Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, di acara ATVSI. (Foto-foto by KPI/Agung Rahmadiansyah)
Jakarta - Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menggelar pertemuan dengan Dirjen PPI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Senin (16/4/2018). Pertemuan yang dimulai jam 13.00 WIB ini membahas tentang masukan ATVSI untuk revisi Peraturan Dirjen PPI No. 22 Tahun 2016, bertempat di Board Room-Financial Club, Graha Niaga Lt. 27, Jl. Jend. Sudirman, Jakarta Selatan.
Dalam pertemuan tersebut, ATVSI memaparkan dua prinsip dasar revisi. Pertama adalah, memperbaiki kekurangan atau kelemahan dari Peraturan Dirjen No. 2 Tahun 2016. Kedua, membuat peraturan Dirjen baru yang sederhana, efisien, efektif, mudah dalam penerapannya.
Menanggapi hal tersebut, Geryantika, Direktur Penyiaran Kominfo, mengatakan bahwa proses perizinan memang perlu percepatan, hal ini disesuaikan dengan arahan Presiden. "Proses perizinan perlu di percepat, biar investasi tidak terganggu," ujarnya.
Agung Suprio, Komisioner KPI Pusat menilai masukan ini ideal. "KPI mendukung masukan dari ATVSI juga apa yang disampaikan oleh Kominfo. Semuanya ideal, asalkan tidak bertabrakan dengan peraturan perundang-undangan yang lain," tegas pria yang akrab disapa Agung ini. ***
Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, ketika menjadi narasumber acara Media Gathering dan Penyamaan Persepsi yang diselenggarakan Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) di Sentul, Bogor, Sabtu (14/4/2018).
Bogor – Lembaga penyiaran diminta tidak menonjolkan fenomena atau fakta tentang ujaran kebencian dan isu SARA khususnya dalam konteks kontestasi politik. Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, ketika menjadi narasumber acara Media Gathering dan Penyamaan Persepsi yang diselenggarakan Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) di Sentul, Bogor, Sabtu (14/4/2018).
Menurut Hardly, yang harus dilakukan lembaga penyiaran ketika banyak beredar informasi mengenai hal itu adalah melakukan negasi jika hal itu merupakan sesuatu yang negatif. “Lembaga penyiaran, baik televisi maupun radio, harus mampu menempatkan posisi sebagai sumber rujukan informasi yang valid dan berkualitas bagi seluruh masyarakat,” katanya di depan puluhan wartawan yang hadir.
Dengan adanya berbagai rambu dalam memproduksi program siaran, lanjut Hardly, seharusnya tidak ada lagi tempat bagi tampilnya hoax, ujaran kebencian maupun isu SARA melalui media penyiaran.
Hardly mengatakan, ada tiga hal yang menjadi dasar ketika berbicara Pemilu. Pertama, bagaimana penyiaran membangun demokrasi dengan sehat," katanya. Kedua, membangun kondusifitas dengan informasi yang berkualitas dan valid. "Bukan berujaran kekerasaan dan kebencian," ucapnya.
Kemudian, Ketiga, kohesifitas media informasi pendidikan yang menjadi perekat sosial. Dalam kesempatan itu, Ia berharap kepada para pekerja media tetap melakukan verifikasi. "Kita berharap media memberikan sisi ketepatan berita dan pemanfaatan berita," paparnya. ***
Paris - Prancis telah lama berjuang untuk menahan gelombang masuknya bahasa Inggris yang membanjiri bahasa Molière. Tetapi sebuah petisi yang menyerukan program televisi untuk disiarkan dalam bahasa Inggris dengan subtitel mendapat dukungan dengan cepat dari berbagai pihak.
Petisi tersebut diluncurkan oleh Delphine Tabaries-Poncet, seorang guru bahasa di kota selatan Béziers yang khawatir bahwa bahasa Inggris muridnya yang tidak sempurna dapat menghambat masa depannya.
Dia menyadari nilai penting dari serial TV dan film dalam bahasa Inggris ketika seorang anak laki-laki Rumania berusia 15 tahun di sekolahnya, dapat berbicara bahasa Inggris jauh lebih baik daripada teman-teman sekelasnya.
Dia telah mencapai kelancaran berbahasa Inggris yang didapat dengan menonton televisi. Rumania sering menyiarkan film dan seri dalam bahasa Inggris. "Dia berbicara dengan sangat baik sehingga yang lain tidak bisa mengikutinya," katanya, awal Maret 2018.
Delphine prihatin bahwa kegagalan banyak anak sekolah Prancis untuk menguasai lingua franca global menghambat prospek karier mereka. Delphine sekarang mendesak Presiden Emmanuel Macron untuk mengambil tindakan untuk memasukkan lebih banyak bahasa Inggris ke penyiaran Prancis.
Permohonannya untuk menghentikan program-program bahasa Inggris dalam bahasa Prancis telah memperoleh ribuan tanda tangan hanya dalam beberapa hari.
Tetapi pasti akan memancing kontroversi di sebuah negara yang mencoba menangkis “invasi budaya Anglo-Saxon” dengan memberlakukan kuota untuk lagu-lagu Prancis yang diputar di radio dan film-film Prancis yang diputar di bioskop-bioskop.
Alex Martin, 55, seorang insinyur, berkata “Mengapa kita harus dipaksa menonton program dalam bahasa Inggris? Terlalu banyak orang yang sudah menggunakan kata-kata bahasa Inggris. Kami harus membela bahasa kami, dengan tidak membiarkan lebih banyak bahasa Inggris berada di Perancis.” Sumber dari https://www.telegraph.co.uk
Jakarta - Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) memasuki angkatan XXVIII. Setelah pendaftaran dibuka pada 09 April 2018, lebih dari 40 orang yang mendaftarkan diri hingga ditutupnya masa pendaftaran pada 12 April 2018. Peserta Sekolah P3SPS adalah praktisi lembaga penyiaran, mahasiswa dan masyarakat umum. Pelaksanaan program yang bertujuan untuk mengembangkan soft skill dan profesionalitas praktisi penyiaran ini tidak memungut biaya apapun. Penyelenggaraannya ditanggung oleh APBN.
Panitia mengumumkan peserta Sekolah P3SPS angkatan XXVIII yang dilaksanakan pada Selasa-Kamis, 17 - 19 April 2018. Kepada peserta yang lolos, diharapkan kedatangannya di Ruang Rapat KPI Pusat lantai 2 Jalan Ir. H. Juanda No. 36 pada pukul 08.30 dan membawa foto ukuran 3x4, dua lembar (satu lembar ditempel di sertifikat, 1 lembar untuk arsip).
Adapun peserta Sekolah P3SPS angkatan XXVIII adalah:
Nopri naldi (KPID Riau) Bayu Murti Krisdianto (I News Tv Biro Bandung) Gita Aziza (UHAMKA) Rizka Dwi Putri Mawardah (Mahasiswa) Nusrat Begum (Mahasiswa) Anita Sundari (Mahasiswa) Dia Elsyah (Masyarakat) Marissa Noverina Hidayat (Mahasiswa) Anastasia Kristi Damayanti (METRO TV) Imamah (Mahasiswa) Hilda Rachmawati (Metro TV) Achmad Faizal (Indosiar) Rizman Gumilang (Masyarakat) Airlangga Segoro Banyubiru (Mahasiswa) Muhammad Hasan Al Mahdi (Mahasiswa) Izzatinnisa Tanjung (RTV) Budi Satria Wibawa (RTV) Aprino Khotib (METRO TV) Abdul Rozak (Trans7) Rini Dwi Pertiwi (Trans7) Ega Ganjar Prayoga (Trans TV) Resdianto Eko Prasetio (Trans TV) Mochamad Achir (SCTV) Rino Azhar (MNC TV) Adhitia Purapratama (MNC TV) Iqbal Syadzali (iNewsTV) Nofiyanti Tambunan (iNewsTV) Rizki Nadiari (RCTI) Muhammad Yusuf (TVRI) Nuzuar Hasmedi (Transvision)
Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, didampingi Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah dan Dewi Setyarini,melakukan pertemuan formal dengan Pengurus Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) di Kantor KPI Pusat, Kamis (12/4/218).
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Pengurus Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) melakukan pertemuan formal di Kantor KPI Pusat, Kamis (12/4/218). Pertemuan tersebut dimanfaatkan ATVLI untuk menyampaikan sikapnya terkait surat edaran yang dikeluarkan KPI Pusat terkait aturan siaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018, beberapa waktu lalu.
Sebelum ATVLI menyampaikan tanggapan dan masukan, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, didampingi Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah dan Dewi Setyarini, mengatakan pertemuan ini untuk menjawab surat dari ATVLI terkait sikap mereka terhadap surat edaran KPI Pusat. Menurut Hardly, ketimbang dijawab dengan surat pertemuan secara langsung dapat menemukan konteks dan substansi yang diinginkan.
Ketua Umum ATVLI, Santoso menyatakan, pihaknya menghormati ketentuan-ketentuan surat edaran yang dikeluarkan KPI juga peraturan yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang aturan kampanye di media. Namun, secara khususnya ATVLI menilai KPI Pusat belum maksimal melibatkan stakeholder penyiaran termasuk masyarakat dalam membuat aturan terkait Pilkada 2018. “Kami merasa tidak dilibatkan dalam hal ini,” katanya.
Jimmy Silalahi, Sekjen ATVLI, menambahkan agar ketentuan KPI terkait Pilkada 2018 tetap menjunjung tinggi spirit kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat, dan nilai-nilai edukasi masyarakat terkait Pilkada. Menurutnya, media adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab apabila masyarakat kurang teredukasi dan memahami terkait kontestan Pilkada, yang berpotensi menurunkan minta mereka untuk terlibat dalam pesta demokrasi tersebut
“Ketentuan yang dibuat KPI terkait aturan Pilkada 2018 sebaiknya mempertimbangkan nilai-nilai kearifan lokal dan keberagaman kondisi dan kebutuhan informasi masyarakat di tiap daerah di Indonesia,” tambah Jimmy.
Jimmy berharap aturan KPI tentang Pilkada 2018 tidak menghambat kesempatan media penyiaran di berbagai daerah untuk ikut merasakan dampak positif dari Pilkada yakni memperoleh keuntungan finansial secara konkrit, professional dan proposional. ATVLI juga menyampaikan masukan terkait kelembagaan KPI.
Menanggapi itu, Hardly Stefano mengatakan semangat surat edaran yang dikeluarkan adalah untuk memoderasi Peraturan KPU (PKPU). Edaran KPI Pusat menyesuaikan dengan aturan P3SPS KPI tahun 2012 dan kondisi yang ada di bidang penyiaran. “Semangat kami adalah adanya keberimbang dan proposional. Pada intinya, kami tidak ingin merepotkan semua pihak,” katanya.
Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah menjelaskan, pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan KPU terkait pemanfaatan lembaga penyiaran lokal (televisi lokal) terkait siaran Pilkada seperti debat publik dan lainnya. Penekanan soal target audiensi agar tepat sasaran selalu disampaikan ke KPU.
“Kami selalu mendorong agar televisi lokal menjadi media patner KPU di Pemilukada. Bahkan, jika tidak ada televisi lokal di daerah tersebut kami dorong pemanfaatan lembaga penyiaran berlangganan asalkan sesuai dengan ketentuan produksi konten oleh lembaga penyiaran berlangganan,” kata Nuning.
Hal yang sama diutarakan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini. Perhatian terhadap lokalitas menjadi alasan KPI untuk mendahulukan lembaga penyiaran lokal sebagai prioritas. “Kami selalu mendorong media penyiaran lokal untuk berkembang,” tandasnya. ***
FTV RAMADHAN SCTV Produksi Sinemart Tidak layak ditonton karena lakukan adegan Begal dengan cara kekerasan dan kemarin juga terdapat lakukan aborsi serta adegan kekerasan dan makian pada orang tua