Jakarta – Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Penyiaran Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Jawa Tengah, berkunjung ke Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Rabu (24/4/2019). Kunjungan tersebut dalam rangka mengenal dan mengetahui lebih dekat tugas dan fungsi lembaga yang dibentuk atas amanat Undang-undang Penyiaran No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. 

Di awal pertemuan, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, menjelaskan kepada para mahasiswa tersebut bagaimana KPI bekerja. “KPI tugasnya bekerja setelah atau pasca tayang artinya ketika sebelum tayang bukan menjadi kewenangan kami. KPI bekerja berdasarkan Undang-undang Penyiaran dan dari UU itu ada turunan peraturan yakni P3 dan SPS yang menjadi pedomanan KPI dalam mengawasi isi siaran,” katanya.

Ubaid juga menyampaikan ke mahasiswa tentang program riset indeks kualitas program siaran televisi. Program riset ini untuk menjadi pembanding lembaga rating yang sudah ada. “Kami melihat siaran televisi dari kualitasnya. Ini berbeda dengan yang dilakukan Nielsen yang fokus pada kuatitas. Kami juga meniliti pola menonton masyarakat di setiap daerah karena setiap daerah tentu ada perbedaan,” jelasnya.

Dalam Pemilu lalu, tambah Ubaid, KPI membuat gugus tugas bersama dengan KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers. Dalam gugus tugas itu, KPI fokus pada pengawasan media penyiaran. “Kami juga sering melakukan MoU dengan berbagai lembaga demi mendorong kualitas siaran serta mengedukasi masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, menjelaskan tentang kepemilikan frekuensi siaran. Menurutnya, frekuensi merupakan milik publik dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan kelompok atau pribadi. “KPI Pusat mengawasi 16 televisi berjaringan, 6 televisi berlangganan dan puluhan radio,” tambahnya.

Mayong juga menjelaskan untuk pengawasan sosial media, youtube, netflix dan media streaming bukan menjadi kewenangan KPI. “Pengawasan media sosial itu semua diatur oleh kementerian kominfo,” tuturnya.

Pada saat tanyajawab, sebagian mahasiswa masih mempertanyakan tentang siapa yang melakukan sensor terhadap tayangan televisi. Namun yang paling banyak mereka sampaikan yakni harapan agar tayangan televisi tidak hanya menghibur tapi juga mengandung nilai edukasi. “Kami berharap tayangan tidak hanya sekedar memberi hiburan tapi juga unsur edukasinya dipikirkan,” kata Diaz Ningrum, salah satu mahasiswa IAIN Salatiga. 

Menutup pertemuan, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, menegaskan bahwa KPI tidak melakukan sensor teradap sebuah tayangan. KPI bertindak pada saat pasca tayang. “Yang memiliki kewenangan sensor adalah LSF dan masing lembaga penyiaran. Setelah tayang barulah KPI berjalan jika ada pelanggaran,” tandasnya. ***

 

Komisioner KPI Pusat berfoto bersama dengan jajaran pimpinan My TV usai audiensi di Kantor KPI Pusat, Rabu (24/4/2019).

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyambut baik hadirnya My TV (Mayapada Televisi) sebagai televisi berjaringan yang memiliki segmen khusus bagi perempuan. KPI berharap kehadiran My TV sebagai televisi perempuan di Indonesia dapat menjadi inspirasi dan informasi yang positif bagi kaum perempuan di tanah air.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini mengatakan, My TV harus konsisten menyalurkan aspirasi perempuan melalui siarannya. “My TV harus memiliki perspektif perempuan dalam konten siarannya dengan juga mengangkat tema acara yang masih jarang di angkat soal perempuan seperti kesehatan, pendidikan dan lainnya,” katanya seraya mengucapkan selamat atas mengudaranya My TV sebagai televisi perempuan pertama di Indonesia,

Namun, Dewi mengingatkan My TV untuk selalu menjadikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 sebagai acuan sebelum menayangkan program acara. “Semoga My TV bisa berkontribusi pada Anugerah KPI untuk tayangan peduli perempuan,” harapnya.

Masukan yang sama turut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin. Menurut dia, pemahaman mengenai pedoman siaran KPI atau P3SPS harus diberikan pada seluruh crew My TV. Pedomana ini akan menjad acuan tim My TV, baik itu sebelum produksi maupun saat menyiarkan. “Kalo dapat karyawan My TV ikut Sekolah P3SPS KPI,” kata Rahmat.

Dalam kesempatan itu, Rahmat mengingatkan My TV agar tak ikut masuk dalam ranah politik atau politik praktisi karena frekuensi yang digunakan merupakan milik publik. Menurutnya, siaran setiap lembaga penyiaran termasuk My TV harus berpijak pada isi dalam pembukaan UUD 1945 yakni ikut mencerdaskan bangsa. “Karena televisi merupakan bagian dari upaya untuk mengedukasi masyarakat,” tegasnya.

Sementara, Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, menjelaskan bagaimana isu perempuan yang sering disuarakan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Menurutnya, Eropa dan Amerika Serikat memberi penghargaan tinggi terhadap perempuan. Sayangnya, di negara berkembang masih belum. “Di Indonesia isu ini belum terlalu terangkat karenanya media punya peran penting dalam kesetaraan gander salah satunya melalui sosialisasi di televisi,” papar Agung. 

Managing Director My TV, Diana Airin, di awal pertemuan menjelaskan hadirnya My TV sebagai televisi perempuan berangkat dari minimnya informasi dan siaran soal perempuan di TV. “Televisi perempuan masih sedikit di Indonesia. Langkah yang kami lakukan ini banyak mendapat apresiasi. Kami merangkul semua kalangan wanita harapannya perempuan Indonesia dapat diberdayakan dan memberi inspirasi,”tandasnya.

Direktur Konten My TV, Buyung menambahkan, yang membedakan My TV dengan televisi lain adalah semua tayangan difokuskan pada perempuan, mulai dari pagi hingga malam. Dia menyebutkan, ada beberapa program acara unggulan seperti serial Tiger Mom yang berasal dari Taiwan. “My TV juga bekerjasama dengan sineas indonesia dalam membuat film,” katanya.

Sementara itu, Pemimpin Redaksi My TV, Zami menjelaskan, pemirsa perempuan dalam menyikapi pemberitaan tidak jauh beda dengan pria, yang membedakan harus lebih konkret dalam program newsnya. “Kami ada 3 program berita setiap hari. Ditekankan ke sisi perempuan namun dalam proses pengambilan gambar tetap sama dan pengemasannya disesuaikan dengan segmentasi perempuan,” paparnya. 

Dalam audiensi itu, turut hadir Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis dan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono. ***

 

Menyikapi beredarnya pemberitaan tentang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memerintahkan penghentian siaran hitung cepat (quick count) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, KPI perlu memberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Perintah penghentian siaran hitung cepat dan klaim kemenangan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, dilakukan KPI Pusat pada Pemilihan Presiden lima tahun lalu, yakni tahun 2014.

2. Beberapa hal yang dijadikan pertimbangan atas keputusan tersebut adalah munculnya hasil hitung cepat yang berbeda secara signifikan di beberapa lembaga penyiaran sehingga berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Lebih lengkap tentang keputusan tersebut dapat melihat pada website KPI http://kpi.go.id/index.php/id/edaran-dan-sanksi/32201-penghentian-sementara-penyiaran-quick-count-real-count-dan-klaim-kemenangan-di-lembaga-penyiaran.

3. Pada Pemilihan Umum tahun 2019, KPI tidak pernah memerintahkan lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio, untuk menghentikan siaran hitung cepat.

4. Pada Pemilu 2019, KPI sudah mengeluarkan surat edaran nomor 1 tahun 2019 tentang Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum tahun 2019 di Lembaga Penyiaran, yang menjadi rambu-rambu bagi lembaga penyiaran melakukan siaran pemilu. Di antaranya mengatur publikasi hitung cepat hanya boleh disiarkan dua jam setelah ditutupnya Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah Indonesia bagian barat.

5. Dalam aktivitas pemantauan KPI terhadap proses Pemilhan Umum hingga hari tenang, hari pemungutan suara dan setelahnya, KPI senantiasa memberikan arahan pada lembaga penyiaran dalam mejaga situasi tetap kondusif di tengah masyarakat. Di antaranya dengan meminta lembaga penyiaran untuk mulai menyiarkan real count, tidak terlalu fokus menjadikan data hasil hitung cepat Pilpres sebagai berita utama, serta meminta lembaga penyiaran juga mengawasi proses penghitungan suara untuk Pemilihan Legislatif baik itu DPR Pusat, DPRD tingkat I dan II serta DPD RI. KPI juga meminta lembaga penyiaran menjaga newsroom agar dalam pengelolaan pemberitaan mampu menghadirkan pembicaraan yang menyejukkan.  Berita tentang hal tersebut dapat dilihat pada:

a. http://kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/35087-siaran-pers-jaga-suasana-kondusif-usai-pemilu-kpi-minta-tv-dan-radio-siarkan-real-count-kpu

b. http://kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/35085-kpi-ada-proses-lain-yang-juga-penting-lembaga-penyiaran-jangan-hanya-fokus-siarkan-hasil-hitung-cepat-pilpres

c. http://kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/35083-apresiasi-kepatuhan-lp-siarkan-hitung-cepat-kpi-minta-batasi-klaim-kemenangan-sepihak

6. Sebagai bentuk transparansi dan pertanggungjawaban publik, setiap kebijakan KPI senantiasa disampaikan melalui situs KPI yang beralamat www.kpi.go.id dan beberapa akun media sosial KPI. Publik diharapkan untuk senantiasa dapat melakukan verifikasi atas setiap informasi yang muncul tentang KPI melalui saluran resmi lembaga negara ini.

Jakarta, 19 April 2019
HUMAS KPI PUSAT

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menerima kunjungan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Rakyat Bangladesh di Kantor KPI Pusat, Jalan Djuanda, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019). Kunjungan tersebut diterima langsung Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah dan Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang.

Di awal pertemuan, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menjelaskan tugas, fungsi dan kewenangan KPI berdasarkan Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. “Kami mengawasi siaran lembaga penyiaran seperti televisi, radio, dan lembaga penyiaran berlangganan. Lembaga ini juga ada di setiap provinsi dengan nama Komisi Penyiaran Indonesia Daerah atau KPID,” katanya kepada rombongan dari Kementerian Kominfo Bangladesh.

Dalam mengawasi lembaga penyiaran, lanjut Andre, panggilan akrabnya, KPI menggunakan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran atau P3SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan. “Kami bekerja berdasarkan UU Penyiaran dan P3SPS tersebut,” katanya.

Sementara itu, Direktor General Kementerian Kominfo Republik Rakyat Bangladesh, Md. Zakir Hossain, menyampaikan apresiasi dan terimakasih atas sambutan KPI atas kunjungan rombongannya. Dalam kesempatan itu, dia menanyakan perkembangan penyiaran dan media baru di Indonesia. “Apakah KPI melakukan pengawasan terhadap media sosial dan internet,” tanya Zakir.

Terkait pertanyaan tersebut, Yuliandre menjawab pengawasan di media sosial dan internet bukan menjadi wewenang KPI. Menurutnya, KPI lebih berkonsentrasi pada pengawasan frekuensi publik. ***

 

SIARAN PERS:

Jaga Suasana Kondusif Usai Pemilu, KPI Minta TV dan Radio Siarkan “Real Count” KPU

 

Ketua KPI Pusat: Yuliandre Darwis

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran mulai mengawal proses perhitungan suara real count yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mengenai hal itu, lembaga penyiaran diminta memberikan edukasi kepada masyarakat akan kemungkinan terjadinya perbedaan di masa perubahan penghitungan suara dari hitung cepat (quick count) dengan real count yang memerlukan waktu.

Demikian disampaikan Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis usai berdialog dengan jajaran pimpinan redaksi dari sejumlah lembaga penyiaran di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/4).

Yuliandre juga mengingatkan pentingnya kapabilitas newsroom dalam mengelola pemberitaan di lembaga penyiaran. “Di antaranya dalam hal pemilihan nara sumber yang tepat dan tidak provokatif, membekali pembawa acara dengan kemampuan mengarahkan pembicaraan menjadi menyejukkan,” ujarnya.

Disinggung pula dalam diskusi tersebut upaya redaksi untuk memilih gambar yang tepat dan sesuai, tidak asal mengulang-ulang liputan sehingga dapat menimbulkan persepsi yang keliru pada para pendengar dan pemirsa. “Termasuk memutuskan sebuah peristiwa perlu diliput secara langsung atau tidak agar redaksi punya cukup waktu untuk memikirkan dampak pemberitaan.”

Saat ini, konten lembaga penyiaran seputar Pemilihan Umum tengah menjadi sorotan publik. Hal ini menurut Yuliandre sangat wajar, mengingat kepercayaan publik terhadap lembaga penyiaran masih lebih tinggi dibandingkan dengan media sosial. Karenanya tuntutan terhadap lembaga penyiaran untuk menghadirkan konten yang valid dan dapat dipercaya menjadi sangat tinggi. Dengan mengawal perhitungan suara real count dari KPU, diharapkan hak publik untuk mendapatkan informasi kepemiluan yang valid dari  penyelenggara pemilu dapat dipenuhi, sekaligus untuk menghindarkan masyarakat dari kesalahan persepsi.

KPI mengingatkan kembali fungsi perekat sosial yang diemban lembaga penyiaran harus dikedepankan pada momentum politik sekarang.  “Lembaga penyiaran, selain harus mengoptimalkan fungsi perekat sosial, juga ikut melakukan kontrol sosial atas proses pemilu ini,” ujar Yuliandre.

Harap diingat, Lembaga Penyiaran harus juga memberikan perhatian kepada proses penghitungan suara Pemilihan Legislatif yang akan menghasilkan wakil-wakil rakyat di parlemen.

Pemilu ini bukan sekadar mendapatkan puncak pimpinan bangsa di tataran eksekutif, yakni Presiden dan Wakil Presiden, namun juga menentukan wakil-wakil rakyat di tataran legislatif. Jangan sampai lembaga penyiaran abai mengawal proses penghitungan suara untuk pemilu legislatif, padahal kita tahu potensi    pelanggaran juga tinggi di sana. “Saatnya lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio, menunjukkan perannya menjaga ikatan kesatuan bagi sesama anak bangsa, dengan menghadirkan konten siaran kepemiluan yang damai dan menyejukkan,” kata Yuliandre mengakhiri perbincangan.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.