Finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 saat mengujungi ruang pemantauan isi siaran di Kantor KPI Pusat, Jumat (26/4/2019).

Jakarta – Finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 ternyata memiliki pandangan kritis terhadap tayangan televisi. Mereka menilai masih ada tayangan yang belum sesuai harapan dan berdampak kurang baik.  

“Banyak film animasi anak yang tidak berbobot. Kadang membuat pikiran anak menjadi lain,” kata Ela salah satu finalis Putri Muslimah Indonesia saat berkunjung ke Kantor KPI Pusat, Jumat (25/4/2019).  

Selain itu, banyak pula tayangan yang menampilkan gimik-gimik negatif yang berefek kurang baik terhadap penonton. “Bagaimana cara KPI menanggapi tayangan gimik-gimik negatif ini,” kata Dea dari Aceh Utara.

Tak hanya itu, beberapa finalis acara Putri Muslimah Indonesia yang ditayangkan Indosiar menilai acara di layar kaca sekarang hanya fokus pada rating. Akibatnya, mereka tak memperhatikan unsur kualitasnya. “Bagaimana KPI menyikapi rating ini,” tanya Ela salah finalis kepada Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano dan Ubaidillah yang menerima langsung kedatangan mereka.

Menanggapi peryataan dan pertanyaan dari finalis Putri Muslimah Indonsia 2019, Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, televisi memang lebih fokus pada rating ketika melihat tayangan karena jumlah penonton jadi patokan dalam memproduksi tayangan. 

“Kenyataan secara kualitas memang kurang. Oleh karena itu, kami juga melakukan pembinaan serta meliterasi masyarakat agar melihat tayangan yang berkualitas. Kami punya penghargaan untuk acara berkualitas namun jumlah penonton pemenangnya masih sedikit,” kata Hardly ke finalis yang rata-rata masih menjadi mahasiswi di sejumlah perguruan tinggi.

Menurut Hardly, KPI sangat terbuka bagi masyarakat yang meminta pihaknya untuk melakukan literasi media di manapun. “Gimik itu umum dan hal itu banyak ditemukan di tayangan agar menarik minat menonton. Namun yang harus ingat adalah aturan siaran yang ada di P3SPS KPI. Contoh acara dangdut di Indosiar juga menggunakan gimik tapi kami mendorong agar memperhatikan pakaian peserta serta pengambilan gambarnya,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Hardly berharap finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 bisa menjadi wakil KPI sebagai duta penyiaran dan menjadi influencer yang positif melalui seluruh media yang ada. “Dengan pertemuan ini diharapkan peserta dapat informatif, kritis, serta ikut berpartisipasi dalam menciptakan dan mengawal penyiaran,” pintanya. 

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, mengapreasiasi kedatangan para peserta Putri Muslimah Indonesia 2019. Menurutnya, informasi yang diperoleh mengenai KPI dan regulasi yang terkait penyiaran akan memberi wawasan dan pandangan baru bagaimana dinamika penyiaran di Indonesia. 

Ubaidillah juga meluruskan terkait masih banyak masyarakat yang salah mengadukan tayangan media sosial ke KPI karena pengawasan dan kewenangan itu ada di lembaga lain yakni Kementerian Kominfo. “Kami tentu berharap ke depannya KPI juga akan dapat memgawasi hal tersebut,” katanya.

Reseach Division Indosiar, Ekin Gabriel mengatakan, kunjungan Finalis Putri Muslimah Indonesia 2019 ke KPI Pusat untuk memberi pembekalan tentang penyiaran dan regulasi terkait. “”Kami mengadakan acara ini tidak hanya sekedar berlomba tapi ada sesi lain seperti kunjungan ke KPI. Kami ingin mereka mengenal KPI dan paham ketika masuk ke industry media,” katanya. ***

 

Palu - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Tengah, Harry Azis, menekankan seluruh industri pertelevisian di Sulteng perlu mendorong penayangan 10 persen konten lokal.

“Ini hasil kesepakatan KPI dengan lembaga dibidang penyiaran memajukan kuota 10 persen tayangan lokal dari selurh jam tayang televisi nasional,” katanya dalam Rapat Kerja Daerah KPID Sulteng, di salah satu hotel di Kota Palu, Rabu (25/4/2019).

Hal ini dimaksudkan membuka ruang bagi masyarakat serta pemerintah Provinsi Sulteng untuk mempublikasikan tentang daerah Sulteng dan kebijakan pemerintah.

Namun untuk memasukan 10 persen tayangan konten lokal, Harry mengungkapkan masih menemui kendala. Salah satunya, tingginya biaya produksi. Akibatnya, konten lokal yang sudah tayang, ditayangkan kembali secara berulang kali.

“Kedepan harus ada sinkronisasi antara kebijakan nasional dan daerah dalam penayangan konten lokal. Sehingga tidak hanya itu-itu saja yang ditayangkan,” jelasnya.

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Ekonomi Pembangunan dan Kesra, Mohammad Nizam mengatakan penayangan kontel lokal merupakan kewajiban yang harus dipatuhi. Sebab, penayangan itu dinilai penting mempublikasikan tentang segala potensi Sulteng serta kebijakan pemerintah daerah.

“Kententuan itu harus dijalankan, sehingga tidak sekadar menggugurkan kewajiban saja,” katanya.

Maka dari itu, Nizam meminta kepada KPID Sulteng untuk mengawasi dan mengontrol perkembangan penayangan kontel lokal di segala pertelevisian Sulteng, baik itu swasta maupun negeri.

“Industru penyiaran juga turun bertanggung jawab dengan penayanangan konten lokal,” pintanya. Red dari Sultengraya

 

Jakarta – Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Penyiaran Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Jawa Tengah, berkunjung ke Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Rabu (24/4/2019). Kunjungan tersebut dalam rangka mengenal dan mengetahui lebih dekat tugas dan fungsi lembaga yang dibentuk atas amanat Undang-undang Penyiaran No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. 

Di awal pertemuan, Komisioner KPI Pusat, Ubaidillah, menjelaskan kepada para mahasiswa tersebut bagaimana KPI bekerja. “KPI tugasnya bekerja setelah atau pasca tayang artinya ketika sebelum tayang bukan menjadi kewenangan kami. KPI bekerja berdasarkan Undang-undang Penyiaran dan dari UU itu ada turunan peraturan yakni P3 dan SPS yang menjadi pedomanan KPI dalam mengawasi isi siaran,” katanya.

Ubaid juga menyampaikan ke mahasiswa tentang program riset indeks kualitas program siaran televisi. Program riset ini untuk menjadi pembanding lembaga rating yang sudah ada. “Kami melihat siaran televisi dari kualitasnya. Ini berbeda dengan yang dilakukan Nielsen yang fokus pada kuatitas. Kami juga meniliti pola menonton masyarakat di setiap daerah karena setiap daerah tentu ada perbedaan,” jelasnya.

Dalam Pemilu lalu, tambah Ubaid, KPI membuat gugus tugas bersama dengan KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers. Dalam gugus tugas itu, KPI fokus pada pengawasan media penyiaran. “Kami juga sering melakukan MoU dengan berbagai lembaga demi mendorong kualitas siaran serta mengedukasi masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono, menjelaskan tentang kepemilikan frekuensi siaran. Menurutnya, frekuensi merupakan milik publik dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan kelompok atau pribadi. “KPI Pusat mengawasi 16 televisi berjaringan, 6 televisi berlangganan dan puluhan radio,” tambahnya.

Mayong juga menjelaskan untuk pengawasan sosial media, youtube, netflix dan media streaming bukan menjadi kewenangan KPI. “Pengawasan media sosial itu semua diatur oleh kementerian kominfo,” tuturnya.

Pada saat tanyajawab, sebagian mahasiswa masih mempertanyakan tentang siapa yang melakukan sensor terhadap tayangan televisi. Namun yang paling banyak mereka sampaikan yakni harapan agar tayangan televisi tidak hanya menghibur tapi juga mengandung nilai edukasi. “Kami berharap tayangan tidak hanya sekedar memberi hiburan tapi juga unsur edukasinya dipikirkan,” kata Diaz Ningrum, salah satu mahasiswa IAIN Salatiga. 

Menutup pertemuan, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, menegaskan bahwa KPI tidak melakukan sensor teradap sebuah tayangan. KPI bertindak pada saat pasca tayang. “Yang memiliki kewenangan sensor adalah LSF dan masing lembaga penyiaran. Setelah tayang barulah KPI berjalan jika ada pelanggaran,” tandasnya. ***

 

Tanjung Pinang - Puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tanjungpinang-Bintan mengikuti sosialisasi TV Digital di Hotel Aston, Kamis (25/4/2019).

Sosialisasi TV Digital yang diselenggarakan Kementerian Kominfo RI dibuka oleh Sekda Prov. Kepri, Arief Fadillah. Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber antara lain Prof. Ramli, Dirjen Penyiaran Kominfo RI, Yoshihiro Sakura (Japan Internasional Cooperation Agency), Hengky Mohari (Ketua KPID Kepri), Deddy Rismanto, Vice GM Corporate Secretary Kompas TV dan dipandu oleh moderator Agus Santika dari RRI Tanjungpinang.

Menurut Arief, pihaknya sangat mendukung sosialisasi tentang TV Digital di Kepri. Hal iniagar masyarakat di Kepri dapat memahami apa dan pentingnya televisi digital di Indonesia. “Kami sangat apresiasi dengan kegiatan di Ibu Kota Tanjungpinang ini,” katanya.

Sementara itu, Dirjen Penyiaran Kominfo RI Prof. Ramli menyatakan, kemajuan informasi teknologi harus diimbangi dengan sosialisasi khususnya tentang penerapan atau migrasi TV analog ke digital. “Perangkat-perangkat teknologi harus didukung karena adanya tuntutan zaman,” katanya.

Sementara itu, sejumlah mahasiswa terlihat antusias mendengarkan pemaparan para narasumber. Kegiatan Kominfo yang baru pertama kali ini juga tampak hadir sejumlah Komisioner KPID Kepri. Red dari berbagai sumber

 

Komisioner KPI Pusat berfoto bersama dengan jajaran pimpinan My TV usai audiensi di Kantor KPI Pusat, Rabu (24/4/2019).

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyambut baik hadirnya My TV (Mayapada Televisi) sebagai televisi berjaringan yang memiliki segmen khusus bagi perempuan. KPI berharap kehadiran My TV sebagai televisi perempuan di Indonesia dapat menjadi inspirasi dan informasi yang positif bagi kaum perempuan di tanah air.

Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini mengatakan, My TV harus konsisten menyalurkan aspirasi perempuan melalui siarannya. “My TV harus memiliki perspektif perempuan dalam konten siarannya dengan juga mengangkat tema acara yang masih jarang di angkat soal perempuan seperti kesehatan, pendidikan dan lainnya,” katanya seraya mengucapkan selamat atas mengudaranya My TV sebagai televisi perempuan pertama di Indonesia,

Namun, Dewi mengingatkan My TV untuk selalu menjadikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012 sebagai acuan sebelum menayangkan program acara. “Semoga My TV bisa berkontribusi pada Anugerah KPI untuk tayangan peduli perempuan,” harapnya.

Masukan yang sama turut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin. Menurut dia, pemahaman mengenai pedoman siaran KPI atau P3SPS harus diberikan pada seluruh crew My TV. Pedomana ini akan menjad acuan tim My TV, baik itu sebelum produksi maupun saat menyiarkan. “Kalo dapat karyawan My TV ikut Sekolah P3SPS KPI,” kata Rahmat.

Dalam kesempatan itu, Rahmat mengingatkan My TV agar tak ikut masuk dalam ranah politik atau politik praktisi karena frekuensi yang digunakan merupakan milik publik. Menurutnya, siaran setiap lembaga penyiaran termasuk My TV harus berpijak pada isi dalam pembukaan UUD 1945 yakni ikut mencerdaskan bangsa. “Karena televisi merupakan bagian dari upaya untuk mengedukasi masyarakat,” tegasnya.

Sementara, Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, menjelaskan bagaimana isu perempuan yang sering disuarakan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Menurutnya, Eropa dan Amerika Serikat memberi penghargaan tinggi terhadap perempuan. Sayangnya, di negara berkembang masih belum. “Di Indonesia isu ini belum terlalu terangkat karenanya media punya peran penting dalam kesetaraan gander salah satunya melalui sosialisasi di televisi,” papar Agung. 

Managing Director My TV, Diana Airin, di awal pertemuan menjelaskan hadirnya My TV sebagai televisi perempuan berangkat dari minimnya informasi dan siaran soal perempuan di TV. “Televisi perempuan masih sedikit di Indonesia. Langkah yang kami lakukan ini banyak mendapat apresiasi. Kami merangkul semua kalangan wanita harapannya perempuan Indonesia dapat diberdayakan dan memberi inspirasi,”tandasnya.

Direktur Konten My TV, Buyung menambahkan, yang membedakan My TV dengan televisi lain adalah semua tayangan difokuskan pada perempuan, mulai dari pagi hingga malam. Dia menyebutkan, ada beberapa program acara unggulan seperti serial Tiger Mom yang berasal dari Taiwan. “My TV juga bekerjasama dengan sineas indonesia dalam membuat film,” katanya.

Sementara itu, Pemimpin Redaksi My TV, Zami menjelaskan, pemirsa perempuan dalam menyikapi pemberitaan tidak jauh beda dengan pria, yang membedakan harus lebih konkret dalam program newsnya. “Kami ada 3 program berita setiap hari. Ditekankan ke sisi perempuan namun dalam proses pengambilan gambar tetap sama dan pengemasannya disesuaikan dengan segmentasi perempuan,” paparnya. 

Dalam audiensi itu, turut hadir Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis dan Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.