Denpasar - Ketua Umum Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis mendukung langkah Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Bali menyelenggarakan kegiatan "Radio Academy 2018" sebagai penyiar yang profesional.

"Kami mendukung kegiatan yang diprakarsai oleh PRSSNI Provinsi Bali dan KPI Daerah Bali menyelenggarakan kegiatan 'Radio Academy 2018'," kata Yuliandre disela pembukaan kegiatan tersebut, di Renon Denpasar, Bali, Selasa.

Ia mengatakan keberadaan stasiun radio di era globalisasi tetap eksis, karena itu kesiapan sumber daya manusia (SDM) harus lebih berkualitas dan profesional dalam menyajikan siaran kepada publik.

"Saat ini, publik sangat membutuhan informasi yang berkualitas, termasuk penyajian berita-berita yang aktual, namun tetap berpedoman pada aturan lembaga penyiaran itu sendiri sesuai dengan undang-undang yang berlaku," ujarnya.
 
Yuliandre lebih lanjut mengatakan dengan kegiatan "Radio Academy 2018 : Basic Announcing skill" yang pertama diselenggarakan di Bali ini akan mendorong semangat bagi penyiar radio untuk menambah wawasan dan cara pandang dalam penyajian berita di radio.

"Kegiatan ini adalah sebagai upaya untuk membentuk karakter dan melahirkan SDM yang berkualitas, khususnya insan yang bergerak di radio atau penyiar," ucapnya.
 
Dengan langkah tersebut, kata Yuliandre, masyarakat akan dapat menikmati sajian yang disiarkan oleh stasiun radio yang lebih menarik dan akurat, baik itu dalam bentuk berita maupun hiburan lainnya.

"Menariknya sebuah kemasan dalam penyajian siaran di radio tak terlepas juga dengan kemampuan dari penyiar tersebut," ucapnya.
 
Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Nyonya Putri Suastini Koster mendukung kegiatan yang dilakukan PRSSNI Bali dalam membentuk peyiar yang terampil dan profesional.

"Saya mendukung kegiatan ini. Bahkan saya berharap tidak hanya sampai disini membuat kegiatan 'Radio Academy'. Tahun depan agar lagi diadakan kegiatan ini. Kalau bisa berkesinambungan membentuk karakter peyiar yang profesional," ucapnya.

Selain itu, kata Suastini Koster, berharap konten siaran radio menyajikan tentang seni dan budaya. Sehingga kreativitas yang bergerak dibidang budaya dan susastra memiliki ruang untuk berkiprah pada ruang publik melalui siaran radio.

"Media radio banyak memberi peluang pada kemajuan pembangunan. Bahkan dalam siaran, banyak penyiar yang memiliki 'fans' yang banyak. Tapi tidak ada yang tahu wajahnya (ana ring uruh, tan ana ring rupa atau suaranya kenal, tapi tak tahu wajah penyiarnya)," ucapnya.

Suastini Koster juga berharap kepada kepada perusahaan stasiun radio terus mendukung informasi pemberitaan yang mendukung pembangunan, sebab keberadaan radio jangkauannya cukup luas hingga kepedesaan.

"Saya berharap siaran radio terus meningkatkan dukungan dalam pembangunan, termasuk program-program pemerintah yang selama ini sudah diterapkan di masyarakat," ucapnya. 
 
Ketua Pengurus Daerah PRSSNI Bali Nyoman Agus Satuhedi mengatakan bahwa lembaga penyiaran radio siaran sedang menghadapi tantangan global, baik dari sisi pesatnya ICT, maupun semakin ketatnya persaingan antarmedia.

Ia mengatakan banyak sekali alternatif media yang bermunculan akibat teknologi yang semakin berkembang dan mempengaruhi pola konsumsi masyarakat terhadap masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan informasi dan hiburan.

"Pengelenggaraan penyiaran dan program radio siaran yang berkualitas pun semakin dibutuhkan, khususnya dari sektor pelaku siaran di lini terdepan, yakni penyiarnya," kata Agus Satuhedi menegaskan. Red dari Antaranews Bali

 

Banjarmasin - Sepuluh panel ahli tampak semangat memasuki ruang Venus, Lantai 2 Golden Tulip Galaxy Hotel, Banjarmasin , Kalimantan Selatan. Mereka akan melakukan diskusi terarah dalam Focus Group Discussion (FGD) Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI 2018, Selasa (30/10/2018). Kegiatan ini dipandu Sri Astuty, Pengendali Survei yang juga dosen di Universitas Lambung Mangkurat.

Dari beberapa kategori program siaran, berita menjadi program siaran yang disoroti, terutama terkait dengan iklan politik. Muhammad Alif menyayangkan masih ada berapa iklan politik yang gentayangan di televisi. “Tidak ada memang visualnya, tapi secara audio jelas dalam tayangan televisi masih ada iklan politik,” lanjut pria yang akrab disapa Alif.

Di sisi lain, ada beberapa yang menilai bahwa program siaran televisi dalam kategori berita masih bagus. Tapi yang sangat disayangkan adalah sering munculnya iklan di tengah-tengah siaran. “Ini tentu bisa menggangu fokus kita untuk mendapatkan berita,” kata Bacharuddin, salah satu panel Ahli.

Sebelumnya, Agung Suprio, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dalam sambutannya menyampaikan bahwa Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi KPI 2018 diharapkan mampu menjadi alternatif bagi publik memilih program siaran. “Masukan-masukan panel ahli sangat konstruktif bagi kami. Ini kita harapkan menjadi alternatif, bagi publik, juga stakeholder yang lain. Upaya meningkatkan program siaran berkualitas,” tuturnya.

Hadir juga Wakil Kordinator Area, Prof. Dr. Asmu’I bersama dengan Ketua KPI Daerah Milyani dan Marliyana, serta rombongan KPI Pusat Umri Kepala Bagian Perencanaan Hukum dan Humas dan Endah Muwarni. “Ini komitmen kami untuk tetap menyehatkan dunia penyiaran kita,” ungkap Prof. Dr. Asmu’i. 

 

 

Bengkalis – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Riau dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Bengkalis menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman Bersama kerjasama dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. 

Penandatangan MoU ini dilakukan di Kampus STAIN Bengkalis, Desa Senggoro, Kecamatan Bengkais, Kabupaten Bengkalis langsung oleh Ketua STAIN Bengkalis Prof. Dr. H. Samsul Nizar dan Ketua KPID Provinsi Riau, H. Falzan Surahman, Selasa (23/10/2018). Acara ini dihadiri juga beberapa Komisioner KPID Riau, pimpinan, tenaga pengajar serta puluhan mahasiswa kampus tersebut.

Ketua STAIN Bengkalis, Samsul Nizar, sangat mengapresiasi KPID Riau yang sudah bersedia menjalin MoU ini. Samsul menilai KPID adalah salah satu stake holder yang sangat penting bagi STAIN Bengkalis untuk bekerja sama terutama nanti mendukung Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) yang sudah ada di kampus ini. 

Dia juga berharap KPID dan STAIN bisa sama-sama mendapatkan manfaat kerjasama ini kedepannya. “Tahapan ini bagian dari rencana besar kami ke depan mewujudkan STAIN menjadi IAIN Bengkalis,” kata Samsul. 

Senada dengan itu, Ketua KPID Riau, Falza Surahman mengatakan pihaknya merasa terhormat dengan inisiasi kerjasama dari STAIN Bengkalis ini. “Semaksimal mungkin sesuai kemampuan dan bidang dan tugas pokok serta fungsinya, KPID Riau akan mendukung program di STAIN di Bengkalis. Seperti hari ini, kami memilih STAIN Bengkalis sebagai salah satu lokasi Program Kerja Literasi Media tahun 2018 ini,” katanya. 

MoU ini berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak ditandatangani dan dapat diperpanjang atau diakhiri dengan persetujuan kedua belah pihak. Nota Kesepahaman Bersama ini dibuat, disetujui, ditandatangani rangkap 2 (dua) dan bermaterai cukup yang dipegang oleh masing-masing pihak serta mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Hal-hal yang menyangkut tindak lanjut dari Nota Kesepahaman Bersama dengan Nomor: 3590/Sti.18/HM.01/10/2018 dan Nomor : 200 /KPID-Riau/X/2018 ini diatur dan dituangkan dalam perjanjian tersendiri yang akan dilaksanakan oleh pejabat yang diberi tugas/kuasa oleh masing-masing pihak dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Nota Kesepahaman Bersama ini. 

Literasi Media

Usai penandatangan MoU, masih di tempat yang sama acara dilanjutkan dengan Literasi Media yang merupakan Program Kerja KPID Riau Tahun Anggaran 2018. Peserta berjumlah 70 orang terdiri dari dosen, staf dan mahasiswa STAIN Bengkalis. 

Literasi media ini menghadirkan empat narasumber. Dua dari Komisioner KPID Riau, yakni Ketua KPID Riau, H Falzan Surahman dan Komisioner Bidang Isi Siaran, Nopri Naldi. Kemudian narasumber dari STAIN Bengkalis, Ade Indra AP MSI da narasumber dari Pemkab Bengkalis, yakni Kadis Kominfo, Johansyah Syafri. Red dari KPID Riau

 

 

Jakarta - Sehubungan peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang, dengan ini KPI menyampaikan turut berbelasungkawa atas musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang pada Senin (29/10/2018).

Terkait peristiwa itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau lembaga penyiaran untuk berhati-hati menayangkan informasi mengenai kejadian tersebut khususnya yang bersumber dari informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

“Kami meminta lembaga penyiaran tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi HOAKS ataupun informasi yang bukan berasal dari sumber berwenang terkait dengan musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang. Ini untuk menghindari kesimpangsiuran informasi. Karena itu, kami mendorong sumber yang diperoleh terkait kejadian ini harus berasal dari instansi berwenangan dan sehingga dapat dipertanggunjawabkan kebenarannya,” kata Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis.

KPI juga mengimbau lembaga penyiaran untuk tidak menyebarkan foto-foto korban maupun potongan gambar korban musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 yang berasal dari media sosial maupun dari sumber lainnya melalui media penyiaran.

“Kami mengingatkan kembali bahwa pedoman peliputan soal bencana dan kejadian luar biasa seperti kecelakaan jatuhnya pesawat Lion Air, harus mengedepankan etika jurnalistik serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012,” jelas Yuliandre. 

Berikut ini,  isi kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana atau musibah pada program siaran jurnalistik antara lain:

1) Wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/atau masyarakat;

2) Dilarang :

a. Menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat, dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau diambil gambarnya;

b. Menampilkan gambar dan/atau suara saat-saat menjelang kematian;

c. Mewawancarai anak di bawah umur sebagai narasumber;

d. Menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up; dan/atau

e. Menampilkan gambar luka berat, darah, dan/atau potongan organ tubuh.

3) Wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah. ***

 

Terima kasih.

Mauludi Rachman 

Kasubag Humas dan Kerjasama KPI Pusat 

HP: 08119220122

email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Twitter: @kpi_pusat, 

Facebook: Komisi Penyiaran Indonesia Pusat

IG: kpipusat

 

Medan – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan literasi media bertema “Memilih Siaran yang Berkualitas” di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Kamis (25/10/2018). Kegiatan ini diikuti ratusan peserta dari berbagai kalangan serta diisi oleh beberapa tokoh seperti anggota Komisi I DPR RI Dr. Ir. Nurdin Tampubolon, Anggota Komisi A DPRD Sumatera Utara (sumut) MM, H. Moh. Nezar Djoeli, serta Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara (USU), Mazdalifah.

Di awal kegiatan, Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang, menyampaikan turunnya kualitas tayangan televisi dapat dilihat pada hasil Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV Tahun 2018 Periode II yang dilakukan KPI. “ Masih banyak tayangan yang belum mencapai nilai 3, nilai standar yang ditentukan KPI untuk tayangan berkualitas. Salah satu tayangan yang belum berkualitas itu adalah program Infotainment,” ujarnya saat membuka forum tersebut.

Maruli juga menyampaikan jika survei Nielsen masih jadi acuan pengiklan untuk memasang iklan di lembaga penyiaran. Hal ini dinilai menjadi salah satu faktor menurunnya kualitas siaran televisi saat ini. 

Sementar, Nurdin Tampubolon menjelaskan mengenai pentingnya siaran digital bagi Indonesia. Menurutnya, siaran digital akan menghemat penggunaan frekuensi mengingat jumlahnya yang terbatas. “Penerapan siaran digital akan menghemat penggunaan frekuensi, sebagai perumpamaan satu kanal dapat digunakan untuk 12 jaringan atau saluran,” imbuh Nurdin.

Komisi I DPR RI, kata Nurdin, mendukung sepenuhnya agar siaran digital dapat segera berjalan sebelum 2020. Pasalnya, jika kita tidak segera menetapkan siaran digital, maka akan terjadi crowded pada frekuensi di Indonesia. 

Selain itu, International Telecommunication Union (ITU) telah mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera menerapkan siaran digital. “ Jika hal tersebut tidak segera diterapkan sebelum 2020, dikhawatirkan akan ada sanksi yang diberikan oleh ITU untuk Indonesia,” pungkas  Nurdin.

Anggota Komisi A DPRD Sumut, Moh. Nezar Djoeli, menyesalkan masih minimnya siaran yang berkualitas. Hal ini bukan hanya menjadi tanggunjawab KPI Pusat dan KPID saja, tetapi juga masyarakat. 

Menurutnya, peran aktif masyarakat sangat diperlukan, salah satunya dengan lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi tayangan. “Tidak semua tayangan di televisi baik, oleh karena itu masyarakat harus selektif dalam mengkonsumsi tayangan, salah satunya langkah agar dapat memilah tayangan yang baik adalah melalui literasi media seperti yang dilakukan saat” tutur Nezar 

Mazdalifah selaku perwakilan akademisi yang juga Dosen Ilmu Komunikasi USU menyampaikan pentingnya literasi media bagi masyarakat, anak-anak dan remaja. Dua kelompok umur terakhir, katanya, merupakan kalangan yang paling rentan terhadap efek negatif tayangan televisi. 

Menurutnya, dampak negatif tidak akan langsung dirasakan langsung namun secara bertahap, “Tayangan negatif akan mempengaruhi pola pikir dan juga tingkah laku mereka. Disinilah peran penting orangtua untuk membantu anaknya dalam memilah tayangan yang menghibur sekaligus mendidik,” ujar Mazdalifah sekaligus menutup kegiatan literasi media. *

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.