dengan muatan lokal yang mencakup program siaran jurnalistik, program siaran faktual, dan program siaran nonfaktual dalam rangka pengembangan potensi daerah setempat serta dikerjakan dan diproduksi oleh sumber daya dan lembaga penyiaran daerah setempat. 

Pada pasal 68 Standar Program Siaran (SPS) ayat (1) menyebutkan Program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk televisi dan paling sedikit 60% (enam puluh per seratus) untuk radio dari seluruh waktu siaran berjaringan per hari. Selanjutnya pada ayat (2) terdapat ketentuan bahwa 30 persen dari siaran lokal harus ditayangkan pada prime time. Lembaga penyiaran secara bertahap juga wajib meningkatkan persentase program siaran lokalnya  hingga 50 persen dari seluruh waktu siaran berjaringan perhari.

Harapan Gubernur Bali agar TVRI khususnya TVRI Bali mengambil peran dalam upaya memberikan layanan siaran bagi masyarakat Buleleng tentu sangat wajar. Pertama karena TVRI merupakan lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi publik dan dana publik melalui APBN. Kedua karena TVRI Bali menjadi satu-satunya lembaga penyiaran publik yang ada di Bali. Ketiga karena TVRI Bali dengan tagline “TV-ne Semeton Bali” harus membuktikan komitmenya bahwa siarannya 50 persen merupakan siaran lokal Bali dan dapat ditonton seluruh masyarakat Bali. 

Permasalahannya kemudian, untuk dapat memberikan layanan siaran hingga seluruh wilayah Buleleng TVRI membutuhkan perbaikan dan peningkatan peralatan pemancar. Upaya TVRI untuk melakukan perbaikan dan perluasan layanan dan jangkauan siaran ini seharusnya mendapatkan dukungan dari pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Buleleng. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan dari segi kebijakan, peralatan maupun dukungan dari segi pendanaan. Masyarakat Buleleng tentu tidak hanya berharap hanya dapat menonton siaran TVRI semata, tapi juga siaran lembaga penyiaran lain yang ada di wilayah Bali Selatan. Khususnya lembaga penyiaran swasta atau siaran lembaga penyiaran lokal berjaringan.

Permasalahannya kemudian adalah mengapa lembaga penyiaran swasta belum membangun stasiun pemancar untuk melayani wilayah Buleleng? Kendala utamanya adalah hingga saat ini Pemkab Buleleng, Pemprov Bali, KPID Bali, Balai Monitor, Diskominfo Bali dan Buleleng hingga saat ini belum menentukan lokasi yang menjadi titik pembangunan pemancar. Lokasi titik pancar untuk Buleleng harus ditetapkan dulu sehingga masyarakat yang ingin merelai siaran televisi memiliki satu arah antenna yang sama. Jangan sampai masyarakat yang menggunakan antena televisi biasa ketika hendak pindah saluran televisi juga harus memindahkan arah antena televisi. Akibat belum adanya lokasi titik pemancar bersama ini juga menyebabkan masyarakat Buleleng belum bisa menikmati siaran lembaga penyiaran lokal yang sudah bersiaran di Buleleng. Ibaratnya “mecarikan nanging mekente”, maksudnya yaitu lembaga penyiaran lokal sudah ada tersedia di Buleleng, tetapi tidak dapat dinikmati oleh masyarakat akibat titik lokasi pancaran tidak sama.

Faktor lain yang menyebabkan lembaga penyiaran lokal berjaringan di wilayah Bali Selatan enggan untuk bersiaran ke Buleleng karena potensi iklan dan pendapatan dipandang masih kecil sehingga tidak menutupi kebutuhan biaya operasional. Selain memang daya layanan dan jangkauan siaran dari Bali selatan tidak sampai ke Bali utara akibat hambatan pegunungan. Justru lembaga penyiaran yang ada di Buleleng berusaha untuk dapat pindah siaran ke Bali Selatan, karena potensi iklannya dipandang lebih menjanjikan.  

Hambatan-hambatan yang ada harus segera diselesaikan agar masyarakat Buleleng mendapatkan layanan siaran dan kebutuhan informasinya terpenuhi. Namun keterbatasan akses siaran televisi teresterial di wilayah Buleleng juga dapat dipandang sebagai peluang bagi Pemerintah Kabupaten Buleleng. Peluang tersebut yaitu peluang membangun lembaga penyiaran publik lokal. Dengan lembaga penyiaran publik lokal maka informasi di daerah Buleleng dapat tergali hingga tingkat desa. Pada sisi lain SDM penyiaran yang ada di Buleleng dapat dikembangkan sehingga dapat sejajar dengan yang ada di Bali Selatan ataupun di daerah lainnya di Indonesia.

Solusi lain yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan siaran dari lembaga penyiaran yang ada di Bali yaitu pembentukan peraturan daerah (perda) terkait penyiaran. Banyak hal yang bisa diatur dalam perda tersebut nantinya, mulai dari kewajiban mengenai siaran muatan lokal hingga etika dalam penyiaran adat dan budaya yang ada di Bali. Bahkan dalam perda tersebut bisa juga dimuat terkait penggunaan bahasa Bali dalam siaran, sebagai bentuk kontribusi lembaga penyiaran dalam melestarikan seni dan budaya Bali. Begitu juga dapat dimuat terkait aturan mengenai Nyepi Siaran, sehingga terdapat pedoman dalam pelaksanaan penghentian siaran saat Nyepi. Red dari tulisan I Nengah Muliarta diambil dari Berita Bali

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.