- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 4876
Pontianak – Masyarakat Pontianak meminta agar konten lokal yang disiarkan Stasiun TV Jaringan lebih dari dua jam penayangan. Alasannya, banyak potensi di daerah yang belum terpublikasikan dengan baik. Mulai dari potensi wisata, kebudayaan, prestasi daerah dan kehidupan bermasyarakat di daerah.
Permintaan tersebut mengemuka dalam kegiatan Literasi Media KPI Pusat bersama Anggota Komisi I DPR RI di Ruang Khatulistiwa Hotel Aston Jalan Gajah Mada Kota Pontianak Kalimantan Barat, Jumat lalu (26/10/2018). Hadir dalam kegiatan tersebut sebagai narasumber yakni Biem T. Benjamin (Anggota Komisi I DPR RI), Mayong Suryo Laksono (Komisioner KPI Pusat) dan Netty Herawati (Akademisi Universitas Tanjungpura Pontianak).
Ari, seorang pekerja di salah satu radio di Pontianak merasa prihatin. Pasalnya, selama ini dirinya merasa belum puas dengan tayangan siaran televisi lokal yang ada di wilayahnya. Banyak potensi daerah yang belum terekspose pada tayangan lokal. Hal senada diungkapkan oleh Fauziah, aktivis Partai Gerindra Kalimantan Barat.
“Potensi wisata saja belum semuanya terekspose, belum lagi kuliner Kalimantan Barat yang sangat beragam,” katanya geram.
Komisioner KPI Pusat Mayong Suryo Laksono yang mendapatkan kesempatan pertama menyampaikan tentang frekuensi yang digunakan oleh Lembaga Penyiaran adalah milik masyarakat yang dikelola oleh negara dan pemerintah. Frekuensi yang digunakan TV dan Radio sifatnya menyewa kepada pengelola yakni pemerintah. Oleh karenanya, Lembaga Penyiaran tidak serta merta memiliki sarana tersebut sebagian atau sepenuhnya.
“Masyarakat perlu mengetahui bahwa frekuensi yang digunakan TV dan radio pada prinsipnya bukan milik mereka. Televisi dan radio hanya menyewa frekuensi tersebut. Jadi bijaklah dalam menggunakannya. Siarkanlah program-program yang bermanfaat untuk masyarakat,” katanya.
Mayong Suryo Laksono dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan hasil survey indeks kualitas program siaran televisi kedua tahun 2018. Survei kedua tersebut dilaksanakan pada bulan Juni 2018. Hasilnya, indeks kualitas program siaran televisi tahap kedua naik tipis 3 poin, dari 2,84 pada tahap pertama (Maret-April) menjadi 2,87.
“Program siaran yang berada di atas batas berkualitas adalah wisata budaya, talkshow, religi dan berita,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Biem Triani Benjamin menyoroti tentang fungsi media penyiaran yang semakin tergerus. Menurutnya, sesuai dengan amanat UU 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, fungsi media adalah memberikan informasi, memberikan pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial, ekonomi serta menampilkan kebudayaan lokal.
“Semua fungsi tersebut terdegradasi kecuali hanya memberikan hiburan. Itu pun hiburannya tidak sehat. Saling membully satu sama lain. Belum lagi maraknya berita hoax,” ungkap anak tokoh betawi legendaris Benyamin S.
Kedua, Biem mengungkapkan, makin meningkatnya jumlah media membuat kue iklan televisi dan radio turun sejak 10 tahun belakangan. “Meski APBD dan APBN konsisten naik, tapi penyerapan belanja iklan di media penyiaran masih minim,” kata Biem. Sehingga, lanjut Biem, media yang tidak sehat berdampak pada penurunan kualitas.
Netty Herawati, akademisi Universitas Tanjungpura Pontianak menyampaikan tentang pengaruh konten siaran. Menurutnya, saat ini penetrasi media di negara berkembang masih 90%, termasuk Indonesia. Oleh karenanya, mau tidak mau, televisi digunakan sebagai alat propaganda terpenting untuk mempengaruhi khalayak banyak.
“Makanya, masyarakat sebagai objek televisi mesti memiliki kemampuan literasi yang baik. Masyarakat perlu memilih mana tayangan yang diperlukan atau tidak. Masyarakat harus menonton tayangan yang sesuai dengan usianya,” ungkap Netty.
Literasi Media di Pontianak dihadiri oleh 120 orang yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan dan masyarakat umum di sekitar Kota Pontianak. Selain di Pontianak, Literasi juga serentak dilaksanakan di kota lainnya seperti di Semarang, Ambon, Padang, Tuban, dan Medan. Cup