Rembang – Dari jumlah 282 stasiun radio di provinsi Jawa Tengah, ternyata masih banyak yang kondisinya tidak sehat.

Dini Inayati, seorang komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah mengatakan radio-radio yang dikelola oleh group tertentu, hingga saat ini relatif mampu bertahan. Tapi radio yang berdiri sendiri cenderung tidak sehat, jumlahnya berkisar 70 an stasiun.

Ia mencermati ada sejumlah sebab, diantaranya manajemen masih setengah hati dalam mengelola, kemudian sumber daya manusia (SDM) kurang memiliki kapasitas, diperparah turunnya agenci iklan yang tertarik memasang iklan di radio.

“Memang iklan di radio dari agneci menurun drastis. Kemungkinan ini karena konsumsi masyarakat terhadap radio berkurang. Kalau radio yang dikelola group tertentu, saya kira mereka masih mampu bertahan. Meski dari sisi conten siarannya, banyak pelanggaran. Lha yang nyaris colaps ini, radio yang dikelola sendiri, tanpa ada group, “ ungkapnya.

Dini menimpali pihaknya melakukan sejumlah upaya, untuk menekan masalah tersebut. Diantaranya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, kemudian membuat forum diskusi untuk menularkan ilmu, antara pengelola radio yang sehat dengan radio yang tidak sehat. Selain itu, KPID juga ingin menggelar survei radio, sekaligus rating program siaran. Ia berharap akan muncul data valid, untuk merangsang ketertarikan agenci iklan maupun memicu semangat pengelola TV dan radio lokal.

“Pelaku usaha radio-radio yang bagus kita datangkan, terus mereka berikan cerita suksesnya kepada radio lain. Kita juga pengin survey, seperti lembaga Ac Nielsen, karena banyak yang kesulitan menjual program, akibat minimnya survei. Dengan survei itu, agenci iklan punya pegangan data. Begitu juga pelaku media, akan berlomba-lomba membuat program yang diminati dan dibutuhkan masyarakat, “ imbuhnya.

Dini mengingatkan media-media lokal mesti mengikuti pergeseran selera pasar, sekaligus perkembangan zaman saat ini. Termasuk mengoptimalkan penggarapan media sosial, agar tidak semakin ditinggalkan masyarakat. Red dari r2brembang

 

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, saat menyampaikan materi tentang “Program Jurnalistik dan Kekerasan dalam Kacamata P3SPS” di Sekolah P3SPS yang diselenggarakan KPID Sumut di Medan, 26-27 April 2019.

Medan - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumatera Utara menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Sekolah P3SPS Angkatan III, di Medan, 26-27 April 2019 lalu. Sekolah yang berlangsung di Aula Kantor KPID Sumut menghadirkan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini sebagai pemateri utama.

Ketua KPID Sumut, Parulian Tampubolon saat membuka kegiatan bimtek mengatakan, sekolah ini guna memberikan bimbingan teknis kepada lembaga penyiaran untuk memewujudkan konten-konten program televisi dan radio yang berkualitas. 

“Kami ingin memberi pemahaman tentang P3 dan SPS kepada Lembaga penyiaran, memberikan perlindungan pada publik, serta menegaskan tugas KPI sebagai regulator yang mengawasi dan mengawal lembaga penyiaran,” katanya. 

Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, saat menyampaikan materi tentang “Program Jurnalistik dan Kekerasan dalam Kacamata P3SPS” menjelaskan setiap produk jurnalistik di lembaga penyiaran harus tunduk pada UU Penyiaran serta P3 dan SPS KPI. 

Dia juga menekankan pentingnya menggunakan teknik pembuatan jurnalistik 5W+1H agar hasil karya jurnalistik yang akan disampaikan ke publik memiliki kualitas yang baik. “Bila pers atau wartawan mengambil informasi dan menyiarakan berita tanpa tahu dari mana sumber atau tanpa mencari sumber dan klarifikasi maka tidak ada beda antara pers dan sosial media,” kata Mayong. 

Mayong mengingatkan tentang kode etik jurnalistik dan setiap jurnaslis dalam penyampaian berita atau informasi harus independen, akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk serta profesional. 

“Lembaga penyiaran haruslah membuat produk-produk jurnalistik yang memiliki kualitas baik yang berasal dari sumber dan bisa dipertanggung jawabkan sesuai yang termaktub di Undang-undang Pers nomor 40,” kata Mayong. 

Sementara itu, Ketua KPID Sumut saat memberi materi tentang “Filosofi dan Sistem Penyiaran Indonesia” menjelaskan bahwa frekuensi merupakan sumber daya alam terbatas yang digunakan oleh Lembaga penyiaran. Frekuensi dikatakan penting karena yang digunakan oleh lembaga penyiaran dapat berdampak negatif atau positif. 

“Bila bicara frekuensi di Lembaga penyiaran berarti bicara tentang informasi atau siaran yang akan diterima oleh masyarakat. Artinya, masyarakat harus menerima informasi yang baik, berkualitas dan mendidik. Terkait ini, kewenangan KPI adalah mengontrol lembaga penyiaran agar tak hanya memikirkan bisnis tapi juga bicara tentang konten isi siaran yang berkualitas dan bermartabat,” jelas Parulian. ***

 

 

 

 

 

  

 

Palu - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tengah, Harry Azis, menekankan seluruh industri pertelevisian di Sulteng perlu mendorong penayangan 10 persen konten lokal.

“Ini hasil kesepakatan KPI dengan lembaga dibidang penyiaran memajukan kuota 10 persen tayangan lokal dari selurh jam tayang televisi nasional,” katanya dalam Rapat Kerja Daerah KPID Sulteng, di salah satu hotel di Kota Palu, Rabu (25/4/2019).

Hal ini dimaksudkan membuka ruang bagi masyarakat serta pemerintah Provinsi Sulteng untuk mempublikasikan tentang daerah Sulteng dan kebijakan pemerintah.

Namun untuk memasukan 10 persen tayangan konten lokal, Harry mengungkapkan masih menemui kendala. Salah satunya, tingginya biaya produksi. Akibatnya, konten lokal yang sudah tayang, ditayangkan kembali secara berulang kali.

“Kedepan harus ada sinkronisasi antara kebijakan nasional dan daerah dalam penayangan konten lokal. Sehingga tidak hanya itu-itu saja yang ditayangkan,” jelasnya.

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Ekonomi Pembangunan dan Kesra, Mohammad Nizam mengatakan penayangan kontel lokal merupakan kewajiban yang harus dipatuhi. Sebab, penayangan itu dinilai penting mempublikasikan tentang segala potensi Sulteng serta kebijakan pemerintah daerah.

“Kententuan itu harus dijalankan, sehingga tidak sekadar menggugurkan kewajiban saja,” katanya.

Maka dari itu, Nizam meminta kepada KPID Sulteng untuk mengawasi dan mengontrol perkembangan penayangan kontel lokal di segala pertelevisian Sulteng, baik itu swasta maupun negeri.

“Industru penyiaran juga turun bertanggung jawab dengan penayanangan konten lokal,” pintanya. Red dari Sultengraya

 

Finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 saat mengujungi ruang pemantauan isi siaran di Kantor KPI Pusat, Jumat (26/4/2019).

Jakarta – Finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 ternyata memiliki pandangan kritis terhadap tayangan televisi. Mereka menilai masih ada tayangan yang belum sesuai harapan dan berdampak kurang baik.  

“Banyak film animasi anak yang tidak berbobot. Kadang membuat pikiran anak menjadi lain,” kata Ela salah satu finalis Putri Muslimah Indonesia saat berkunjung ke Kantor KPI Pusat, Jumat (25/4/2019).  

Selain itu, banyak pula tayangan yang menampilkan gimik-gimik negatif yang berefek kurang baik terhadap penonton. “Bagaimana cara KPI menanggapi tayangan gimik-gimik negatif ini,” kata Dea dari Aceh Utara.

Tak hanya itu, beberapa finalis acara Putri Muslimah Indonesia yang ditayangkan Indosiar menilai acara di layar kaca sekarang hanya fokus pada rating. Akibatnya, mereka tak memperhatikan unsur kualitasnya. “Bagaimana KPI menyikapi rating ini,” tanya Ela salah finalis kepada Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano dan Ubaidillah yang menerima langsung kedatangan mereka.

Menanggapi peryataan dan pertanyaan dari finalis Putri Muslimah Indonsia 2019, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, televisi memang lebih fokus pada rating ketika melihat tayangan karena jumlah penonton jadi patokan dalam memproduksi tayangan. 

“Kenyataan secara kualitas memang kurang. Oleh karena itu, kami juga melakukan pembinaan serta meliterasi masyarakat agar melihat tayangan yang berkualitas. Kami punya penghargaan untuk acara berkualitas namun jumlah penonton pemenangnya masih sedikit,” kata Hardly ke finalis yang rata-rata masih menjadi mahasiswi di sejumlah perguruan tinggi.

Menurut Hardly, KPI sangat terbuka bagi masyarakat yang meminta pihaknya untuk melakukan literasi media di manapun. “Gimik itu umum dan hal itu banyak ditemukan di tayangan agar menarik minat menonton. Namun yang harus ingat adalah aturan siaran yang ada di P3SPS KPI. Contoh acara dangdut di Indosiar juga menggunakan gimik tapi kami mendorong agar memperhatikan pakaian peserta serta pengambilan gambarnya,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Hardly berharap finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 bisa menjadi wakil KPI sebagai duta penyiaran dan menjadi influencer yang positif melalui seluruh media yang ada. “Dengan pertemuan ini diharapkan peserta dapat informatif, kritis, serta ikut berpartisipasi dalam menciptakan dan mengawal penyiaran,” pintanya. 

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, mengapreasiasi kedatangan para peserta Putri Muslimah Indonesia 2019. Menurutnya, informasi yang diperoleh mengenai KPI dan regulasi yang terkait penyiaran akan memberi wawasan dan pandangan baru bagaimana dinamika penyiaran di Indonesia. 

Ubaidillah juga meluruskan terkait masih banyak masyarakat yang salah mengadukan tayangan media sosial ke KPI karena pengawasan dan kewenangan itu ada di lembaga lain yakni Kementerian Kominfo. “Kami tentu berharap ke depannya KPI juga akan dapat memgawasi hal tersebut,” katanya.

Reseach Division Indosiar, Ekin Gabriel mengatakan, kunjungan Finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 ke KPI Pusat untuk memberi pembekalan tentang penyiaran dan regulasi terkait. “”Kami mengadakan acara ini tidak hanya sekedar berlomba tapi ada sesi lain seperti kunjungan ke KPI. Kami ingin mereka mengenal KPI dan paham ketika masuk ke industry media,” katanya. ***

 

Tanjung Pinang - Puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tanjungpinang-Bintan mengikuti sosialisasi TV Digital di Hotel Aston, Kamis (25/4/2019).

Sosialisasi TV Digital yang diselenggarakan Kementerian Kominfo RI dibuka oleh Sekda Prov. Kepri, Arief Fadillah. Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber antara lain Prof. Ramli, Dirjen Penyiaran Kominfo RI, Yoshihiro Sakura (Japan Internasional Cooperation Agency), Hengky Mohari (Ketua KPID Kepri), Deddy Rismanto, Vice GM Corporate Secretary Kompas TV dan dipandu oleh moderator Agus Santika dari RRI Tanjungpinang.

Menurut Arief, pihaknya sangat mendukung sosialisasi tentang TV Digital di Kepri. Hal iniagar masyarakat di Kepri dapat memahami apa dan pentingnya televisi digital di Indonesia. “Kami sangat apresiasi dengan kegiatan di Ibu Kota Tanjungpinang ini,” katanya.

Sementara itu, Dirjen Penyiaran Kominfo RI Prof. Ramli menyatakan, kemajuan informasi teknologi harus diimbangi dengan sosialisasi khususnya tentang penerapan atau migrasi TV analog ke digital. “Perangkat-perangkat teknologi harus didukung karena adanya tuntutan zaman,” katanya.

Sementara itu, sejumlah mahasiswa terlihat antusias mendengarkan pemaparan para narasumber. Kegiatan Kominfo yang baru pertama kali ini juga tampak hadir sejumlah Komisioner KPID Kepri. Red dari berbagai sumber

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.