Komisioner KPID DKI Jakarta, Kawiyan dan Puji Hartoyo saat menerima Metro TV terkait klarifikasi pemberitaan di Kantor KPID DKI Jakarta.

 

Jakarta – Metro TV pada Senin (11/3/2019) memenuhi panggilan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan klarifikasi atas pemberitaan dan penyiaran yang tidak berimbang terkait dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019.

Rapat klarifikasi dihadiri oleh Ketua KPID DKI Jakarta Kawiyan, Ketua Bidang Pengawasan Isi Siaran Puji Hartoyo, dan  Arif Faturrahman (Anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran. Sementara dari pihak Metro TV hadir antara lain Fifi Aleyda Yahya (Head Corporate Communication), Kabul Indrawan (News gate manager) dan Budiono (Sekjen redaksi Metro TV). 

Berdasarkan temuan KPID DKI Jakarta, Metro TV menayangkan berita-berita tentang Pilpres 2019 tidak berimbang antara pasangan calon nomor paslon 01. Perbandingannya, 78 persen untuk berita terkait pasangan calon 01, netral 15 persen, dan 7 persen untuk paslon 02.

Selain sisi frekuensi dan durasi yang tidak berimbang secara tone untuk paslon 01 dan 02 berbeda, dimana semua konten pemberitaan mengenai pasangan calon 01 cenderung  positif sementara pemberitaan mengenai pasangan calon 02 lebih cenderung negatif.  “Hasil monitoring kami mengatakan konten pemberitaan terkait Paslon Nomor 01 dan 02 ada disparitas frekuensi yang cukup tajam, selain itu untuk 01 memiliki kecenderungan tone positif, tapi sebaliknya untuk Paslon 02,” kata Puji Hartoyo Ketua Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID DKI Jakarta.

Menanggapi hasil temuan KPID DKI Jakarta, jajaran Metro TV mengaku ada kendala dalam menyajikan berita-berita Pilpres  yang menampilkan  kedua pihak pasangan calon, baik dalam  liputan pemberitaan di lapangan maupun talkshow. 

Sementara itu, Ketua KPID DKI Jakarta Kawiyan meminta agar Metro TV memperbaiki kebijakan keredaksiannya yang berdasarkan temuan KPID tidak berimbang. “Kami minta agar Metro TV memperbaiki kebijakan redaksionalnya agar ketidakberimbangan ini segera diperbaiki,” tegas Kawiyan.

Kawiyan menjelaskan, berdasarkan Pasal 5 huruf 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, media penyiaran “Harus memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab.” Sementara itu, pasal 36 ayat 4 Undang-Undang tentang Penyiaran menyebutkan, “Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.”

Kawiyan menambahkan, setiap lembaga penyiaran, termasuk Metro TV wajib menjaga netralitas dan keberimbangan dalam pemberitaannya. “Hambatan-hambatan teknis di lapangan tidak boleh menjadi alasan untuk tidak menyajikan berita yang tidak berimbang. P3SPS juga mewajibkan lembaga penyiaran untuk mengedepankan prinsip keberimbangan dan proporsionalitas,” lanjut Kawiyan.

Dalam kesempatan itu, pihak Metro TV berkomitmen akan melakukan perbaikan dalam pemberitaan ke depannya. Red dari KPID Jakarta

 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, Anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, Anggota KPI, Wahyu Setiawan, dan Anggota Dewan Pers, Jimmy Silalahi, menjadi narasumber Seminar Utama Rakor Pengawasan Pemilu 2019 di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (9/3/2019). 

Medan -- Jelang masa kampanye 21 hari di lembaga penyiaran yang akan dimulai pada 24 Maret 2019 hingga 13 April 2019, Gugus Tugas Pengawasan Pemilu 2019 (Bawaslu, KPU, KPI dan Dewan Pers) terus menguatkan koordinasi dengan mengumpulkan seluruh elemen pengawasan di daerah yakni Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dan Bawaslu dari 34 Provinsi. Koordinasi ini diharapkan menguatkan tatanan pengawasan penyiaran kampanye dan mewujudkan konten siaran lembaga penyiaran yang berimbang, adil dan proposional. 

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, penguatan pengawasan ini agar penyiaran tidak hanya dimanfaatkan oleh kelompok tertentu, namun sebaliknya dapat memberikan informasi yang berkualitas kepada masyarakat tentang seluruh peserta pemilu. “Lembaga Penyiaran harus menyampaikan informasi tentang seluruh peserta pemilu secara proposional. Baik dalam pemberitaan maupun iklan kampanye,” kata Hardly saat menjadi narasumber Seminar Utama Rakor Pengawasan Pemilu 2019 yang dilaksanakan oleh Bawaslu di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (9/3/2019). 

Menurut Hardly, ketika ada sebuah lembaga penyiaran hanya menyiarkan satu peserta pemilu, maka itu adalah potensi pelanggaran. “Dalam program siaran non jurnalistik, kesempatan yang sama kepada peserta pemilu itu melalui format dan durasi waktu sama. Jangan sampai program siaran menampilkan banyak calon anggota legislatif (caleg), namun semua berasal dari partai politik yang sama. Harus caleg dari berbagai partai,” jelasnya. 

Dalam pemaparan materi di hadapan peserta Rakor di Hotel El Polonia Medan, Hardly meminta KPID senantiasa berkoordinasi dengan jajaran Bawaslu di daerah, khususnya dalam mengawasi iklan kampanye di televisi dan radio. Selain itu KPID dapat memberikan informasi tentang Lembaga Penyiaran apabila diminta oleh KPU Provinsi. "Jangan sampai KPU Provinsi memilih lembaga penyiaran yang tidak memiliki ijin sebagai media partner dalam fasilitasi iklan kampanye calon anggota Dewan Perwakilan Daerah" tegasnya.

Terkait masa tenang, Hardly mengatakan KPI melarang semua iklan yang terkait dengan peserta pemilu.  “Selain itu, Lembaga Penyiaran juga tidak diperkenankan menyampaikan hasil jajak pendapat pada tiga hari sebelum hari pencoblosan tersebut,” katanya.

Hal lain yang perlu diperhatikan para pengawas dan lembaga penyiaran, lanjut Hardly, ketentuan saat hari pemilihan. Sesuai UU Pemilu, hasil hitung cepat baru boleh dipublikasikan dua jam setelah TPS (Tempat Pemungutan Suara) di wilayah Indonesia bagian barat di tutup. 

“Itu berarti pada jam 15.00 WIB hasil hitung cepat baru dapat disiarkan lembaga penyiaran. Dan harus disertakan informasi bahwa hitung cepat tersebut bukan hasil hitung resmi KPU,” jelas Hardly. 

Sementara itu, Anggota Bawaslu RI, Mochamad Afifuddin, menegaskan peran KPI dalam pengawasan penyiaran Pemilu 2019 sangat penting khususnya dalam mengawasi tampilan iklan kampanye para peserta Pemilu. “Kerjasama pengawasan gugus tugas di daerah sudah erat,” tambahnya.

Afif juga memuji tindakan KPI ketika ada potensi pelanggaran oleh lembaga penyiaran terkait siaran politik. Menurutnya, tindakan terhadap lembaga penyiaran harus diikuti dengan tindakan terhadap peserta jika memang terindikasi melakukan pelanggaran kampanye di lembaga penyiaran.

Anggota KPU,  Wahyu Setiawan, memutuskan memberi kesempatan pada peserta Pemilu untuk membuat iklan kampanye sendiri. Pasalnya, KPU hanya mampu memfasilitas tiga spot iklan untuk seluruh peserta dari jatah 10 spot iklan. 

“Fasilitas yang diberikan KPU masih jauh dari harapan. Memang tidak memungkinkan peserta Pemilu berkampanye secara optimal. Karenanya, kami kasih kesempatan kepada peserta untuk buat iklan sendiri tapi dengan batasan 10 spot iklan TV dan Radio. Jika TV dan Radio yang sudah dikontrak KPU untuk dipasang iklan, berarti jatahnya tinggal 7. Jika ditemukan ada lebih 10, itu kewenangan Bawaslu untuk menindak,” tandas Wahyu. 

Anggota Dewan Pers, Jimmy Silalahi, menyatakan pihaknya siap menjalankan peran dan bekerjasama dalam gugus tugas pengawasan Pemilu ini. Jika ada kebingungan tentang apakah ini produk jurnalistik atau perusahaan jurnalistik, Dewan Pers siap memberi bantuan. ***

 

Para peserta berfoto bersama usai pembukaan Rapat Koordinasi Gugus Tugas Pengawasan Pemilu 2019 di Hotel El Polonia, Jumat (8/3/2019).

Medan – Ketua Komisi II DPR RI, Zainuddin Amali, menyambut baik adanya Gugus Tugas Bersama Pengawasan Pemilu 2019 yang terbentuk berdasarkan kesepakatan empat lembaga yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Dewan Pers. Dia berharap kesepakatan Gugus Tugas dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kesepakatan yang sudah disetujui.

Menurut Zainuddin, tugas pengawasan Pemilu tidak bisa dilakukan sendiri perlu keterlibatan pihak lain yang terkait dalam sebuah wadah Gugus Tugas bersama. “Sebentar lagi akan masuk waktu iklan kampaye di media. Pesan saya, setiap ada kesepakatan yang sudah disepakati bersama harus konsisten dilaksanakan,” katanya sesaat sebelum pembukaan Rapat Koordinasi Gugus Tugas Pengawasan Pemilu 2019 di Hotel El Polonia, Jumat (8/3/2019). 

Dia menjelaskan, Pemilu 2019 berbeda dengan Pemilu sebelumnya yang setiap pemilihan dipisah waktunya. Kondisi ini belum sepenuhnya diketahui masyarakat, terlebih isi dari UU No.7 yang mengaturnya. “Ini jadi tantangan semua pihak untuk mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya kepada peserta Pemilu. Kita harus mencegah sedini mungkin agar tidak ada pelanggaran terhadap aturan yang ada sedemikian rupa,” pinta Zainuddin. 

Zainuddin juga meminta Gugus Tugas memberi ruang dan kebijakan pengawasan yang sama serta adil terhadap semua Peserta Pemilu. Pasalnya, tidak sumber sumber daya peserta Pemilu sama. “Ini bagian dari tugas Gugus Tugas Pemilu untuk memperlakukan mereka secara proposional, adil dan berimbang. Jika ada perlakuan keistimewaan kepada salah satu peserta, itulah awal malapetaka,” tandasnya. 

Anggota Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz, yang hadir dalam pembukaan Rakor tersebut, meminta pers menjadi sumber inspirasi yang menyejukan dalam Pemilu 2019. Pers harus mengambil langkah strategis dan signifikan untuk terlibat mengawal proses Pemilu supaya berjalan demokratis.

“Peran pers bisa menentukan baik buruknya Pemilu. Pers juga harus jadi pemicu peningkatan pemilih dalam Pemilu ini. Gugus Tugas pun tetap harus memerlukan dukungan masyarakat. Masyarakat harus ikut berperan aktif untuk mewujudkan proses pengawasan ini lebih baik. Kami mengapresiasi adanya Gugus Tugas empat lembaga ini,” kata Meutya.

Sementara itu, Ketua Bawaslu RI, Abhan, saat membuka Rakor menyatakan, Rakor ini bagian dari persiapan menghadapi kampanye di media elektronik. Menurutnya, Gugus Tugas Bersama ini, akan menghadapi situasi berbeda dengan Pemilu sebelumnya. “Tapi, adanya Gugus Tugas ini untuk mengefektifkan pengawasan kampanye di media elektronik,” paparnya. 

Dalam pembukaan Rakor yang berlangsung pada Jumat malam tersebut, hadir Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano, Mayong Suryo Laksono, Nuning Rodiyah, Dewi Setyarini serta Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang. Selain itu, hadir perwakilan Anggota KPID sejumlah daerah dan Bawaslu Provinsi seluruh Indonesia. Rencananya, kegiatan Rakor Gugus Tugas Pengawasan Pemilu 2019 akan berlangsung hingga Minggu (10/3/2019). *** 

 

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan KPID Provinsi Sumut menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Pengawasan Penyiaran Pemilu 2019 di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Jumat (8/3/2019). Rakor dihadiri perwakilan lembaga penyiaran di Provinsi Sumatera Utara.

 

Medan – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Pengawasan Penyiaran Pemilu 2019 di Medan, Sumatera Utara (Sumut), Jumat (8/3/2019). Rakor yang mengundang seluruh lembaga penyiaran di wilayah Sumut bagian dari upaya KPI memberikan pemahaman dan penjelasan aturan main tentang iklan kampanye, penyiaran dan pemberitaan Pemilu 2019 di lembaga penyiaran.

Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, Rakor ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan KPI untuk melihat dan menyerap dinamika di daerah terkait penerapan aturan siaran Pemilu. Kegiatan ini telah dilaksanakan di beberapa tempat dari delapan titik yang ditargetkan. 

“Diharapkan kegiatan ini selesai sebelum masuk waktu bagi peserta Pemilu 2019 untuk berkampanye dan beriklan di lembaga penyiaran yakni mulai tanggal 23 Maret hingga 13 April 2019,” kata Hardly menambahkan.

Dalam kesempatan itu, Hardly menjelaskan siapa yang bisa memasang iklan kampanye di lembaga penyiaran yakni Partai Politik, Peserta Perseorangan (DPD) dan Pasangan Capres dan Cawapres. Adapun lembaga penyiaran yang boleh menayangkan iklan kampanye yakni Lembaga Penyiaran Publik (LPP) dan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), baik TV maupun Radio, serta Lembaga Penyiaran Berlangganan. 

“Lembaga penyiaran komunitas tidak boleh menerima iklan kampanye dari peserta Pemilu, tapi boleh menyampaikan informasi tentang Pemilu,” kata Hardly.

Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menjelaskan soal porsi beriklan peserta Pemilu yang boleh diterima lembaga penyiaran. Penerimaan iklan harus sesuai dengan aturan KPU (Komisi Pemilihan Umum). 

Dalam kesempatan itu, Nuning mengingatkan, lembaga penyiaran untuk tidak menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh salah satu peserta Pemilu kepada peserta yang lain. “Hal ini dilarang dan kepada peserta Pemilu dilarang membuat materi iklan dalam bentuk tayangan atau penulisan berbentuk berita,” tegasnya.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini mengingatkan, lembaga penyiaran untuk tidak terpaku pada penyiaran Pemilihan Presiden (Pilpres) saja. Pemilu  2019 memiliki varian pemilihan selain itu yakni pemilihan legislatif, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Partai Politik. 

“Informasi terkait hal itu sangat kurang. Harapannya informasi terkait Pemilu secara menyeluruh dapat tertransformasikan dengan baik dengan program apapun. Lembaga penyiaran dapat membuat acara dialog yang dikemas dan baik, siapa calon calon legislatif selain hanya soal pilpres. Atau buat debat caleg. Tahun 2014 cukup banyak model seperti itu, tapi di tahun ini sangat kurang,” paparnya.

Anggota Komisi I DPR RI, Meutya Hafidz, salah satu narasumber Rakor, mengharapkan media peran dapat berperan aktif dalam Pemilu 2019 dengan ikut menjaganya melalui informasi yang menyejukan. 

“Kita berharap Pemilu kali ini dapat berjalan dengan baik dan lancer. Kita ingin media membuat ini menjadi adem. Jangan media justru membuat sebaliknya. Taruhannya adalah hidup kita bernegara dan berbangsa,” tegasnya.

Sekretaris KPI Pusat, Maruli Matondang mengatakan, kegiatan Rakor ini masuk dalam program priorotas nasional terkait stabilitas dan keamanan nasional. “Peran kita disini adalah untuk kesuksesan Pemilu. Selain itu, kita mengupayakan peningkatan hak-hak politik masyarakat dan kebebasan sipil dan disini ada kewenangan KPI,” tandasnya. ***

 

Bima – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, eksploitasi konten lokal secara langsung akan meningkatkan dan mengenalkan potensi yang ada di daerah kepada khalayak luas. Hal itu disampaikannya saat membuka kegiatan Literasi Media dengan tema “Dari Masyarakat untuk Bangsa” di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Kamis (07/03/2019).

Andre penggilan akrabnya menyampaikan bahwa saat ini pihaknya terus berupaya meningkatkan kualitas serta mutu siaran Televisi. Menurutnya, KPI akan menindak tegas berbagai pelanggaran di lembaga penyiaran yang menyalahi aturan yang ada di P3SPS, termasuk informasi hoax dan SARA yang marak sekarang ini.

Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Syafrudin, yang hadir dalam kegiatan itu mengatakan, DPR sangat mengapresiasi upaya KPI meliterasi masyarakat di Bima lewat kegiatan ini. Diaberharap kei gaitan ini bermanfaat bagi seluruh warga NTB Khususnya Bima. “Literasi ini diharapkan akan memberi inspirasi baru serta mengedukasi  generasi muda di Bima dalam menggunakan media,” ujarnya.

Sementara itu, Walikota Bima, Muhammad Lutfi, menyampaikan tentang pentingnya literasi dan hal ini sangat diperlukan masyarakat di Bima. Menurutnya, literasi media memiliki dua peran penting di antaranya mengevaluasi serta mendekonstruksi. 

Literasi media berperan dalam hal mengevaluasi jadi masyarakat dapat menilai bagaimana sebuah karya jurnalistik berita. Dalam kebebasan pers terkadang media berlebihan dalam mengemas berita sehingga menabrak etika jurnalistik. Sedangkan dalam hal mendekonstruksi, media berperan dalam membentuk karakteristik seseorang. “Oleh karena itu masyarakat harus dapat memilah informasi yang benar,” kata Lutfi.

Hal senada di sampaikan Hadi Santoso mengenai kebebasan pers. Dia mengambarkan bagaimana kondisi pers sebelum 1997 dan sekarang. Menurutnya, pers saat ini jauh lebih bebas. Namun, hal ini juga berdampak pada banyaknya konten yang tidak sesuai dengan etika juranlistik demi meraup popularitas, “Oleh karena itu, literasi media dibutuhkan bagi masyarakat,” imbuhnya 

Selain pendapat dari kedua Narasumber, Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Ubaidillah, menilai saat ini konten yang di media mainstream jauh lebih baik dibandingkan dengan media baru. Ini terjadi karena adanya filter serta aturan yang jelas untuk media mainstream dan tidak ditemukan pada media baru.

Dia berharap adanya penguatan kelembagaan KPI mengingat beban kerja KPI semakin berat ditambah semakin cepatnya perkembangan media. “Saya berharap RUU Penyiaran yang saat ini sedang dalam tahap harmonisasi di DPR RI segera selesai agar kelembagaan KPI semakin kuat dalam mengawasi konten siaran,” pinta Ubaid, panggilan akrabnya.

Saat sesi tanya jawab, perwakilan BEM Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan (STKIP) mengeluhkan konten di TV yang menurutnya tidak sesuai dengan jati diri bangsa yang sebenernya. Selain itu, Dia merasa tidak menemukan nilai edukasi pada siaran khususnya dalam konten anak-anak. 

Menanggapi hal itu, Ubaidilah menjawab bahwa tidak semua tayangan layak dikonsumsi anak. Oleh karena itu, setiap program itu dibuat klasifikasi usia. Berbagai upaya telah dilakukan KPI Pusat dalam meningkatkan mutu penyiaran.

“Salah satu upaya itu adalah mendorong lembaga penyiaran membuat konten kartun sendiri agar sesuai dengan nilai dan norma yang ada di Indonesia. Kami juga bekerjasama dengan Persatuan Perusahaan Pengiklan Indonesia (P3I) serta Asosiasi Perusahaan Periklanan Indonesia (APPINA) agar pengiklan mau memberikan suport pada program yang berkualitas berdasarkan penilaian KPI Pusat namun tidak mendapat rating yang tinggi,” papar Ubaidillah sekaligus menutup kegiatan tersebut. Tim liputan Literasi Media Bima

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.